tag:blogger.com,1999:blog-64145146782104877352024-03-19T03:18:09.206-07:00ARJAWAAndie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-71282864713363454662014-10-04T23:41:00.004-07:002014-10-04T23:41:46.338-07:00Inilah Mantra-Mantra Gaib Sri Ganesha<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7-ajQLYE01a3adf2Z6LOpyrcHVV561Tuz132NZ-RU5X_ody_T9xJq0UJYT7pCk1QRGY3TbSJf6j-4UMMzKYlXgLSack0ZKGXdvkZQrwar92B2vEZjLfZaDTDgmWE_dYFHyYgazl69CbE/s1600/Ganesh+Maharashtra.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7-ajQLYE01a3adf2Z6LOpyrcHVV561Tuz132NZ-RU5X_ody_T9xJq0UJYT7pCk1QRGY3TbSJf6j-4UMMzKYlXgLSack0ZKGXdvkZQrwar92B2vEZjLfZaDTDgmWE_dYFHyYgazl69CbE/s1600/Ganesh+Maharashtra.jpg" height="400" width="297" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;" width="297"><span style="font-size: small;"><i><span style="color: blue;">Mereka yang ingin mempergunakan mantra-mantra tersebut diatas perlu memperhatikan :Agar serius melakukannya, Agar bersabar menanti hasilnya, Agar berdisiplin untuk mengucapkan secara teratur dan kontinu, Untuk mempermudah hitungan, agar mempergunakan tasbeh yang 108. </span></i></span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Ganesha merupakan salah satu dewa istimewa dalam agama hindu, karena Ganesha menjadi “Pemuka” sebelum memberi hormat kepada Brahma, Wisnu, dan Shiwa. Selain itu Ganesha juga dipercaya sebagai dewa penghancur segala rintangan dan dewa ilmu pengetahuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Berikut adalah beberapa syarat dalam melakukan japa mantra Ganesha :
</b></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol style="text-align: justify;">
<li>Mandi yang bersih terlebih dahulu, termasuk membersihkan paha dan kaki
</li>
<li>Membaca mantra dengan sepenuh hati, minimum 108 kali (pergunakan tasbeh). Pengucapannya boleh dalam hati atau dengan mengeluarkan suara.
</li>
<li>Jika ingin yang paling serius, pembacaan / pengucapan mantra dilakukan selama 48 hari berturut-turut secara terus menerus. Usahakan di tempat dan waktu yang sama.
</li>
<li>Tujuan yang terbaik dengan mantra adalah untuk menolong manusia lain / pribadi sendiri.
</li>
<li>Jangan bertujuan buruk kepada manusia lain, akan kena diri sendiri.
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Inilah beberapa Mantra Ganesha yang dapat di gunakan untuk melakukan japa:
</b></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Gam Ganapatayae Namaha</span></b>.
Mantra ini dipergunakan untuk memulai sesuatu yang baru, seperti memulai perjalanan, mengadakan usaha baru, buka kantor baru, penandatanganan kontrak-dagang baru, sehingga pelaksanaan usaha tidak menemui hambatan-hambatan.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Namo Bhagabatae Gajaanaaya Namaha.</span></b>
Mantra ini untuk meminta kehadiran Ganesha, dan akan dapat dirasakan kehadirannya.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Shri Ganeshaaya Namaha.</b></span>
Mantra ini untuk meningkatkan daya-ingat (terutama pelajar dan mahasiswa) untuk mencapai tingkat lebih tinggi dalam belajar.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Vakratundaaya Hum.</b></span>
Mantra ini sangat kuat untuk menghambat dan menghilangkan pikiran-pikiran buruk, baik untuk pribadi maupun untuk manusia di tingkat nasional maupun internasional bahkan tingkat universal. Sering dipergunakan untuk mengusir setan. Dapat juga untuk penyembuhan penyakit yang berkaitan tulang belakang (dari bawah ke atas) dan penyakit dipaha. Untuk itu harus diucapkan 1008 kali (bukan 108 kali !).
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Kshipra Prasadaya Namaha.</span></b>
Mantra ini bersifat “instant” (cepat sekali). Mantra ini diucapkan, ketika ada bahaya atau kesulitan yang sudah tidak bisa diatasi sendiri.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Shreem Kleem Glaum Gam Ganapatayae Vara Varada Sarva Janamah Vashanamanaaya Svaha.</b></span>
Mantra ini mengandung bermacam-macam benih mantra. Tujuannya adalah untuk mohon berkat dan untuk penyerahan diri.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Sumukhaaya Namaha.</b></span>
Mantra ini sesungguhnya memiliki banyak arti, tujuannya menjadikan manusia menjadi cantik, baik (tubuh dan spritual) dan untuk hal-hal lain yang baik. Dengan sering mengucapkan mantra ini, akan menimbulkan rasa kasih-sayang.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om AekadanTaaya Namaha</b></span>.
Mantra ini akan sangat membantu kepada mereka yang ingin “memusatkan” pikiran dan perasaan dalam bermeditasi. Jika dilakukan terus menerus, maka keinginan dapat dicapai.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Kapilaaya Namaha</b></span>.
Mantra ini untuk menyembuhkan manusia yang sedang sakit, karena mantra ini menciptakan warna dan tubuh anda, dan warna-warna itu dapat “disalurkan” kepada yang sakit untuk disembuhkan. Mantra ini juga dapat dipergunakan untuk memohon agar keinginan seseorang dapat tercapai.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Gajakaranakaaya Namaha.</b></span>
Anda dapat mengucapkan mantra ini dimana saja. Penggunaan mantra ini adalah untuk dapat mendengarkan suara-suara dari alam gaib, baik dari berbagai jenis makhluk halus maupun dari mereka yang sudah meninggal. Mantra ini dapat membantu
“membuka” cakra (7 cakra) dan 72000 nadi (saluran-saluran kecil). Mantra ini cocok untuk mereka yang ingin maju di bidang pengembangan kebatinannya.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Lambodharaaya Namaha</b></span>.
Mantra ini digunakan untuk “menyatukan” diri anda dengan jagat-raya (alam semesta). Anda menjadi manunggal dengan alam-semesta dan menghasilkan rasa-damai tingkat tinggi, anda merasakan menjadi alam-semesta. Mantra ini sangat cocok dipergunakan mereka yang melakukan “olah batin”.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Vikataaya Namaha</b></span>.
Mantra ini membantu manusia mengetahui dan merasakan bahwa dunia material adalah maya dan ada “sesuatu” dalam diri sendiri yang lebih nyata dan abadi.
Kesadaran yang diperoleh dari mantra ini, adalah dapat menjauhkan diri dari “keterikatan duniawi” dan menemukan ketenangan batiniah. Dunia hanya sebuah drama dan setiap orang menjadi pemeran tertentu dalam setiap kehidupannya di dunia
yang fana ini.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Vighna Nashanaaya namaha</span></b>.
Mantra ini untuk mengatasi kesulitan pribadi dan hambatan-hambatan dalam diri sendiri. Kesulitan dan hambatan tsb. Dapat “dibebaskan” dengan mantra ini.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Vinayakaaya Namaha</span></b>.
Mantra ini dipergunakan untuk melancarkan segala macam pekerjaan/usaha. Anda akan dapat menguasai dan memecahkan masalah dengan baik serta membuat “masa keemasan”.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Dhumraketuvae Namaha</b></span>.
Mantra ini untuk membantu menciptakan perdamaian dunia, terutama jika pengaruh komet Halley sedang melanda dunia yang berarti banyak pertumpahan darah (keributan-keributan) di seluruh dunia. Mantra ini baik sekali untuk para pemimpin.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Ganadhyakshaaya Namaha.</b></span>
Mantra ini sangat bermanfaat untuk penyembuhan penyakit secara massal (beramai-ramai). Mantra ini menyembuhkan penyakit, jika diucapkan bersama-sama banyak orang.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><b><span style="color: blue;">Om Bhalachandraaya Namaha</span></b>. Mantra ini menyembuhkan penyakit pada diri sendiri. Mantra ini mengaktifkan cakra yang berada di tengah-tengah kening. Cakra ini bersimbol bulan-separoh dan letaknya di tengah-tengah kening. Simbol tsb. Melukiskan pengembangan, ketenangan,
dan kedamaian.
</li>
</ul>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="color: blue;"><b>Om Gajaananaaya Namah.</b></span> Mantra ini untuk memperoleh kesadaran- tertinggi, kesadaran tak terbatas. Mantra ini sangat cocok untuk mereka yang memperdalam olah-batin.
</li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Anjuran:
</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka yang ingin mempergunakan mantra-mantra tersebut diatas perlu memperhatikan:
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol style="text-align: justify;">
<li>Agar serius melakukannya
</li>
<li>Agar bersabar menanti hasilnya
</li>
<li>Agar berdisiplin untuk mengucapkan secara teratur dan kontinu
</li>
<li>Untuk mempermudah hitungan, agar mempergunakan tasbeh yang 108.
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://yabapa.com/">yabapa.com</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="color: #999999;">dikutip dari pelbagai sumber</span></i></div>
Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-47818631113260054522013-09-01T01:10:00.000-07:002013-09-01T01:10:00.774-07:00Perayaan kelahiran Krishna di Inggris<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgmzX7imoSdCMlDXR_cdsKAL0yIZVJAApPz0hD-yZ0iS-6PEQQMgl73mCsAXYhu3CQE5MO9Jaer5MkYqjX4AzNUzUn4k3xxAQ4ityGonpWRBjL0uAM6UKaD6rZEPdyJB50MMszI43GdBQ/s1600/Dewa+Khrisna.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgmzX7imoSdCMlDXR_cdsKAL0yIZVJAApPz0hD-yZ0iS-6PEQQMgl73mCsAXYhu3CQE5MO9Jaer5MkYqjX4AzNUzUn4k3xxAQ4ityGonpWRBjL0uAM6UKaD6rZEPdyJB50MMszI43GdBQ/s320/Dewa+Khrisna.jpg" width="253" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" justify="" style="text-align: center;" text-align:="" width="253>Lebih dari 70.000 penganut agama Hindu diperkirakan akan
bergabung dalam sebuah festival perayaan keagaamaan yang akan digelar di
dekat kota Watford, Inggris pada akhir hari Minggu.</td></tr>
</tbody></table>
<div style=">Lebih dari 70.000 penganut agama Hindu diperkirakan akan
bergabung dalam sebuah festival perayaan keagaamaan yang akan digelar di
dekat kota Watford, Inggris pada akhir hari Minggu.</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perayaan yang berlangsung selama dua hari ini dilakukan untuk memperingati hari lahir dewa Krishna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perayaan tahunan yang dilakukan di markas pergerakan Hare Krishna Eropa di Bhaktivedanta Manor tahun ini dinilai sangat spesial.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal ini karena tepat pada 40 tahun yang lalu, mantan
anggota grup musik legendaris The Beatles, George Harrison, membeli
bangunan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia kemudian menyumbangkan bangunan bergaya manor yang
dibangun pada abad ke-19 ini kepada kelompok ini sepulang dari
perjalanannya di India pada akhir tahun 1960-an.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika pertama digelar pada tahun 1973, hanya terdapat
150 orang yang merayakan hari kelahiran dewa yang sering digambarkan
membawa seruling ini atau yang disebut festival Janmashtami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun tahun ini diharapkan jumlah yang datang akan mencapai rekor setelah dibukanya taman untuk mengenang Harrison.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Festival ini diyakini sebagai pertemuan Hindu terbesar di luar India.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<u><a href="http://www.propinsibali.com/">propinsibali.com_____</a></u> </div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #999999;"><i><b>sumber : tribun </b></i></span></div>
Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-7620334216121130672012-10-06T07:16:00.002-07:002012-10-06T07:16:39.492-07:00Beginilah Tampang Manusia 1000 Tahun Mendatang<div style="text-align: justify;">
<b>Jakarta,</b> Evolusi telah mengubah bentuk manusia masa lalu menjadi bentuk yang sekarang Anda lihat. <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcj51rn5_RTldMDOQBrwIDKyVaMTSMS8WVtdjCZL74wYx88UPF01wEsQ6mQM1-yAwNU6lM8HebJbs9_nDO0uWXyKnvCFXIge4XAVjEc2Iyv5HHucFy9aTdbzoXSmsSFHIKjBnd_LSMp7Y/s1600/manusia1000+th.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="216" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcj51rn5_RTldMDOQBrwIDKyVaMTSMS8WVtdjCZL74wYx88UPF01wEsQ6mQM1-yAwNU6lM8HebJbs9_nDO0uWXyKnvCFXIge4XAVjEc2Iyv5HHucFy9aTdbzoXSmsSFHIKjBnd_LSMp7Y/s320/manusia1000+th.jpg" width="320" /></a>Namun menurut para ahli,
evolusi masih terus terjadi hingga sekarang. Prediksi bentuk tubuh
manusia 1000 tahun mendatangnya pun dilakukan.<br />
<br />
Berikut adalah gambaran fisik tubuh manusia yang diprediksi oleh para ahli dalam 1000 tahun dari sekarang, seperti dilansir <i>Thesun</i>, Sabtu (6/10/2012):<br />
<br />
1.
Manusia akan menjadi lebih tinggi, sekitar 180-210 cm, karena faktor
gizi yang lebih baik dan kemajuan ilmu kedokteran. Osteopath Garry
Trainer, dari London, mengatakan bahwa tinggi rata-rata orang Amerika
adalah sekitar 1inci lebih tinggi dari tahun 1960 lalu.<br />
<br />
2. Usus
menjadi lebih pendek sehingga tidak menyerap lebih banyak lemak dan
gula. "Ini adalah cara alami untuk mencegah kegemukan," ujar <br />
<a name='more'></a>dokter gigi
Dr Philip Stemmer.<br />
<br />
3. Jika kesuburan pria menurun jauh, ukuran testis akan semakin kecil.<br />
<br />
4.
Lengan dan jari lebih panjang untuk mengurangi kebutuhan mencapai ujung
terlalu jauh. Saraf di tangan dan jari-jari akan meningkat karena
penggunaan perangkat yang lebih besar seperti iPhone yang membutuhkan
koordinasi mata-tangan yang kompleks.<br />
<br />
5. Ukuran otak menjadi lebih kecil karena tugas menghafal dan berpikir lebih banyak dilakukan oleh komputer.<br />
<br />
6.
Mata akan semakin besar untuk mengkompensasi mulut yang semakin kecil.
"Komunikasi akan bergantung pada ekspresi wajah dan gerakan mata," ujar
Cary Cooper dari Lancaster University.<br />
<br />
7. Dokter gigi Dr Stemmer
juga berpikir manusia 1000 tahun mendatang akan memiliki gigi lebih
sedikit karena makanan semakin lembut sehingga tidak banyak mengunyah
dan menggigit. "Kita bahkan bisa mendapatkan nutrisi dari cairan atau
pil di masa depan, yang bisa berarti gigi semakin kurang dan rahang
surut," ujarnya.<br />
<br />
8. Memiliki dagu quadruple. "Tubuh kita
dirancang untuk makan lebih sedikit dan menggunakan energi lebih dari
gaya hidup modern yang dibutuhkan," kata Rajiv Grover, konsultan ahli
bedah plastik.<br />
<br />
9. Setiap orang akan memiliki bentuk hidung yang
sama karena iklim kurang berpengaruh. Pengkondisian udara sudah
bergantung pada AC atau pemanas sentral.<br />
<br />
10. Penggunaan pemanas
dan pakaian hangat membuat manusia masa depan memiliki rambut yang
sedikit atau botak, tapi akan ada lebih banyak keriput akibat terlalu
sering menggunakan perangkat elektronik.<br />
<br />
11. Leher kalkun kendor
karena ektra matahari akan menyebabkan kulit kendor dan kelopak mata.
Dan akan ada kulit yang lebih gelap karena orang bergerak mengelilingi
planet dan terjadi percampuran ras.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://dreamingpost.blogspot.com/"><span style="text-decoration: none; text-underline: none;">Dre@ming Post______</span></a> </div>
<div style="text-align: justify;">
<i style="color: #999999;"><b>sumber : tribun </b></i></div>
Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-14047616731030728472011-11-22T16:26:00.000-08:002011-11-22T16:36:19.573-08:00Memaknai Hari Raya Pagerwesi<div style="text-align: justify;">Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini me-lambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIoC32y_U1Kj6ZOgbNLRB5xXwbpAu6eaWq-TOna_7jXjebo-Y9VQIzIWZklcs2crWsIJPRxgw3g09iJUUGLZq_mJzCph6HUEai2kiyuI0ZWcpxtZflkfN9BHVQo6IaquVfYB7WaCfIBfw/s1600/Hari-Raya-Pagerwesi.JPG" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIoC32y_U1Kj6ZOgbNLRB5xXwbpAu6eaWq-TOna_7jXjebo-Y9VQIzIWZklcs2crWsIJPRxgw3g09iJUUGLZq_mJzCph6HUEai2kiyuI0ZWcpxtZflkfN9BHVQo6IaquVfYB7WaCfIBfw/s320/Hari-Raya-Pagerwesi.JPG" width="320" /></a>yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka. Dalam lontar Sundarigama disebutkan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata <br />
<a name='more'></a>Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Artinya:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Dalam lontar Sundarigama disebutkan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca 0Maha Bhuta, sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Artinya:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Tengah malam melakukan yoga samadhi, ada labaan (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat dari nasi) lima warna menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah (tempat persembahyangan).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hakikat pelaksanaan upacara Pegerwesi adalah lebih ditekankan pada pemujaan oleh para pendeta dengan melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tengah malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi). Banten yang paling utama bagi para Purohita adalah "Sesayut Panca Lingga" sedangkan perlengkapannya Daksina, Suci Praspenyeneng dan Banten Penek. Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi adalah pemujaan (yoga samadhi) bagi para Pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan. Banten yang paling inti perayaan Pegerwesi bagi umat kebanyakan adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan. Tentunya dilengkapi Daksina, Canang dan Sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Makna Filosofi</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengadakan yoga berarti Tuhan menciptakan diri-Nya sebagai guru. Barang siapa menyucikan dirinya akan dapat mencapai kekuatan yoga dari Hyang Pramesti Guru. Kekuatan itulah yang akan dipakai memagari diri. Pagar yang paling kuat untuk melindungi diri kita adalah ilmu yang berasal dari guru sejati pula. Guru yang sejati adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat megisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada hari raya Pagerwesi adalah hari yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini. Di samping itu Sang Hyang Pramesti Guru beryoga bersama Dewata Nawa Sanga adalah untuk "ngawerdhiaken sarwa tumitah muang sarwa tumuwuh."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ngawerdhiaken artinya mengembangkan. Tumitah artinya yang ditakdirkan atau yang terlahirkan. Tumuwuh artinya tumbuh-tumbuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengembangkan hidup dan tumbuh-tumbuhan perlulah kita berguru agar ada keseimbangan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Bhagavadgita disebutkan ada tiga sumber kemakmuran yaitu:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Krsi yang artinya pertanian (sarwa tumuwuh).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Goraksya, artinya peternakan atau memelihara sapi sebagai induk semua hewan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wanijyam, artinya perdagangan. Berdagang adalah suatu pengabdian kepada produsen dan konsumen. Keuntungan yang benar, berdasarkan dharma apabila produsen dan konsumen diuntungkan. Kalau ada pihak yang dirugikan, itu berarti ada kecurangan. Keuntungan yang didapat dari kecurangan jelas tidak dikehendaki dharma.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kehidupan tidak terpagari apabila tidak berkembangnya sarwa tumitah dan sarwa tumuwuh. Moral manusia akan ambruk apabila manusia dilanda kemiskinan baik miskin moral maupun miskin material. Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita untuk berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai guru sejati. Berlindung dan berbakti adalah salah satu ciri manusia bermoral tanpa kesombongan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengembangkan pertanian dan peternakan bertujuan untuk memagari manusia dari kemiskinan material. Karena itu tepatlah bila hari raya Pagerwesi dipandang sebagai hari untuk memerangi diri dengan kekuatan meterial. Kalau kedua hal itu (pertanian dan peternakan) kuat, maka adharma tidak dapat masuk menguasai manusia. Yang menarik untuk dipahami adalah Pagerwesi adalah hari raya yang lebih diperuntukkan para pendeta (sang purohita). Hal ini dapat dipahami, karena untuk menjangkau vibrasi yoga Sanghyang Pramesti Guru tidaklah mudah. Hanya orang tertentu yang dapat menjangkau vibrasi Sanghyang Pramesti Guru. Karena itu ditekankan pada pendeta dan beliaulah yang akan melanjutkan pada masyarakat umum. Dalam agama Hindu, purohita adalah adi guru loka yaitu guru utama dari masyarakat. Sang Purohita-lah yang lebih mampu menggerakkan atma dengan tapa brata.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Manawa Dharmasastra V, 109 disebutkan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Atma dibersihkan dengan tapa bratabudhi dibersihkan dengan ilmu pengetahuan (widia) manah (pikiran) dibersihkan dengan kebenaran dan kejujuran yang disebut satya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjelasan Manawa Dharmasastra ini adalah bahwa atma yang tidak diselimuti oleh awan kegelapan dari hawa nafsu akan dapat menerima vibrasi spiritual dari Brahman. Vibrasi spiritual itulah sebagai pagar besi dari kehidupan dan itu pulalah guru sejati. Karena itu amat ditekankan pada Hari Raya Pagerwesi para pendeta agar ngarga, mapasang lingga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ngarga adalah suatu tempat untuk membuat tirtha bagi para pendeta. Sebelum membuat tirtha, terlebih dahulu pendeta menyucikan arga dengan air, dengan pengasepan sampai disucikan dengan mantra-mantra tertentu sehingga tirtha yang dihasilkan betul-betul amat suci. Pembuatan tirtha dalam upacara-upacara besar dilakukan dengan mapulang lingga. Tirtha suci itulah yang akan dibagikan kepada umat. Mengingat ngargha mapasang lingga dianjurkan oleh lontar Sundarigama pada hari Pagerwesi ini, berarti para pendeta harus melakukan hal yang amat utama untuk mencapai vibrasi spiritual payogan Sanghyang Pramesti Guru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesayut Panca Lingga dengan inti ketipat Lingga adalah memohon lima manifestasi Siwa untuk memberikan benteng kekuatan (pager besi) dalam menghadapi hidup ini. Para pendetalah yang mempunyai kewajiban menghadirkan lebih intensif dalam masyarakat. Kemahakuasaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Siwa dengan simbol Panca Lingga, Sesayut Pageh Urip bagi kebanyakan atau umat yang masih walaka. Kata "pageh" artinya "pagar" atau "teguh" sedangkan "urip" artinya "hidup". "Pageh urip" artinya hidup yang teguh atau hidup yang terlindungi. Kata "sesayut" berasal dari bahasa Jawa dari kata "ayu" artinya selamat atau sejahtera.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Natab Sesayut artinya mohon keselamatan atau kerahayuan. Banten Sesayut memakai alas sesayut yang bentuknya bundar dan maiseh dari daun kelapa. Bentuk ini melambangkan bahwa untuk mendapatkan keselamatan haruslah secara bertahap dan beren-cana. Tidak bisa suatu kebaikan itu diwujudkan dengan cara yang ambisius. Demikianlah sepintas filosofi yang terkandung dalam lambang upacara Pagerwesi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di India, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima dan hari raya Walmiki Jayanti. Upacara Guru Purnima pada intinya adalah hari raya untuk memuja Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi kitab suci Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Putra Bhagawan Parasara itu pula yang mendapatkan wahyu ten-tang Catur Purusartha yaitu empat tujuan hidup yang kemudian diuraikan dalam kitab Brahma Purana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berkat jasa-jasa Resi Vyasa itulah umat Hindu setiap tahun merayakan Guru Purnima dengan mengadakan persembahyangan atau istilah di India melakukan puja untuk keagungan Resi Vyasa dengan mementaskan berbagai episode tentang Resi Vyasa. Resi Vyasa diyakini sebagai adi guru loka yaitu gurunya alam semesta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sedangkan Walmiki Jayanti dirayakan setiap bulan Oktober pada hari Purnama. Walmiki Jayanti adalah hari raya untuk memuja Resi Walmiki yang amat berjasa menyusun Ramayana sebanyak 24.000 sloka. Ke-24. 000 sloka Ramayana itu dikembangkan dari Tri Pada Mantra yaitu bagian inti dari Savitri Mantra yang lebih populer dengan Gayatri Mantra. Ke-24 suku kata suci dari Tri Pada Mantra itulah yang berhasil dikembangkan menjadi 24.000 sloka oleh Resi Walmiki berkat kesuciannya. Sama dengan Resi Vyasa, Resi Walmiki pun dipuja sebagai adi guru loka yaitu maha gurunya alam semesta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampai saat ini Mahabharata dan Ramayana yang disebut itihasa adalah merupakan pagar besi dari manusia untuk melindungi dirinya dari serangan hawa nafsu jahat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika kita boleh mengambil kesimpulan, kiranya Hari Raya Pagerwesi di Indonesia dengan Hari Raya Guru Purnima dan Walmiki Jayanti memiliki semangat yang searah untuk memuja Tuhan dan resi sebagai guru yang menuntun manusia menuju hidup yang kuat dan suci. Nilai hakiki dari perayaan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti dengan Pegerwesi dapat dipadukan. Namun bagaimana cara perayaannya, tentu lebih tepat disesuaikan dengan budaya atau tradisi masing-masing tempat. Yang penting adalah adanya pemadatan nilai atau penambahan makna dari memuja Sanghyang Pramesti Guru ditambah dengan memperdalam pemahaman akan jasa-jasa para resi, seperti Resi Vyasa, Resi Walmiki dan resi-resi yang sangat berjasa bagi umat Hindu di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://dreamingpost.blogspot.com/"><span style="text-decoration: none;">Dre@ming Post____________________________________________________</span></a></div><div style="color: #999999; text-align: justify;"><i>(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni) </i></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-33354392064134385582011-09-30T00:14:00.000-07:002011-09-30T00:14:23.716-07:00Bali<div style="text-align: justify;"><i><b>Jumat, 30 / 09 / 2011, 14:49</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Bali</b></i> adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig6QO6kkee7_OU7AKbQTvWHIhBMTLf_34U0mPUCqO1yCXkIGbONqfjWrr6UjvJ5NRMcw54MngjxTZnWk05yL4MVH5ne-YnOFcRGqVoVPnDUFnYZDxwbuWcckYcpLdyaoFq9RrieHsVG5w/s1600/Logo+Pulau+Bali.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="304" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig6QO6kkee7_OU7AKbQTvWHIhBMTLf_34U0mPUCqO1yCXkIGbONqfjWrr6UjvJ5NRMcw54MngjxTZnWk05yL4MVH5ne-YnOFcRGqVoVPnDUFnYZDxwbuWcckYcpLdyaoFq9RrieHsVG5w/s320/Logo+Pulau+Bali.png" width="320" /></a>bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan <br />
<a name='more'></a>sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Geografi</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Batas wilayah</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Utara : Laut Bali</div><div style="text-align: justify;">Selatan : Samudera Indonesia</div><div style="text-align: justify;">Barat : Provinsi Jawa Timur</div><div style="text-align: justify;">Timur : Provinsi Nusa Tenggara Barat</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Sejarah</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau.Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada 20 November 1945, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[6]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Demografi</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan dan Katolik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Transportasi</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan yang sangat baik tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jenis kendaraan umum di Bali antara lain:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik</div><div style="text-align: justify;">Ojek, taksi sepeda motor</div><div style="text-align: justify;">Bemo, melayani dalam dan antarkota</div><div style="text-align: justify;">Taksi</div><div style="text-align: justify;">Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bali terhubung dengan Pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padang Bay menuju Pelabuhan Lembar yang memakan waktu sekitar empat jam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai dengan destinasi ke sejumlah kota besar di Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand serta Jepang. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Pemerintahan</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Bali">Daftar kabupaten dan kota di Bali</span></h3><table class="wikitable" style="margin-left: 0px; margin-right: 0px; text-align: left;"><tbody>
<tr> <th>No.</th> <th>Kabupaten/Kota</th> <th>Ibu kota</th> </tr>
<tr> <td>1</td> <td>Kabupaten Badung</td> <td>Mangupura</td> </tr>
<tr> <td>2</td> <td>Kabupaten Bangli</td> <td>Bangli</td> </tr>
<tr> <td>3</td> <td>Kabupaten Buleleng</td> <td>Singaraja</td> </tr>
<tr> <td>4</td> <td>Kabupaten Gianyar</td> <td>Gianyar</td> </tr>
<tr> <td>5</td> <td>Kabupaten Jembrana</td> <td>Negara</td> </tr>
<tr> <td>6</td> <td>Kabupaten Karangasem</td> <td>Karangasem</td> </tr>
<tr> <td>7</td> <td>Kabupaten Klungkung</td> <td>Klungkung</td> </tr>
<tr> <td>8</td> <td>Kabupaten Tabanan</td> <td>Tabanan</td> </tr>
<tr> <td>9</td> <td>Kota Denpasar</td> <td>-</td> </tr>
</tbody></table><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline" id="Daftar_gubernur">Daftar gubernur</span></h3><table border="2" cellpadding="4" cellspacing="0" style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(249, 249, 249); border-collapse: collapse; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); font-size: 95%; margin: 1em 0px; text-align: left;"><tbody>
<tr bgcolor="#99CCFF"> <td>No</td> <td>Foto</td> <td>Nama</td> <td>Mulai Jabatan</td> <td>Akhir Jabatan</td> <td>Keterangan</td> </tr>
<tr> <td>1</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Anak_agung_bagus_sutedja.gif&filetimestamp=20090921022540"><img alt="Anak agung bagus sutedja.gif" height="100" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/ee/Anak_agung_bagus_sutedja.gif/100px-Anak_agung_bagus_sutedja.gif" width="100" /></a></td> <td>Anak Agung Bagus Sutedja</td> <td>1950</td> <td>1958</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr bgcolor="#DDEEFF"> <td>2</td> <td><br />
</td> <td>I Gusti Bagus Oka</td> <td>1958</td> <td>1959</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td>3</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Anak_agung_bagus_sutedja.gif&filetimestamp=20090921022540"><img alt="Anak agung bagus sutedja.gif" height="100" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/e/ee/Anak_agung_bagus_sutedja.gif/100px-Anak_agung_bagus_sutedja.gif" width="100" /></a></td> <td>Anak Agung Bagus Sutedja</td> <td>1959</td> <td>1965</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr bgcolor="#DDEEFF"> <td>4</td> <td><br />
</td> <td>I Gusti Putu Martha</td> <td>1965</td> <td>1967</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td>5</td> <td><br />
</td> <td>Soekarmen</td> <td>1967</td> <td>1978</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr bgcolor="#DDEEFF"> <td>6</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Ida_Bagus_Mantra.jpg&filetimestamp=20090921024201"><img alt="Ida Bagus Mantra.jpg" height="138" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/1/1e/Ida_Bagus_Mantra.jpg/100px-Ida_Bagus_Mantra.jpg" width="100" /></a></td> <td>Prof. Dr. Ida Bagus Mantra</td> <td>1978</td> <td>1988</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td>7</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Ib_oka.gif&filetimestamp=20090921024425"><img alt="Ib oka.gif" height="100" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/d/d9/Ib_oka.gif/100px-Ib_oka.gif" width="100" /></a></td> <td>Prof. Dr. Ida Bagus Oka</td> <td>1988</td> <td>1993</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr bgcolor="#DDEEFF"> <td>8</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Dewa_beratha.jpg&filetimestamp=20090921024625"><img alt="Dewa beratha.jpg" height="146" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/0/0a/Dewa_beratha.jpg/100px-Dewa_beratha.jpg" width="100" /></a></td> <td>Drs. Dewa Made Beratha</td> <td>1998</td> <td>2008</td> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td>9</td> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:I_Made_Mangku_Pastika_%28sebagai_Gubernur_Bali%29.jpg&filetimestamp=20090921030155"><img alt="I Made Mangku Pastika (sebagai Gubernur Bali).jpg" height="120" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/cc/I_Made_Mangku_Pastika_%28sebagai_Gubernur_Bali%29.jpg/100px-I_Made_Mangku_Pastika_%28sebagai_Gubernur_Bali%29.jpg" width="100" /></a></td> <td>I Made Mangku Pastika</td> <td>2008</td> <td>2013</td> <td><br />
</td> </tr>
</tbody></table><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><i><span style="font-size: large;"><span class="mw-headline" id="Perwakilan">Perwakilan</span></span></i></h3><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Empat anggota DPD (2004-2009) dari Provinsi Bali adalah I Wayan Sudirta, S.H., Nyoman Rudana, Drs. Ida Bagus Gede Agastia dan Dra. Ida Ayu Agung Mas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2009, Bali mengirimkan sembilan anggota DPR ke Senayan dengan komposisi empat wakil dari PDI-P, masing-masing dua dari Partai Golkar dan Partai Demokrat serta satu orang dari Partai Gerindra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tingkat provinsi, DPRD Bali dengan 55 kursi tersedia dikuasai oleh PDI-P dengan 24 kursi, menurun dari periode sebelumnya (2004-2009), disusul Partai Golkar dengan dua belas kursi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><sup class="reference" id="cite_ref-6"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bali#cite_note-6"></a></sup> </div><table class="wikitable" style="margin-left: 0px; margin-right: 0px; text-align: left;"><tbody>
<tr> <th>Partai</th> <th>Kursi</th> <th> %</th> </tr>
<tr> <td>PDI-P</td> <td>24</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>Partai Golkar</td> <td>12</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>Partai Demokrat</td> <td>10</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>Partai Gerindra</td> <td>2</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>PNBK</td> <td>2</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>PKPB</td> <td>1</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>PKPI</td> <td>1</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>Partai Hanura</td> <td>1</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>Pakar Pangan</td> <td>1</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td>PNI Marhaenisme</td> <td>1</td> <td>-</td> </tr>
<tr> <td><b>Total</b></td> <td>55</td> <td>100,0</td> </tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Empat orang anggota adalah perempuan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Budaya</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Musik</b></i></div><div style="text-align: justify;"><i><b>Seperangkat gamelan Bali.</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Gamelan</li>
<li>Jegog</li>
<li>Genggong</li>
<li>Silat Bali</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tari</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pakar seni tari Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta berbagai koreografi tari modern lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.</div><div style="text-align: justify;">Pertunjukan Tari Kecak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tarian wali</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Sang Hyang Dedari</li>
<li>Sang Hyang Jaran</li>
<li>Tari Rejang</li>
<li>Tari Baris</li>
<li>Tari Janger</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tarian bebali</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Tari Topeng</li>
<li>Gambuh</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tarian balih-balihan</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Tari Legong</li>
<li>Arja</li>
<li>Joged Bumbung</li>
<li>Drama Gong</li>
<li>Barong</li>
<li>Tari Pendet</li>
<li>Tari Kecak</li>
<li>Calon Arang</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Pakaian daerah</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Pria</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Udeng (ikat kepala)</li>
<li>Kain kampuh</li>
<li>Umpal (selendang pengikat)</li>
<li>Kain wastra (kemben)</li>
<li>Sabuk</li>
<li>Keris</li>
<li>Beragam ornamen perhiasan</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sering pula dikenakan baju kemeja, jas dan alas kaki sebagai pelengkap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Wanita</b></i></div><div style="text-align: justify;">Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Gelung (sanggul)</li>
<li>Sesenteng (kemben songket)</li>
<li>Kain wastra</li>
<li>Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada</li>
<li>Selendang songket bahu ke bawah</li>
<li>Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam</li>
<li>Beragam ornamen perhiasan</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Makanan</b></i></div><div style="text-align: justify;"><i><b>Makanan utama</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Ayam betutu</li>
<li>Babi guling</li>
<li>Bandot</li>
<li>Be Kokak Mekuah</li>
<li>Be Pasih mesambel matah</li>
<li>Bebek betutu</li>
<li>Berengkes</li>
<li>Grangasem</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li><b>Jejeruk</b></li>
<li>Jukut Urab</li>
<li>Komoh</li>
<li>Lawar</li>
<li>Nasi Bubuh</li>
<li>Nasi Tepeng</li>
<li>Penyon</li>
<li>Sate Kablet</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Sate Lilit</li>
<li>Sate pentul</li>
<li>Sate penyu</li>
<li>Sate Tusuk</li>
<li>Timbungan</li>
<li>Tum</li>
<li>Urutan Tabanan</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Jajanan</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Bubuh Sagu</li>
<li>Bubuh Sumsum</li>
<li>Bubuh Tuak</li>
<li>Jaja Batun Duren</li>
<li>Jaja Begina</li>
<li>Jaja Bendu</li>
<li>Jaja Bikang</li>
<li>Jaja Engol</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Jaja Godoh</li>
<li>Jaja Jongkok</li>
<li>Jaja Ketimus</li>
<li>Jaja Klepon</li>
<li>Jaja Lak-Lak</li>
<li>Jaja Sumping</li>
<li>Jaja Tain Buati</li>
<li>Jaja Uli misi Tape</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Jaja Wajik</li>
<li>Kacang Rahayu</li>
<li>Rujak Bulung</li>
<li>Rujak Kuah Pindang</li>
<li>Rujak Manis</li>
<li>Rujak Tibah</li>
<li>Salak Bali</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Senjata</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Keris</li>
<li>Tombak</li>
<li>Tiuk</li>
<li>Taji</li>
<li>Kandik</li>
<li>Caluk</li>
<li>Arit</li>
<li>Udud</li>
<li>Gelewang</li>
<li>Trisula</li>
<li>Panah</li>
<li>Penampad</li>
<li>Garot</li>
<li>Tulud</li>
<li>Kis-Kis</li>
<li>Anggapan</li>
<li>Berang</li>
<li>Blakas</li>
<li>Pengiris</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Rumah Adat</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Pahlawan Nasional</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Untung Suropati</li>
<li>I Gusti Ngurah Rai</li>
<li>I Gusti Ketut Jelantik</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Dalam budaya populer</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Road to Bali, film komedi Hollywood tahun 1952 yang dibintangi oleh Bing Crosby dan Bob Hope</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b><span style="font-size: large;">Referensi</span></b></i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li>Miguel Covarrubias, Island of Bali, 1946. ISBN 962-593-060-4</li>
<li>Foley, Kathy; Sedana, I Nyoman (Autumn 2005), "Mask Dance from the Perspective of a Master Artist: I Ketut Kodi on "Topeng"", Asian Theatre Journal (University of Hawai'i Press) 22 (2): 199-213.</li>
<li>Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. ISBN 0-674-01137-6.</li>
<li>Gold, Lisa (2005). Music in Bali: Experiencing Music, Expressing Culture. New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-514149-0.</li>
<li>Greenway, Paul (24 September 1999). Bali and Lombok. Melbourne: Lonely Planet. ISBN 0-86442-606-2.</li>
<li>Herbst, Edward (1997). Voices in Bali: Energes and Perceptions in Vocal Music and Dance Theater. Hanover: University Press of New England. ISBN 0-8195-6316-1.</li>
<li>Hinzler, Heidi (1995) Artifacts and Early Foreign Influences. From Oey, Eric (Editor) (24 September 1995). Bali. Singapore: Periplus Editions. hlm. 24–25. ISBN 962-593-028-0.</li>
<li>Ricklefs, M. C. (1993). A History of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition. MacMillan. ISBN 978-0333576892.</li>
<li>Sanger, Annette (1988), "Blessing or Blight? The Effects of Touristic Dance-Drama on village Life in Singapadu, Bali", Come Mek Me Hol' Yu Han': The Impact of Tourism on Traditional Music (Berlin: Jamaica Memory Bank): 89-104.</li>
<li>Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. ISBN 0-300-10518-5.</li>
<li>Vickers, Adrian (1995), From Oey, Eric (Editor) (24 September 1995). Bali. Singapore: Periplus Editions. hlm. 26–35. ISBN 962-593-028-0.</li>
<li>Pringle, Robert (2004). Bali: Indonesia's Hindu Realm; A short history of. Short History of Asia Series. Allen & Unwin. ISBN 1-86508-863-3.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://dreamingpost.blogspot.com/"><span style="text-decoration: none;">Dre@ming Post______</span></a></div><div style="color: #999999; text-align: justify;"><i><b>sumber : di kutip dari berbagai sumber</b></i></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-10740893919986717202011-09-29T23:18:00.000-07:002011-09-29T23:23:33.300-07:00Arti dan Lambang Pemujaan Hindu<div style="text-align: justify;">Ajaran Hindu yang disimbulkan dalam upacara keagamaan Hindu dianggap sebagai bahan atau artikel yang <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgal5D6h5NRi84l58Ocpq71IjYEgxl7hsDulddXlz6UzAwZgqX1ynJ_DI1vzY_73Wtp1xEwG-WJgRlbpF5AgwlsxsamRmVbMpYEL61Unkajw15_vUjghU9SZO1Gc2Qqmz0agHmYU4sghI0/s1600/arati.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgal5D6h5NRi84l58Ocpq71IjYEgxl7hsDulddXlz6UzAwZgqX1ynJ_DI1vzY_73Wtp1xEwG-WJgRlbpF5AgwlsxsamRmVbMpYEL61Unkajw15_vUjghU9SZO1Gc2Qqmz0agHmYU4sghI0/s320/arati.jpg" width="320" /></a>suci untuk dipergunakan dalam kegiatan pemujaannya. Perlambangan dalam Hindu adalah sangat mendalam dan mulia sehingga setiap tindakan dalam upacara keagamaan itu mencerminkan arti spiritual untuk memusatkan pikirannya pada pemujaan dan meditasi pada Tuhan. Jika dipahami dengan baik dan benar maka perlambangan merupakan alat bagi pemuja dalam menyadari tujuan spiritual. Keindahan dan kesucian ritual tersebut tidak dapat dihayati dengan pengetahuan yang sesuai dari arti tindakan itu. Perlambangan itu bertujuan untuk mengilustrasikan arti dan menjelaskan beberapa simbul yang umum dari beberapa dewa-dewi Hindu, antara lain:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Anjali</b>, yaitu gerakan tubuh penghormatan dan salam, di mana dua telapak tangan yang disatukan dengan lembut dan dikuncupkan. Tangan diletakkan di dada dan gerakkan ini digunakan juga untuk menyapa sesama <br />
yang setingkat dengan mata untuk menghormati orang yang lebih tua. Sedangkan di atas kepala adalah untuk memberikan penghormatan kepada Tuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Bilva<i> (apel liar atau pohon bael)</i></b>, daun bilva ini dianggap sangat suci untuk pemujaan terhadap Dewa Siwa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Bindi atau Bindu (tilak)</b></i>, orang Hindu memakai tilak (titik merah pada wanita dan titik memanjang pada pria di dahi mereka). Titik ini dikenal dengan berbagai nama seperti ajna cakra, mata spiritual, dan mata ketiga, yang dikatakan sebagai pusat saraf dalam tubuh manusia. Pada jaman dahulu, orang Hindu <br />
<a name='more'></a>menggunakan bubuk timah (sindhur) atau cendana untuk meletakkan titik di dahi mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Kamper (camphor)</b></i>, ini melambangkan bahwa pengetahuan spiritual yang dapat memurnikan pikiran dari seorang pemuja, sehingga meninggalkan ketidaksucian dalam pemikirannya. Keharuman dari kamper ini dapat menghapus dosa serta menyucikan udara pada tempat pemujaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Kelapa</b></i>, pada bagian kulit luar yang lembut dan adalah halus melambangkan tubuh manusia. Dan bagian kulit kelapa yang keras melambangkan keegoisan manusia yang harus dipecahkan. Sedangkan air kelapa tersebut melambangkan jiwa manusia yang bersatu dengan Tuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Sapi</b></i> adalah simbol dari Ibu Mulia (Dewi Durga) yang memberikan makanan dan menjaga kehidupan. Perlambangan ini menyatakan bahwa susu sapi sama dengan susui ibu yang diberikan untuk anak-anaknya. Dalam Hindu Dharma, Ibu Mulia juga dilambangkan sebagai Dewi Bumi atau Prthi, dan kesucian dari sapi dihormati karena hewan ini adalah kendaraan dari dewa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Dhupa</b></i>, adalah keharuman yang melambangkan kekuatan indera yang menarik pikiran. Pembakaran dhupa adalah simbul terhadap penghancuran segala keinginan manusia dan juga menspiritualkan lingkungan yang melambangkan cinta pada Tuhan dan membebaskan pikiran dari keinginan duniawi, serta membantu untuk memusatkan pikiran di saat pemujaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Dhvaja</b></i>, adalah sebuah bendera atau pita berwarna merah atau oranye yang dikibarkan di atas tempat pemujaan, yang menjadi simbul kemenangan melawan ketidakbenaran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Ghanta (lonceng)</b></i>, suara lonceng pada saat berdoa atau memuja yang dapat menghilangkan suara yang mengganggu dan dapat membantu pikiran untuk berkonsentrasi dalam mencapai pemujaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Kalasa</b></i>, adalah tempat air berupa ceret / toples yang di atasnya ditutup dengan daun mangga dan kelapa yang telah dikupas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Kamandalu</b></i>, adalah sebuah tempat air yang terbuat dari tanah atau kayu yang melambangkan kebebasan dari keterikatan duniawi dan keinginan untuk selalu mencari Tuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Kuttuvilaku</b></i>, adalah lampu yang digunakan pada tempat pemujaan yang melambangkan cahaya Tuhan untuk menghilangkan avidya, penyebab utama keterikatan manusia dengan duniawi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Bunga Teratai,</b></i> melambangkan pengetahuan spiritual dan kekuatan. Arti dari teratai itu mengandung makna bahwa seseorang ketika hidup di dunia tidak terpengaruh oleh ketertarikan duniawi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Daun dan Buah Mangga</b></i>, melambangkan kesucian dan pemenuhan kebutuhan yang bahagia pada keinginan manusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Namaskara atau Pranama</b></i>, adalah untuk memberi salam pada orang lain dengan menyatukan kedua tangan menjadi satu sambil membungkuk. Dalam pandangan Hindu, ini melambangkan pertemuan atman dan brahman serta menunjukkan sifat yang merendahkan diri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Paduka</b></i>, adalah sandal suci yang dipakai orang-orang suci, rsi dan guru yang melambangkan segala bentuk penghormatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Rudraksa</b></i>, yang berarti mata Siwa atau Rudra adalah biji coklat kemerahan dari pohon Rudraksa yang tumbuh di Himalaya, yang sangat manjur digunakan untuk merapalkan mantra-mantra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Saffron</b></i>, warna kuning yang menyimbulkan kemurnian, kesederhanaan, dan pengasingan diri atas keinginan duniawi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Sankha</b></i>, adalah kerang yang melambangkan asal dari jagat raya bersatu sumber dan suara yang dihasilkan dapat mensucikan tempat pemujaan atau perayaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Satkona</b></i>, adalah bintang persegi enam yang terbentuk oleh dua segitiga yang saling mengait. Setiap sisi segitiga itu menyimbulkan sat (keberadaan mutlak), cit (kesadaran mutlak), dan ananda (kebahagiaan mutlak).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Swastika</b></i>, yang berarti "ini baik", merupakan simbul kesucian, kemakmuran, dan peruntungan yang baik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tripundra</b></i>, yang berarti "tiga tanda", adalah tanda sekte pemujaan terhadap Dewa Siwa, yang melambangkan sifat dari tubuh fisik dan kebutuhan untuk kesempurnaan spiritual.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Trisula</b></i>, adalah tongkat yang memiliki 3 garpu milik Dewa Siwa yang digunakan untuk menghancurkan kejahatan dan perbuatan kejahatan serta melambangkan keinginan (iccha), tindakan (kriya), dan pengetahuan (jnana).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Tanaman Tulasi</b></i>, adalah tanaman yang paling suci yang dianggap dapat menghancurkan kejahatan dan dapat digunakan sebagai pengobatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Urdhapundra</b></i>, adalah tanda sekte pemujaan Dewa Wisnu, yang melambangkan jejak kaki Dewa Wisnu yang terletak di bunga lotus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Vata</b></i>, adalah pohon banyan yang melambangkan tradisi Hindu. Akar pohon banyan melambangkan Weda, Upanisad dan kitab lain. Batangnya melambangkan kesatuan dengan Tuhan dalam perbedaan filsafat Hindu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Vahana</b></i>, dalam bahasa Sansekerta artinya binatang, burung atau manusia, yang digunakan sebagai kendaraan para dewa-dewi dalam mitologi Hindu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i><b>Vibhuti</b></i>, adalah abu suci dari kotoran sapi yang dibakar dengan bahan suci lainnya yang digunakan untuk keperluan upacara dan melambangkan pengasingan diri serta kemurnian. Ketika dibakar, abunya secara simbolis melambangkan alam dan kejadian di dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://www.arjawa.blogspot.com/">Oleh : I Wayan Arjawa, ST____________</a></div><div style="text-align: justify;"><i style="color: #999999;"><b>Dikutip dari berbagai sumber</b></i></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-56835974475782156592011-04-23T22:33:00.000-07:002011-07-06T03:22:45.678-07:00What do You Think About Hari Raya Saraswati?Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu di Indonesia dirayakan setiap 210 hari sekali menurut <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju-d8EbnoO0XOrmnxCbgRAHRkt1zKx-MFfvuajvoqiiisN25WWfEesX9XCKGxXcuj_MeigJE4g4DC1F4YbD2XISkcANP2NarZULxwA3VBps1iVanPN3RxvmhgsEjab8PJgZNqzgrVfDDk/s1600/Bali-news-Saraswati-Day.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 330px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju-d8EbnoO0XOrmnxCbgRAHRkt1zKx-MFfvuajvoqiiisN25WWfEesX9XCKGxXcuj_MeigJE4g4DC1F4YbD2XISkcANP2NarZULxwA3VBps1iVanPN3RxvmhgsEjab8PJgZNqzgrVfDDk/s400/Bali-news-Saraswati-Day.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5599020100365052706" border="0" /></a>kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Watugunung.<br /><div style="text-align: justify;"><br />Arti Kata Sarasvati<br /><br />Kata Sarasvati dalam bahasa Sanskerta dari urat kata Sr yang artinya mengalir. Sarasvati berarti aliran air yang melimpah menuju danau atau kolam.<br /><br />Sarasvati dalam Veda<br /><br />Di dalam RgVeda, Sarasvati dipuji dan dipuja lebih dari delapan puluh re atau mantra pujaan. Ia juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap deva Visvedevah disamping juga dipuja bersamaan dengan Sarasvati.<br /><br />Sarasvati dalam Susastra Hindu di Indonesia<br /><br />Tentang Sarasvati di Indonesia telah dikaji oleh Dr. C. Hooykaas dalam bukunya Agama Tirtha, Five Studies in Hindu-Balinese Religion (1964) dan menggunakan acuan atau sumber kajian adalah tiga jenis naskah, yaitu: Stuti, Tutur dan Kakavin yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sarasvati di Bali dipuja dengan perantaraan stuti, stava atau stotra seperti halnya dengan menggunakan sarana banten (persembahan).<br /><br />Apabila seorangpemangku melakukan pemujaan pada hari Sarasvati, ia <a name='more'></a>mengucapkan dua bait mantra berikut :<br /><br />Om Sarasvati namas tubhyam, varade kama rupini, siddhirambha karisyami, siddhir bhavantu mesada.<br /><br />Pranamya sarya-devana ca, Paramatmanam eva ca, rupa siddhi prayukta ya,, Sarasvati (n) namamy aham.<br /><br />(Sarasvati 1-2.)<br /><br />Hanya Engkaulah yang menganugrahkan pengetahuan yang memberikan kebahagiaan. Engkau pula yang penuh keutamaan dan Engkaulah yang menjadikan segala yang ada.<br /><br />Engkau sesungguhnya permata yang sangat mulia, Engkau keutamaan dari setiap istri yang mulia, Demikian pula tingkah laku seorang anak yang sangat mulia, karena kemuliaan-Mu pula semua yang mulia menyatu.<br /><br />Om Sarasvati namotubhyam<br />varade kama rupini,<br />siddhirambha karisyami<br />siddhir bhavantu mesada<br />(Sarasvatistava I)<br /><br />Om Hyang Vidhi dalam wujud-MU sebagai dewi Sarasvati, pemberi berkah, wujud kasih bagai seorang ibu sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu berhasil atas karuniaMu<br />Pendahuluan<br /><br />Berbagai usaha atau jalan yang terbentang bagi Umat Hindu untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula Tuhan Yang Maha Esa yang sesungguhnya tidak tergambarkan dalam alam pikiran manusia, untuk kepentingan Bhakti, Tuhan Yang Maha Esa digambarkan atau diwujudkan dalam alam pikiran dan materi sebagai Tuhan Yang Berpribadi (personal God). Berbagai aspek kekuasaan dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa dipuja dan diagungkan serta dimohon karunia-Nya untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.<br /><br />Makna Penggambaran Dewi Saraswati<br /><br />Tubuh dan busana putih bersih dan berkilauan. Didalam Brahmavaivarta Purana dinyatakan bahwa warna putih merupakan simbolis dari salah satu Tri Guna, yaitu Sattva-gunatmika dalam kapasitasnya sebagai salah satu dari lima jenis Prakrti. Ilmu pengetahuan diidentikan dengan Sattvam-jnanam.<br /><br />Caturbhuja : memiliki 4 tangan, memegang vina (sejenis gitar), pustaka (kitab suci dan sastra), aksamala (tasbih) dan kumbhaja (bunga teratai). Atribut ini melambangkan : vina (di tangan kanan depan) melambangkan Rta (hukum alam) dan saat alam tercipta muncul nadamelodi (nada - brahman) berupa Om. Suara Om adalah suara musik alam semesta atau musik angkasa. Aksamala (di tangan kanan belakang) melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan dan tanpa keduanya ini manusaia tidak memiliki arti. kainnya yang putih menunjukkanbahwa ilmu itu selalu putih, emngingatkan kita terhadap nilai ilmu yang murni dan tidak tercela (Shakunthala, 1989: 38).<br /><br />Vahana. sarasvati duduk diatas bunga teratai dengan kendaraan angsa atau merak. Angsa adalah sejenis unggas yang sangat cerdas dan dikatakan memiliki sifat kedewataan dan spiritual. Angsa yang gemulai mengingatkan kita terhadap kemampuannya membedakan sekam dengan biji-bijian dari kebenaran ilmu pengetahuan, seperti angsa mampu membedakan antara susu dengan air sebelum meminum yang pertama. Kendaraan yang lain adalh seekor burung merak yang melambangkan kebijaksanaan (Shakunthala, 1989 : 38)..<br />Penutup<br /><br />Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Sarasvati di dalam Veda pada mulanya adalah dewi Sungai yang diyakini amat suci. Dalam perkembangan selanjutnya, Sarasvati adalah dewi Ucap, dewi yang memberikan inspirasi dan kahirnya ia dipuja sebagai dewi ilmu pengetahuan.<br /><br />Perwujudan Dewi Saraswati sebagai dewi yang cantik bertangan empat dengan berbagai atribut yang dipegangnya mengandung makna simbolis bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber ilmu-pengetahuan, sumber wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam kitab suci Catur Veda dan lain-lain menunjukkan bahwa simbolis tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi dengan latar belakang filosofis yang sangat dalam.<br /><br />Demikian semoga Ida Sang Hyang Widhi senantiasa memberikan waranugrahanya berupa inspirasi, kejernihan pikiran serta kerahayuan yang didambakan oleh setiap orang.<br /><br />Om Sarve sukhino bhavantu, sarve santu niramayah, sarve bhadrani pasyantu, ma kascid duhkh bhag bhavet.<br /><br />Ya Tuhan Yang maha Esa, anugrahkanlah semoga semuanya memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Semoga semuanya memperoleh kedamaian. Semoga semuanya memperoleh keutamaan dan semuanya terbebas dari segala duka dan penderitaan.<br /></div><br />Om Santih, Santih, Santih, Om.<br /><br />Sumber:<br />"Sarasvati : Dalam Veda dan Susastra Hindu", oleh: DR. I Made Titib, 1999-2000Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-8629549345630077012011-04-12T22:07:00.000-07:002011-04-12T22:23:27.390-07:00Bhagawad Gita: Gundahnya Sang ArjunaBermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Kreshna. Berkatalah Dhristarashtra :<br /><p style="text-align: justify;"><br /><em><strong>1. Di dataran nan suci ini (dharmakshetra), tanah kebenaran, tanahnya para </strong></em><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF8j90qn7Hyj_oenTwYwyaK_-kQboiwCLobnYiWiSDFgb6PxPkscZ8YbIp9LWggh2JewFAU4G4ykdKJk9h377HRj6ya9M4CaC5096SXVcNFX569Kjs96bsxJf6B2EUcR1MXY0pDzGoIVE/s1600/bhagavad_gita.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 399px; height: 281px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF8j90qn7Hyj_oenTwYwyaK_-kQboiwCLobnYiWiSDFgb6PxPkscZ8YbIp9LWggh2JewFAU4G4ykdKJk9h377HRj6ya9M4CaC5096SXVcNFX569Kjs96bsxJf6B2EUcR1MXY0pDzGoIVE/s400/bhagavad_gita.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5594933476305212002" border="0" /></a><em><strong>Kuru, berkumpullah putra-putraku beserta laskar-laskar mereka, dan juga putra-putra Sang Pandu (Ayahanda Pandawa) bersiap-siap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya.</strong><br /></em><br /><a name='more'></a>(Keterangan) Kurukshetra disebut juga dharmakshetra, terletak di Hastinapura di utara kota New Delhi yang modern dewasa ini. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, kshatrya untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa. Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavat Gita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenarnya yang harus diresapkan oleh sidang pembaca. karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavat Gita. "Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma." Kata dharma berasal dari kata "Dhru" yang berarti "pegang." Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis. tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita.</p><div> </div><p style="text-align: justify;">Bermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Kreshna. Berkatalah Dhristarashtra :<br /><br /><em><strong>1. Di dataran nan suci ini (dharmakshetra), tanah kebenaran, tanahnya para Kuru, berkumpullah putra-putraku beserta laskar-laskar mereka, dan juga putra-putra Sang Pandu (Ayahanda Pandawa) bersiap-siap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya.</strong><br /></em><br />(Keterangan) Kurukshetra disebut juga dharmakshetra, terletak di Hastinapura di utara kota New Delhi yang modern dewasa ini. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, kshatrya untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa. Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavat Gita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenarnya yang harus diresapkan oleh sidang pembaca. karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavat Gita. "Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma." Kata dharma berasal dari kata "Dhru" yang berarti "pegang." Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis. tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita.<br /><br />Dan Kshetra berarti padang, ladang atau medan. Seyogyanyalah kita bertanya pada pribadi kita masing-masing, "apa sajakah yang selama ini yang telah kutanam dan kupetik dalam hidupku ini, dharma ataukah adarma? Bagi yang menanam dharma maka hidupnya akan menghasilkan karunia Ilahi, dan yang telah melakukan adharma maka kita dapat bercermin kepada para Kaurawa. "Bersiap-siap untuk suatu yudha," Kaurawa menginginkan perang, sedangkan para Pandawa sebenarnya menginginkan perdamaian. Sang Kreshna yang Maha Bijaksana berusaha agar perdamaian terwujud, tetapi para Kaurawa selalu menolaknya. maka untuk mempertahankan diri dan menegakkan dharma/kebenaran terpaksalah para Pandawa berperang walaupun dengan laskar yang sedikit. Tetapi yang sedikit ini akhirnya akan menang karena mereka berjalan tegak di jalan kebenaran.<br /><br />Dalam ucapan Dhritarashtra yang mengatakan di atas "tanahnya para Kuru" dan juga '"putra-putraku," tersirat adanya rasa egois atau ahankara (angkara) yang besar. inilah sebenarnya sumber dari segala tragedi dalam hidup ini.</p><p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Berkatalah Sanjaya </span>:<br /><em><strong><br />2. Kemudian pangeran Duryodana, setelah melihat barisan laskar para Pandawa yang teratur rapi, menghampiri gurunya dan berkata.<br /></strong></em><br />Yang dimaksud guru di sini adalah Dronacharya, guru sang Kaurawa dan Pandawa. Di Baratayudha ini Drona mendukung Kaurawa sampai akhir hayatnya.<br /><br /><em><strong>3. Lihatlah wahai guruku, barisan laskar para Pandawa yang telah siap untuk berperang, mereka semua dipimpin oleh murid Sang Guru yang bijaksana, yaitu putra Sang Drupada.</strong></em></p><p style="text-align: justify;">Yang dimaksud "murid yang bijaksana" di sini adalah Dhristadyumna. la adalah putra Raja Drupada dari kerajaan Panchala. Dia diangkat para Pandawa menjadi panglima perang untuk pihak Pandawa; Dhristadyumna sebenarnya masih merupakan saudara ipar para Pandawa Dalam perang ini Resi Dorna akan membunuh Raja Drupada, kemudian Dhristadyumna akan membunuh Drona. Disusul putra Drona yang disebut Asvatama kemudian membunuh Dhristadyumna. Inilah lingkaran karma.<br /><br /><em><strong>4. Di sinilah para pahlawan-pahlawan besar berkumpul, dari Bima, Arjuna dan yang tak kalah kehebatannya yaitu Yuyudana, Virata dan Drupada.<br /><br /></strong></em><em><strong>5. Juga Dhrishtaketu, Chekitana dan raja besar dari Kashi, Purujit, Kuntiboja dan Shaibya, semuanya pendekar-pendekar nan sakti wirawan.<br /><br /></strong></em><em><strong>6. Juga yang gagah berani yaitu, Yudhamanyu dan Uttamauja, Saubadra dan putra-putra Draupadi.</strong></em></p><p style="text-align: justify;"><strong>Bima</strong> : Putra kedua dari Pandu. yang kedua dari para Pandawa.<br /><strong>Arjuna</strong> : Yang ketiga dari Pandawa bersaudara, dan yang paling dikasihi Sang Kreshna.<br /><strong>Yuyudana</strong> : Disebut Juga Setyaki. pahlawan yang gagah perkasa.<br /><strong>Virata</strong>: Raja dari Matsya-desha. seorang raja nan arif bijaksana. Selama pengasingan para Pandawa di hutan (13 tahun lamanya), tahun terakhir pengasingan ini para Pandawa menyamar dan bersembunyi di istana Raja Virata. Alkisah putri sang raja kemudian dikawinkan dengan Abimanyu, putra Arjuna.<br /><strong>Dhristaketu</strong>: Putra Sishupala, raja dari Chedi-desha.<br /><strong>Chekitana</strong>: Salah satu pendekar yang gagah berani yang memimpin salah satu dari tujuh divisi laskar Pandawa.<br /><strong>Purujit dan Kuntibhoja</strong>: Saudara-saudara laki dari ibu Kunti, ibunya sang Pandawa,<br /><strong>Shaibya</strong>: Raja suku Sibi. Duryodana menyebutnya sebagai banteng diantara manusia, karena ia adalah seorang pendekar sakti yang bertenaga luar biasa.<br /><strong>Yudhamanyu dan Uttamauja</strong>: Pangeran-pangeran dari Panchala, juga merupakan pendekar-pendekar nan sakti-wirawan. Keduanya dibunuh Ashvathama sewaktu sedang tidur.<br /><strong>Saubhadra</strong>: Putra Arjuna dan Subadra (adik sang Kreshna). la dikenal juga dengan nama Abimanyu. Dalam perang ini ia memperlihatkan kepahlawanannya yang luar biasa.<br /></p><strong>Putra-putra Draupadi</strong>: Mereka berjumlah lima orang, yaitu Prativindhya, Srutasoma, Srutakirtti, Satanika dan Srutukarman.<br /><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Pendekar-pendekar di atas semuanya kalau bekerja untuk perdamaian niscaya akan menghasilkan suatu suasana damai bagi semuanya, tetapi rupanya takdir menentukan yang lain, dan itulah misteri Ilahi yang tak akan mungkin terjangkau oleh kita manusia ini.</p><div style="text-align: justify;"><em><strong>7. Ketahuilah juga, oh Engkau yang teragung di antara yang dilahirkan dua kali, pemimpin-pemimpin dan pendekar-pendekar di pihak kami, akan kusebutkan mereka demi Engkau yang kuhormati,</strong></em><br /><em><strong></strong></em><br /><em></em>"Yang teragung diantara yang dilahirkan dua kali" adalah ungkapan yang ditujukan kepada Resi Drona, karena sang resi ini adalah seorang brahmana dan biasanya kaum brahmana dianggap lahir dua kali. Maksudnya: pertama seorang brahmana harus lahir di dunia fana ini, tetapi di dunia ini ia harus menjalani kehidupan kebatinan demi Sang Maha Esa, jadi "lahir" lagi dengan meninggalkan semua nafsu keduniawian demi pengabdiannya ke masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah tugas seorang Brahmana seharusnya.<br /></div><p style="text-align: justify;"><em><strong>8. Pertama-tama Dikau yang mulia Drona, kemudian Bhisma, Karna dan Kripa yang tak terkalahkan dalam setiap yudha, juga Ashvatama, Vihana dan putra Somadatta.</strong></em></p><p style="text-align: justify;"><em><strong>9. Dan banyak lagi pahlawan-pahlawan lainnya yang bersedia mengorbankan jiwa-raga mereka, bersenjatakan berbagai senjata-senjata yang sakti, kesemuanya ahli-ahli perang yang tiada taranya.</strong></em></p><p style="text-align: justify;"><strong>• Bhisma</strong>: Pendekar tua yang ditunjuk menjadi panglima tertinggi di pihak Kaurawa, yang sebenarnya masih "kakek" para Kaurawa dan Pandawa, Bhismalah sebenarnya yang membesarkan raja Dhristarashtra dan para Kaurawa-Pandawa. Beliau amat mencintai para Pandawa, tetapi dalam perang ini beliau berpihak kepada para Kaurawa karena berhutang budi dan setia kepada Kaurawa sesuai dengan janjinya. Tetapi Bhisma pernah bersumpah dihadapan Duryodana tak akan pernah membunuh para Pandawa; dalam perang Baratayudha ini Bhisma membuktikan kehebatannya sampai akhir hayatnya.</p><p style="text-align: justify;"><br /><strong>• Karna</strong>: Saudara tiri para Pandawa, adalah teman akrab Duryodana. Oleh Duryodana, Karna diangkat menjadi raja Anga (sekarang disebut daerah Bengal di India). Sebenarnya Karna adalah seorang kshatrya maha-sakti yang penuh dengan kasih-sayang kepada sesamanya, tetapi terikat sumpah setianya kepada Duryodana maka ia memilih pihak Kaurawa, Setelah matinya Drona, Karna diangkat menjadi panglima tertinggi Kaurawa tetapi hanya berlangsung dua hari saja, karena kemudian ia mati di tangan Arjuna, saudara tirinya sendiri. Beginilah kehendak Dewata.<br /><strong>• Kripa</strong>: Saudara ipar resi Drona. Ia adalah diantara tiga pendekar dari pihak Kaurawa yang tidak gugur dalam perang Baratayudha.<br /><strong>• Ahsvatama</strong>: Putra resi Drona, juga salah seorang panglima perangnya Kaurawa yang terkenal liciknya.<br /><strong>• Vikarna:</strong> Putra ketiga raja Dhristarashtra, adik Duryodana.<br />•<strong> Putra Somadatta</strong>: Somadatta adalah raja dari negara Bahikas yang membantu Kaurawa.</p><p style="text-align: justify;"> <strong><em>10. Tak terhitung jumlah laskar kita yang dipimpin oleh Sang Bhisma, sedangkan dipihak mereka (Pandawa) yang dipimpin oleh Bima, jumlah laskar mereka sangat mudah untuk dihitung.<br /></em><br /></strong>Sebenarnya jumlah tentara Kaurawa memang lebih banyak dari pihak Pandawa, kabarnya Kaurawa mempunyai laskar lebih banyak empat divisi dibandingkan pihak Pandawa. Ada juga yang menyebutnya berlipat ganda.<br /><br /><strong><em>11. Dan telah diatur sedemikian rupa sehingga setiap pendekar dan pimpinan divisi berada pada posisi masing-masing dan menjaga Bhisma dengan baik.<br /></em></strong><br />Oleh sementara ahli, ucapan-ucapan Duryodana di atas dianggap juga sebagai ungkapan rasa khawatir Duryodana yang merasa di pihak Pandawa terdapat lebih banyak pahlawan-pahlawan sakti, walaupun jumlah laskar mereka lebih sedikit.<br /><br /><strong><em>12. Untuk memberi semangat kepada Duryodana, Sang Bhisma yang bijaksana meniup sangkalalanya yang mengeluarkan suara seakan-akan auman dahsyat seekor singa.<br /><br />13. Kemudian dari segala penjuru tambur-tambur dan sangkalala dibunyikan oleh semua pihak, dan hiruk-pikuklah suasana waktu itu dipenuhi suara-suara ini.<br /></em></strong><br /><strong><em>14. Kemudian, duduk di kereta perang nan agung, dengan pasangan-pasangan kuda-kuda putih, Sang Kreshna dan Arjuna masing-masing meniup sangkalala mereka.<br /></em></strong><br /><strong><em>15. Sang Kreshna meniup sangkalalanya yang bernama Panchjanya, dan Arjuna meniup sangkalalanya yang bernama Devadatta, sedangkan Bhima yang perkasa meniup sangkalalanya yang nampak besar, kekar dan kuat, bernama Paundra,</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>16. Raja Yudhistira, putra ibu Kunti, meniup Anantawijaya, Nakula dan Sahadewa masing-masing meniup Sugosha dan Manipuspaka.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em></em></strong>• <span style="font-weight: bold;">Raja Yudhistira</span>: Yang tertua di antara Pandawa adalah seorang maha-raja yang berwatak tenang, penuh kasih-sayang dan amat bijaksana dalam segala tindak-tanduknya, tak pernah bohong dalam segala hal. Beliau dikenal lebih sebagai seorang negarawan daripada seorang pendekar yang gemar berperang. Sangkalala yang dimilikinya disebut Anantavijaya yang berarti "kemenangan tanpa akhir" atau juga disebut "suara-kemenangan."</p><p style="text-align: justify;"><br />• <span style="font-weight: bold;">Nakula</span>: Putra keempat Pandawa dikenal amat mahir berkuda, sangkalalanya bernama Sagosha yang berarti "bersuara indah."</p><p style="text-align: justify;"><br />• <span style="font-weight: bold;">Sahadewa (Sadewa)</span>: Putra Pandu yang paling bungsu memiliki sangkalala yang bernama Manipuspaka yang berarti "mutiara yang mekar" atau "bunga-bunga mutiara," karena sangkalala yang satu ini teramat indahnya, selain bentuknya laksana mutiara ditaburi pula dengan mutiara-mutiara asli yang indah.<br /><br /><strong><em>17. Juga yang ikut meniup sangkalalanya masing-masing adalah raja dari Kashi yang memimpin laskar pemanah, kemudian Sikhandi (Srikandi) yang gagah perkasa, Dhristadyumna, Virata dan Satyaki (Setiaki) yang tak terkalahkan.<br /></em></strong><br /><strong><em>18. Juga Drupada dan putra-putra Draupadi, dan juga Saubhadra, semuanya meniup sangkalala mereka dari setiap jurusan.<br /><br /></em></strong>Shikandi (Srikandi) di India sering disebut juga sebagai putra raja (sebenarnya ia seorang banci) Drupada, di Indonesia ia dikenal sebagai pahlawan wanita, merupakan titisan dewi Amba yang menuntut balas kepada Bhisma. Panahnya akan menghabisi nyawa Bhisma dalam perang ini. Satyaki adalah sais kereta perang pribadi Sang Kreshna.<br /><br /><strong><em>19. Suara-suara dahsyat sangkalala-sangkalala ini memenuhi langit dan bumi tanpa henti-hentinya dan menjatuhkan semangat putra-putra Kaurawa.<br /></em></strong><br /><strong><em>20. Kemudian Arjuna yang di kereta perangnya terdapat panji bergambarkan Hanoman, memandang ke arah putra-putra Dhristarashtra yang telah siap untuk berperang; dan tak lama kemudian ketika perang akan segera dimulai, Arjuna memungut busur panahnya.<br /></em></strong><br /><strong><em>21. Dan berkata kepada Sang Kreshna:<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><em>Berkatalah Arjuna :<br /></em></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>22. Ingin kulihat semua yang ada di medan ini, mereka yang telah bersiap-siap untuk berperang, dengan siapa aku nanti harus berlaga.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>23. Ingin kulihat mereka-mereka yang berkumpul di sini, yang berhasrat untuk mendapatkan sesuatu yang berharga bagi putra-putra Dhristarashtra yang berhati iblis itu.</em></strong></p><div style="text-align: justify;"><em></em><span style="font-weight: bold;">Berkatalah Sanjaya :</span><em style="font-weight: bold;"></em><br /><em><p><strong>24. Setelah Arjuna selesai dengan kata-katanya, Sang Kreshna pun mengarahkan kereta perangnya, kereta yang terbaik diantara semua kereta-kereta perang, ke tengah-tengah, diantara kedua laskar yang berbaris rapi.</strong></p></em><strong><em>25. Di hadapan Bhisma, Drona dan pendekar-pendekar lainnya.</em></strong></div><p style="text-align: justify;"><strong><em>Berkatalah Kreshna :<br />Lihatlah, oh Arjuna, para Kuru yang sedang berkumpul (di sini).<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>26. Dan Arjuna pun melihat paman-pamannnya, para sesepuh (kakek-kakek), guru-guru, saudara-saudara dari ibunya, putra-putra dan para cucu, misan dan sahabat-sahabatnya, berdiri berbaris rapi.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>27. Juga terlihat ayah-mertuanya dan para teman yang terdapat di kedua belah pihak. Melihat jajaran sanak-saudaranya yang berbaris rapi ini, Arjuna.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>28. Tergetar penuh dengan rasa iba dan berkata pilu.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>Berkatalah Arjuna :<br />Melihat jajaran keluargaku ini, oh Kreshna, bersiap-siap untuk berperang.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>29. Sendi-sendi badanku terasa lemas dan bibirku terasa rapat, seluruh tubuhku tergetar dan rambutku tegak berdiri.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>30. Busur Gandivaku terlepas dari tanganku dan seluruh kulitku terasa terbakar; tak kuat aku berdiri tegak lagi; kepalaku serasa berputar-putar.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>31. Dan kulihat pertanda iblis, oh Kreshna! Tak kulihat sesuatu apapun yang baik dengan membunuh sanak-saudaraku dalam perang ini.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>32. Tak kuinginkan kemenangan, oh Kreshna, tidak juga aku menginginkan kerajaan atau pun kesenangan-kesenangan. Apakah arti sebuah kerajaan untuk kami, oh Kreshna, atau pun apakah arti dari kesenangan bahkan hidup ini ?<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>33. Mereka-mereka ini sekarang berjajar rapi untuk mengorbankan hidup dan harta-benda mereka, sedangkan kami menginginkan kerajaan, kemewahan dan kesenangan, bukankah sebenarnya semua itu diperjuangkan untuk mereka juga.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>34. Yang terdiri dari para guru, ayah, putra-putra dan para kakek, paman, mertua, cucu, saudara-saudara ipar dan sanak-saudara lainnya.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>35. Aku tak akan membunuh siapapun juga, walaupun aku sendiri boleh mati terbunuh, oh Kreshna, takkan kuberperang walaupun aku sanggup mendapatkan ketiga dunia ini; apalagi hanya untuk satu yang bersifat duniawi ini ?<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>36. Setelah membantai putra-putra Dhristarastra, kenikmatan apakah yang dapat kita miliki, wahai Kreshna? Setelah membunuh penjahat-penjahat ini, kita sendiri akan tercemar oleh dosa-dosa ini.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>37. Tak benar bagi kita untuk membunuh sanak-saudara sendiri, yaitu putra-putra Dhristarashtra. Sebenarnya, wahai Kreshna, mana mungkin kita 'kan bahagia dengan membunuh keluarga kita sendiri?<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;">Arjuna adalah seorang pahlawan besar, tetapi menghadapi situasi yang unik ini, ia terhempas ke dalam suatu keragu-raguan yang dalam. Arjuna ke Kurukshetra untuk berperang tetapi tiba-tiba ia tak sampai hati untuk membunuh sanak saudaranya sendiri, walaupun ia tahu mereka-mereka ini berhati iblis. Tiba-tiba ia ragu untuk maju, gundahlah Arjuna dalam "ke akuan" nya. Bukanlah kita manusia ini sering juga mengalami tekanan-batin yang berat dalam mengambil suatu keputusan yang maha-penting ? Bukankah rasa iba sering kali membuka pintu kelemahan kita dan mengantarkan kita ke arah kehancuran itu sendiri'1 Itu semua karena kita terikat akan sanak-keluarga, harta-benda, nama posisi kita dalam masyarakat. Menjadi budak dari adat-istiadat demi kepentingan egois orang lainnya.</p><p style="text-align: justify;">Arjuna terjebak oleh rasa ibanya, oleh adat-istiadat dan simbol-simbol duniawi. Ia lupa tugas manusia sesungguhnya adalah demi dan untuk Yang Maha Esa, dan jalan ke Dia berarti meninggalkan semua milik duniawinya baik yang berbentuk konkrit (nyata) maupun yang berbentuk abstrak. Dalam agama Kristen kita menjumpai suatu persamaan dalam hal ini, Nabi Isa (Yesus) pernah bersabda: "Seandainya seseorang datang kepadaKu tetapi belum bersedia meninggalkan ayah-bundanya, anak-istrinya, dan saudara-saudaranya, maka ia tidak akan menjadi muridKu." Begitu pun dalam agama Hindu sering kita jumpai tokoh-tokoh spiritual di masa-masa yang silam yang harus meninggalkan "semua miliknya," kalau sudah memilih jalanNya. </p><p style="text-align: justify;">Ini bukan berarti Sang Kreshna mengecam "rasa-iba" atau perasaan "simpati" atas penderitaan seseorang: rasa-iba sebenarnya adalah sifat seorang yang satvik, tetapi rasa-iba yang sejati menurut versi Bhagavat Gita adalah yang tanpa moha, yaitu keterikatan secara duniawi. Rasa iba yang sejati adalah ekspresi dari cinta atau kasih sayang dari seseorang yang penuh dengan rasa "welas-asih," dan tidak seseorang pun akan dapat mencintai sesuatu/seseorang dengan sejati tanpa memasuki "sinar pengetahuan Ilahi," dan bersedia berjalan lurus (tanpa keterikatan duniawi apapun juga) di jalannya sang dharma. </p><p style="text-align: justify;">Di atas, untuk sejenak Arjuna rupanya lupa akan dharmanya. Arjuna lupa dan belum sadar bahwa sanak-saudaranya yang sebenarnya bukanlah yang lahir secara fisik sebagai adik, kakak, ayah, ibu, paman, kakek, dsb, tetapi sanak-saudara yang sejati adalah mereka yang mencintai Yang Maha Esa dan jalan di jalan lurus Sang Dharma. Merekalah sanak-saudara kita yang sejati, tulus dan seiman dalam naungan Yang Maha Esa.</p><p style="text-align: justify;">Arjuna masih hilang dalam kealpaannya. la lupa bahwa dharma mengharuskan seseorang untuk melaksanakan semua kehendak Yang Maha Esa tanpa pamrih, sama sekali tanpa imbalan sesuatu apapun juga baik itu pahala atau pintu surga, tanpa apapun juga, titik. Hanya bekerja untuk dan demi Dia! Rasa iba yang sejati harus didasarkan atas dharma. Sang Rama sendiri untuk menegakkan dharma berperang melawan Rahwana, dan di Bhagavat Gita Sang Kreshna menganjurkan jalan yang sama kepada Arjuna, agar Arjuna lepas dari choka (kesedihan) dan moha (keterikatan atau cinta duniawi).</p><p style="text-align: justify;">Di dalam Bhagavat Gita ajaran penting yang tersirat adalah "bunuhlah atau kekanglah pintu-pintu nafsumu." Agama-agama yang lain pun selalu mengajarkan hal yang sama: Zoroaster misalnya mengatakan "berperanglah terhadap iblis tanpa henti-hentinya," Sang Buddha berperang dengan Sang Mara, Yesus berperang dengan Syaitan, dan masih banyak contoh dari agama-agama yang lain. Arjuna di atas masih lupa bahwa ia harus berperang melawan Duryodana demi tegaknya dharma.</p><p style="text-align: justify;"><strong><em>38. Dengan hati yang dikuasai oleh keserakahan, maka tidak terlihatlah kesalahan ini yang akan mengakibatkan hancurnya keluarga kita dan penghianatan atas teman-teman dan para sahabat.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>39. Mengapa kita tidak memiliki kebijaksanaan untuk menjauhi dosa semacam ini, wahai Kreshna - bukankah kita melihat kesalahan ini akan mengakibatkan kehancuran keluarga kita?<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;">Arjuna masih menilai bahwa sesuatu kewajiban harus dilaksanakan dengan memikirkan imbalan yang duniawi sifatnya. Sedangkan dharma yang sejati tidak menuntut apa-apa. Dharma harus ditegakkan demi Yang Maha Kuasa, dan apapun yang diberikanNya sesudah itu, baik yang menyenangkan untuk kita atau yang membuat kita menderita karenanya, haruslah diterima sebagai pemberianNya. Dan itu harus ihlas, tanpa pamrih. Semua dharma kita adalah kewajiban dan persembahan kita kepadaNya, bahkan harus penuh dengan tanggung-jawab yang tulus kepadaNya bukan kepada kehendak unsur-unsur duniawi yang banyak terdapat disekitar kita, yang kalau dihitung seakan-akan tiada habisnya.<br /></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>40. Dengan hancurnya sebuah keluarga, hancurlah juga semua tradisi-tradisi lama kita (kuladharma), dan dengan hancurnya tradisi-tradisi, larangan dan segala peraturan-peraturan nenek-moyang kita, maka kekacauan akan menguasai keluarga kita semuanya.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>41. Dan kalau kekacauan ini (adharma) berkelanjutan, maka wahai Kreshna, wanita-wanita dalam keluarga ini akan berjalan serong. Dan kalau para wanita kita telah berlaku serong, oh Kreshna akan terjadi percampuran dalam sistim kasta.<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;">Arjuna amat khawatir bahwa kehancuran dalam keluarga besar mereka akan menghancurkan juga nilai-nilai lama tradisi mereka, dan lebih dari itu, juga akan menghancurkan sistim kasta yang mereka pegang teguh.<br /></p><p style="text-align: justify;">Di dalam Bhagavat Gita, kita akan menemukan bahwa sistim kasta yang dianut secara diskriminasi adalah salah, suatu yang tidak senafas dengan inti ajaran Bhagavat Gita. Peranan wanita dalam agama Hindu sebenarnya sangat vital dan suci, nasib sesuatu bangsa maupun keluarga sering sekali ditentukan oleh peranan seorang wanita yang dalam hal ini bisa berupa seorang ibu, istri, dan sebagainya. Tidaklah mengherankan kalau Arjuna sangat gundah akan hancurnya moral para wanita dalam keluarga besar mereka. Semenjak masa silam, para wanita dalam agama Hindu selalu mendapatkan posisi yang agung dan suci, penuh tugas untuk dharma. Derajat mereka sebenarnya lebih suci dari para pria dan nilai mereka lebih tinggi. Ini dapat dibuktikan dari kedudukan para dewa-dewi dalam legenda-legenda Hindu, juga suatu upacara suci tidak akan sah kalau tidak dihadiri seorang wanita, juga peranan gadis-gadis yang masih suci amatlah vital dalam upacara untuk para leluhur dan tentunya masih sekian banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita baca sendiri di epik Mahabarata dan Ramayana di mana peranan wanita amat menonjol penuh kebajikan.</p><p style="text-align: justify;"><strong><em>42. Dan kekacauan ini akan menjerumuskan, baik keluarga kita maupun yang menghancurkan nilai-nilai tradisi, ke neraka. Dan arwah para leluhur pun akan terabaikan karena tak akan mendapatkan air dan sesajen (yang berbentuk bulatan terbuat dari beras).<br /></em></strong></p><p style="text-align: justify;">Arjuna amat khawatir kalau peperangan ini akhirnya malah merusak nilai-nilai tradisi lama dan agama mereka, sehingga arwah para leluhur pun ikut makan getahnya dengan tidak mendapatkan sesajen lagi. Biasanya para wanitalah yang mengatur sesajen ini pada upacara-upacara keagamaan tertentu. Kalau wanita-wanita dalam keluarga mereka sudah tidak setia lagi kepada leluhur mereka tentu akan timbul kekacauan dalam tradisi ini, pikir Arjuna. Upacara sesajen untuk para leluhur disebut shraddha.</p><p style="text-align: justify;"><strong><em>43. Karena ulah yang menghancurkan keluarga kita ini, terciptalah kekacauan dalam sistim varna (kasta) yang ada dalam tradisi kaum kita dan hancurlah keluarga ini.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>44. Dan kami dengar, wahai Kreshna, bahwa barang siapa kehilangan nilai-nilai tradisi keluarga, mereka akan tinggal di neraka.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>45. Aduh, Betapa besarnya dosa yang harus kita pikul dengan membunuh sanak-keluarga hanya demi kemewahan sebuah kerajaan.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>46. Lebih baik aku dibantai putra-putra Dhristarastra dengan senjata mereka, dan tak akan kulawan mereka.</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>Berkatalah Sanjaya :</em></strong></p><p style="text-align: justify;"><strong><em>47. Setelah mengatakan hal-hal tersebut (di medan perang), Arjuna terjatuh ke sandaran kursi (kereta perangnya), dan menghempaskan panah serta busurnya; seluruh jiwanya tercekam dengan rasa gundah-gulana.</em></strong></p><p style="text-align: justify;">Arjuna sebenamya adalah seorang kshatrya yang bersih, tetapi pada saat ini hatinya diselimuti awan tebal. la sebenarnya, seakan-akan berbicara tentang vairagya (penyerahan diri secara total), tetapi hal ini dilakukannya karena keterikatannya kepada sanak-keluarga dan harta duniawi, bukan vairagya kepada Yang Maha Esa. </p><p style="text-align: justify;">Banyak yang bertanya apa perbedaan antara cinta (moha) dan cinta-sejati? Yang pertama adalah kulit luarnya yang selalu terikat pada sesuatu benda atau seseorang secara duniawi, sedangkan cinta-sejati adalah suatu ekspresi dari suatu kesadaran yang dianugerahkan oleh Yang Maha Esa kepada kita semuanya yang sebenarnya penuh dengan rasio, pertimbangan, dan perhitungan yang penuh tanggung jawab baik kepada masyarakat maupun Yang Maha Pencipta. </p><p style="text-align: justify;">Cinta sejati tidak terikat pada batas-batas pribadi seseorang. Arjuna tidak dapat berperang karena ia masih terikat dalam batas-batas "miliknya," ia masih mencintai semua sanak-keluarganya dalam batas duniawi. Arjuna lupa akan akhir hidup kita semuanya, tidak ada sesuatu apapun yang akan kita bawa kembali ke alam sana, karenanya Arjuna masih harus belajar tentang nishkama-karma (sesuatu tindakan atau pekerjaan tanpa mengharapkan pamrih).<br /></p><p style="text-align: justify;">Sang Kreshna maklum Arjuna sedang mengalami depresi mental yang sangat berat, Beliaupun memulai ajaran-ajaranNya demi membangun lagi jiwa-raga Arjuna agar terjun lagi penuh semangat dan vitalitas untuk menghadapi hidup ini yang penuh dengan segala cobaan tetapi juga tugas-tugas dari Yang Maha Pencipta untuk kita semua.<br /></p><p style="text-align: justify;">Inti ajaran Bhagavat Gita adalah, pembinaan mental diri kita sendiri secara batin. Gita mengingatkan dan sekaligus mengajarkan bahwa kelemahan adalah dosa; sesuatu kekuatan diri haruslah dibina dengan disiplin yang kuat dan tanpa pamrih. Kekuatan ini harus bersih dari segala unsur-unsur duniawi dan penuh dengan gairah hidup demi dharma kita kepadaNya. Pesan Sang Kreshna dalam Bhagavat Gita adalah "berdirilah dan berperanglah melawan kebatilan." Hidup adalah perjuangan demi nilai-nilai kebenaran; hidup juga adalah sebuah kuil atau pura dari pemujaan kita kepadaNya tanpa pamrih. Maju terus pantang mundur demi dharma-bhaktimu kepadaNya, bukan kepada hasrat-hasrat pribadimu dalam bentuk apapun juga.</p><p style="text-align: justify;">Dalam Upanishad Bhagavat Gita, bab yang pertama ini disebut sebagai Ilmu-Pengetahuan tentang Ilahi, sebuah Karya Sastra yang berbentuk dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna yang disebut juga Arjuna Vishada Yoga atau Yoga Sang Arjuna dalam Kedukaannya.<br /></p><p style="text-align: justify;">Bab pertama disebut "Vishada Yoga." Vishada berarti depresi (karena duka), yoga di sini berarti bagian atau bab. Vishada yoga adalah permulaan dari Bhagavat Gita. Sebenarnya kalau ditelaah secara mendalam, maka rasa depresi atau Vishada ini adalah anak tangga pertama menuju ke kehidupan spirituil atau kebatinan. Setiap manusia harus mengalaminya setelah tersandung dalam berbagai aspek kehidupannya yang gagal, dan masuklah ia kemudian ke dalam suatu kegelapan seakan akan tanpa jalan keluar, kemudian barulah ia meniti secara perlahan dari gelap menuju ke terang. Dalam setiap depresi ini kalau sudah tidak terlihat jalan keluar maka kita akan berteriak dalam kedukaan yang amat dalam: "Apakah arti kehidupan ini? Apakah arti semuanya ini? Mengapa kita harus dilahirkan? Kemana kita akan pergi sesudah mati nanti? Dan sering sekali kita mengucapkan, "Oh Tuhanku mengapa Kau lupakan daku?" Mengapa Kau tinggalkan daku sendiri dalam duka ini?" dan "Oh Tuhan Dikau tak adil pada ku?" dan lain sebagainya, sebagai tanda-tanda frustrasi dalam diri kita,<br /></p><p style="text-align: justify;">Setiap manusia kemudian harus masuk ke dalam suatu keheningan sebelum ia kemudian melangkah masuk dalam suatu bentuk ilmu pengetahuan tentang dirinya sendiri. Dalam keheningan ini setelah membunuh atau menguasai semua bentuk rasa egonya baik yang berbentuk positif (baik) maupun negatif (buruk), ia akan menemukan bahwa ia tidak berdiri sendiri dan semua ini ada yang mengatur. la akan menemukanNya, yang selalu mengayominya, menuntunnya dan kasih-sayang kepadanya. la (Yang Maha Esa) selalu hadir dalam setiap agama dengan bentuk dan versi yang berlainan sesuai dengan kepercayaan masing-masing individu; dalam Hindhu Dharma Ialah Sang Kreshna (Ilahi dalam bentuk manusia), Sang Penuntun jalan kehidupan kita. Camkanlah bahwa untuk mendapatkan penerangan, seseorang melalui jalan takdir biasanya harus mengalami kegelapan dulu. Begitu juga Arjuna dan begitu juga kita manusia, sampai suatu saat nanti, kita pun, seperti Sang Arjuna akan mengucapkan:<br /></p><p><strong><em>Engkaulah yang Terutama,<br />Engkaulah Tujuan yang Tertinggi,<br />Dari ujung ke ujung Kau penuhi alam semesta ini,<br />Oh Dikau Bentuk yang Tanpa Batas (Anantarupam). [XI, 38]</em></strong></p><br /><div style="text-align: right; color: rgb(192, 192, 192); font-style: italic;">sumber : PHDI</div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-7574422451679517902011-04-01T00:45:00.000-07:002011-04-12T22:26:54.595-07:00Rahasia Sukses (Mahaguru dalam Dunia Properti) Ciputra: "Wisdom, Integrity, Innovation"<span style="font-weight: bold;">Jumat, 1 April 2011 | 06:34 WIB</span><br /><br /><strong></strong><div style="text-align: justify;"> Ciputra adalah mahaguru dalam dunia properti. Ia memulai usaha properti sejak tahun 1961 <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4bHS5fLz7rcOhLThNezuO7VTvt6qUJW5GqJS2UG6PyQI2sQLUHv81wNt-sGRZSzBt0ZsQ42DYxhLvLQ31wDWWs6CzogTne0Z3m3wd3FgwBgkQVkQxo4BzOCJSIjQmt0_1ToEoL2adLKw/s1600/ciputra.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 299px; height: 149px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4bHS5fLz7rcOhLThNezuO7VTvt6qUJW5GqJS2UG6PyQI2sQLUHv81wNt-sGRZSzBt0ZsQ42DYxhLvLQ31wDWWs6CzogTne0Z3m3wd3FgwBgkQVkQxo4BzOCJSIjQmt0_1ToEoL2adLKw/s400/ciputra.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5590523214591913698" border="0" /></a>atau setengah abad yang lalu. Ciputra memulai dari Grup Jaya, tempat ia bermitra dengan Pemda DKI Jakarta. Tahun 1971, Ciputra mendirikan Metropolitan Kencana, bermitra dengan kawan-kawan sekolahnya. Pada tahun 1981, Ciputra membangun Grup Ciputra, perusahaan keluarga, yang dikendalikan anak, menantu, cucu, dan para profesional.<br /><br />Berikut ini wawancara khusus dengan <strong>Dr Ir Ciputra,</strong> Presiden Komisaris Grup Ciputra, oleh <strong>Robert Adhi Kusumaputra </strong>dari <em>Kompas.com</em>, sambil makan siang di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, didampingi menantunya, <strong>Harun Hajadi</strong>, dan Direktur Ciputra <strong>Tulus Santoso. </strong></div><p style="text-align: justify;"><strong>Pak Ciputra selalu sukses membangun di banyak kota dan di mancanegara serta bermitra dengan pihak mana pun. Apa rahasianya Pak Ci?</strong> <em><br /><br />Partnership.</em> Waktu memulai usaha, saya bermitra dengan Hasjim Ning. Di Grup Jaya, saya bermitra dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di Metropolitan Land, saya bermitra dengan kawan-kawan kuliah dan kalangan lainnya. Dan di <a name='more'></a>Grup Ciputra, saya bermitra dengan anak, menantu, dan cucu, juga dengan kaum profesional.</p><p style="text-align: justify;">Di luar negeri, saya bermitra dengan pengusaha lokal di Vietnam, Kamboja, India, dan China. Di Kamboja, mitra saya seorang jenderal, sekarang sudah pensiun. Demikian pula di banyak kota di Indonesia, kami bermitra dengan pengusaha lokal. Tahun 2011, Grup Ciputra akan membangun di 30 kota di Indonesia. Jadi, <em>partnership</em> sangat penting. Umumnya, mengembangkan usaha dengan mitra berhasil, meskipun sulit.</p><p style="text-align: justify;">Untuk bisa berhasil, dibutuhkan tiga hal, yaitu <em>wisdom, integrity, innovation.</em> Integritas hal yang sangat penting karena itu mata uang yang berlaku di mana pun.</p><p style="text-align: justify;">Kalau mau berhasil menjadi <em>leader,</em> kita harus bisa menjadi hamba, melayani, dan memberi. Memang ada mitra yang sulit bekerja sama. Namun, kita harus menunjukkan toleransi lebih dahulu sehingga semua persoalan bisa diselesaikan dengan baik. Karena itulah, tak pernah persoalan berlanjut ke pengadilan. Hanya ada satu proyek yang bermasalah, tapi tujuan si penggugat adalah uang. Jadi, setelah dibereskan, semua berjalan baik.</p><p style="text-align: justify;">Dan saya membuat 10 perusahaan yang saya dirikan, tujuh di antaranya perusahaan properti, <em>go public</em>, yaitu Jaya Property, Jaya Ancol, Jaya Konstruksi, Metropolitan Kencana, Ciputra Development, Ciputra Property, dan Ciputra Surya. Tiga perusahaan lainnya non-properti, yaitu Metrodata, Grafiti Press, dan Branta Mulia. Tahun 2011, akan tambah dua perusahaan lagi.</p><p style="text-align: justify;">Kami membangun rumah, tak pernah meninggalkan di tengah jalan. Target kami menjadi <em>top of mind</em>. Setiap kali orang datang ke sebuah kota, yang diingat adalah perumahan Ciputra. Tahun ini kami menargetkan membangun di 30 kota. Jumlah proyek yang dibangun, jika ditambah dengan Jaya dan Metropolitan, menjadi sekitar 50 proyek.</p><p style="text-align: justify;">Di setiap kota yang kami datangi, kami berkomitmen untuk terus membangun. Jadi, kami mengambil dividen 30 persen, lalu 70 persennya kami gunakan untuk re-investasi, membangun kota baru lagi. Selalu begitu. Inovasi dan <em>entrepreneurship</em> (kewairausahaan), serta semangat dan keyakinan, juga sangat penting.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Pak Ci selalu berdoa dan bersyukur untuk segala yang Pak Ci lakukan, berikan, dan dapatkan. Berapa lama Pak Ci menyempatkan diri berdoa?</strong><br /><br />Kita hidup tidak hanya untuk diberkati, tapi juga memberkati, menjadi berkat bagi banyak orang. Ada orang yang berhemat, tapi uangnya tidak bertambah. Tapi ada orang yang terus memberi, uangnya terus bertambah. Ini tersurat dalam Amsal.</p><p style="text-align: justify;">Saya menekuni membaca Alkitab setiap hari, pagi hari saat bangun tidur 45 menit, sedangkan tengah malam, antara 45 menit dan 1 jam. Membaca Alkitab sangat penting karena semua yang kita lakukan terinspirasi dari sana. Misalnya, saya takut berbuat curang karena saya takut kepada Tuhan.</p><p style="text-align: justify;">Jadi saya yakin saya sukses karena bimbingan Tuhan. Kalau kita berbuat curang, Roh Kudus akan keluar dari dalam diri kita dan kita akan didiami delapan setan yang baru; mungkin bisa sukses, tapi hanya sementara di dunia.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Selain sibuk berbisnis, apa yang dilakukan Pak Ci melalui perusahaan untuk memajukan bidang lain, seperti pendidikan dan olahraga?</strong><br /><br />Bagian dari CSR perusahaan, seperti di Jaya, membangun klub bulu tangkis Jaya. Klub ini menyumbang tiga medali emas Olimpiade yang diraih oleh Susi Susanti, Tony-Chandra, dan Hendra-Kido.</p><p style="text-align: justify;">Dalam bidang kebudayaan, saya juga mendirikan penerbit Pustaka Jaya bersama sastrawan Ajip Rosidi.</p><p style="text-align: justify;">Sampai sekarang saya tetap memerhatikan bidang pendidikan, <em>entrepreneurship</em>, dan seni budaya. Perhatian terhadap seni budaya, saya tuangkan dalam bangunan di kawasan Ciputra World Jakarta, yang saya namakan 'Ciputra Artpreneurship'. Bangunan ini terdiri dari lima bagian, yaitu museum, galeri, ruang pameran, studio, dan <em>performance art. </em></p><p style="text-align: justify;">Selain itu, di bidang kesehatan, saya membangun rumah sakit Ciputra Hospital. Rumah sakit pertama dibangun di Citra Raya, Cikupa, Tangerang. Setelah ini kami akan membangun rumah sakit di setiap perumahan yang kami bangun di berbagai kota. Saya senang, berhasil dalam bidang sosial. Kami membangun rumah sakit bukan untuk mencari keuntungan, melainkan sebagai pelengkap perumahan kami.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Grup Ciputra sangat ekspansif. Setiap kali membangun perumahan, selalu laris manis. Apa rahasianya Pak Ci?</strong><br /><br />Kami melakukan ekspansi dengan <em>equity </em>sehingga <em>prudent</em>. Kami tak punya utang. Kalaupun ada, lima persen dari <em>equity</em>. Mengapa bisa? karena modal kami adalah integritas. <em>Brand </em>dibangun sejak tahun 1961, dan itu tidak mudah. Jadi wajar jika rumah belum dibangun, konsumen sudah membayar. Jadi kami harus menjaga integritas ini agar perusahaan ini <em>sustainable forever</em>.</p><p style="text-align: justify;">Grup Ciputra juga kuat dalam inovasi, dan kekuatan inovasi pada konsep. Kami datang ke Hanoi yang belum berkembang. Kami tanya apa yang belum ada di kota ini? Ternyata belum ada kota internasional. Kami minta lahan itu langsung main tunjuk. Mereka tanya saya butuh berapa hektar. Saya jawab semuanya. Mereka pikir saya gila. Saya terangkan lahan seluas 4 hektar berbeda dengan lahan 400 hektar. Jadi, kalau ditanya, saya selalu jawab minta tanah sebanyak mungkin agar dapat mewujudkan konsep yang inovatif, seperti saya membangun Ancol.</p><p style="text-align: justify;">Kami datang ke Hanoi di Vietnam, Phnom Penh di Kamboja, ke Shenyang dan Jiashing di China membawa inovasi. Kami bermitra dengan pengusaha setempat. Properti di India kami jual ke pengusaha lokal dengan harga bagus, lalu kami masuk ke China. Jadi kalau sudah tahu jalan, semua menjadi mudah, gampang.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Pak Ci juga dikenal memopulerkan kewirausahaan. Mengapa memiliki jiwa wirausaha sangat penting?</strong><br /><br />Saya ingin menjadikan Indonesia negara yang memiliki banyak wirausaha. Mengapa? Indonesia sejak lama dijajah. Jadi harus diubah <em>mindset</em>-nya. Mental rakyat Indonesia harus diubah. Jangan hanya jadi pegawai, tapi bagaimana bisa menjadi wirausaha dan menciptakan lapangan kerja.</p><p style="text-align: justify;">Dari 250 juta jiwa, setidaknya dibutuhkan 5 juta warga Indonesia menjadi wirausahawan agar ekonomi Indonesia makin kuat. Kita harus mengejar Singapura dan Malaysia.</p><p style="text-align: justify;">Kami akan memberi penghargaan kepada Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra sebuah patung yang melambangkan <em>entrepreneurship</em> setinggi 9 meter yang harganya miliaran rupiah. Sebelum SEA Games dimulai November 2011, patung ini sudah dipasang di Palembang. Pak Eddy adalah walikota yang berani mengajak masyarakat kota Palembang untuk berwirausaha, tidak sekadar menjadi pegawai.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Saat ini generasi kedua keluarga Pak Ciputra sudah menunjukkan kemampuan mengelola perusahaan. Bagaimana Pak Ci mempersiapkan generasi ketiga?</strong><br /><br />Ya, kami membuat <em>family chapter</em>, tapi sudah tiga tahun belum selesai juga. Ini penting agar tidak bertengkar. Pada saatnya, mereka mengambil (tongkat) estafet. Intinya, generasi ketiga keluarga Ciputra pada awalnya harus bekerja di proyek, tidak di kantor pusat.</p><p style="text-align: justify;">Seperti Harun, menantu saya, awalnya ia bekerja di CitraLand Surabaya. Dia tinggal di ruko yang juga kantor proyek. Dia tahu A sampai Z urusan proyek. Sekarang, ada satu cucu saya, anak Budiarsa, yang bekerja di Shenyang, China.</p><p style="text-align: justify;">Saya mempersiapkan generasi ketiga. Saya punya enam orang cucu, untuk siap menjadi wirausaha. Kelihatan, saat kuliah pun, mereka sepertinya sudah tidak sabaran lagi menjadi wirausahawan, sesuai anjuran saya. Ha-ha-ha. <strong> </strong></p><p style="text-align: justify;"><strong>Bagaimana Pak Ci melihat perkembangan properti di Indonesia saat ini?<br /><br /></strong> Perkembangan properti saat ini seperti deret ukur, melesat cepat. Kalau dulu lebih <em>slow</em>. Kami ke daerah mulai 10 tahun terakhir ini. Kami sudah membangun di kota-kota lapisan ketiga, seperti Tegal. Sekarang kami mencoba mencari lahan di Papua. Di Timika lebih prospektif.</p><p style="text-align: justify;">Membangun di daerah memiliki kesulitan lebih tinggi. Kami punya modal, sumber daya manusia yang berkualitas. Kami mengirim orang-orang lama yang sudah berpengalaman untuk memimpin proyek di daerah agar kualitas perumahan Ciputra di mana pun tetap sama.</p><p style="text-align: justify;">Di perusahaan ini, ada 22 direktur yang memiliki otoritas penuh. Jadi wajar jika kami mampu membangun di banyak kota. Mereka bekerja dengan delegasi penuh. Jarang ada karyawan yang keluar, dan tidak ada yang korupsi. Ada 12 auditor internal yang memeriksa keuangan kami.</p><p style="text-align: justify;"><strong>Jadi, apa rahasia Pak Ci selalu sehat dan berpikiran jernih?</strong><br /><br />Punya keinginan kuat, bersemangat, dan percaya diri, serta ada bimbingan Tuhan. Ini semua karena berkat Tuhan. Saya makan makanan yang sehat, makan sayuran.</p><p style="text-align: justify;">Setiap pagi, saya berolah raga <em>taichi </em>setengah jam, kemudian berjalan kaki, dan berenang di kolam renang air panas selama tiga perempat jam. Berolahraga secara tetap dan waitankung. Banyak berdoa dan bermeditasi. Kalau capek, harus berhenti. Jangan dipaksa.</p><div style="text-align: justify;">Sampai sekarang saya masih menjadi motivator dan mentor dalam bidang properti dan <em>entrepreneurship.</em><br /></div><br /><div style="text-align: right; font-style: italic; color: rgb(192, 192, 192);">sumber : kompas<br /></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-39400402310655225712011-03-20T05:03:00.000-07:002011-03-20T05:29:20.494-07:00Mpu Kuturan Di Balik Desa Pekraman dan Penganut Ciwa Budha<div style="text-align: justify;">Dari beberapa sumber sejarah dapat disimpulkan betapa eratnya hubungan pulau Bali dan Jawa <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdjiH3srTb_5Va8ot-km7qQYGn1bqzViSr6KbfFT0SiPXwnvuovF3n3u9xcJnlb_G1q9HJy6W2lQgN14S5l9Sho4ErtjxJjfBl_m_7tB1O0lUClwh0iAG3ihpFhrGaBQRpzdpwafgHbxc/s1600/Mpu+Kuturan.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 240px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdjiH3srTb_5Va8ot-km7qQYGn1bqzViSr6KbfFT0SiPXwnvuovF3n3u9xcJnlb_G1q9HJy6W2lQgN14S5l9Sho4ErtjxJjfBl_m_7tB1O0lUClwh0iAG3ihpFhrGaBQRpzdpwafgHbxc/s400/Mpu+Kuturan.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5586137818665015650" border="0" /></a>terutama Jawa Timur. Ikatan tali kasih antara Bali dan Jawa Timur bertambah erat dengan dilangsungkannya pernikahan agung antara Sri Udayana Warmadewa dari Bali dengan Sri Mahendradatta adik perempun raja daha Sri Dhamawangsa Ananta Teguh putri raja Sri Makutawangsawardana, cicit dari Sri Maharaja Paradewasikan Kamaswara Dharmawangsa, dimana setelah upahcara dwijati atau diksa (inisiasi) bernama Empu Sendok. Upacara agung itu dilaksanakan pada tahun 988 M, dimana kemudian keduanya dinobatkan menjadi raja suami istri di Bali dengan gelar Sri Gunapriya Dharmapatni/Dharmodayana Warmadewa.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Pada masa pemerintahan suami istri inilah terjadi perubahan besar-besaran di Bali. Perubahan ini hampir menyangkut seluruh aspek kehidupan di Bali. Singkat kata perubahan ini menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Zaman itu dapat dikatakan sebagai zaman perubahan yang memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat Bali, dari situasi perselisihan dan pertentangan <a name='more'></a>kepada situasi persatuan dan kesatuan. Adanya konflik ini diakibatkan oleh adanya perbedaan keyakinan dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Bali yang mayoritas terdiri dari orang-orang Bali Aga.<br /><br />Pada saat itu penduduk di Bali menganut sembilan paksa/keyakinan yang berbeda, yaitu : Siwa, Khala, Brahma, Wisnu, Bayu, Iswara, Bhairawa, Ghanapatya, dan Sogotha (Budha) yang didalam pelaksanaannya sering menimbulkan keresahan di masyarakat. Rakyat tidak menentang Raja, dan tidak ada pemberontakan yang ingin menggulingkan raja, hal ini disebabkan karena masing-masing paksa/keyakinan pada masa itu menempuh jalannya sendiri-sendiri, sehingga raja sulit mengendalikan rakyatnya karena banyaknya visi dan misi pada tataran pemikiran rakyatnya. Akibat dari perbedaan dan keanekaragaman keyakinan itu, keamanan dan ketertiban menjadi terganggu. Peristiwa ini menjadi masalah sosial yang berlarut-larut dan jika dibiarkan akan sangat mengganggu stabilitas kerajaan, dan pulau Bali pada umumnya. Hal ini tidak dapat diatasi oleh Raja Udayana Warmadewa dan Ratu Gunapriya Dharmapatni. Untuk mengatasi kemelut tersebut, raja suami istri ini mengundang Sang Catur Sanak dari Panca Tirta (empat dari lima pandita/Mpu bersaudara putra Mpu Lampita) di Jawa timur yang telah terkenal keahliannya dalam berbagai bidang kehidupan. Mereka adalah para Mpu yang datang secara bertahap, kemudian mendampingi pemerintahan raja dan ratu ini di Bali. Para Mpu ini antara lain :<br /><br /> 1. Mpu Semeru atau Mpu Mahameru, tiba di Bali thun 999 M, beliau pemeluk agama Siwa dan beliau menjalani Sukla Brahmacari (Tidak kawin seumur hidup).<br /> 2. Mpu Ghana tiba di Bali tahun 1000 M, beliau pemeluk paham Ghanapatya dan beliau menjalani Sukla Brahmacari.<br /> 3. Mpu Rajakretha atau Mpu Kuturan tiba di Bali tahun 1001 M, beliau pemeluk Agama Budha, aliran Mahayana. Beliau menjalani Sewala Brahmacari (kawin hanya sekali dalam seumur hidup dengan satu istri).<br /> 4. Mpu Genijaya tiba di Bali tahun 1006 M, beliau pemeluk paham Brahmaisme dan menjadi ayah dari 7 Mpu yang kemudian dikenal dengan nama Sang Sapta Rsi di Bali, beliau menjalani Swala Brahmacari.<br /><br />Sedangkan yang paling bungsu bernama Mpu Bharada tidak ikut ke Bali. Beliau tetap tinggal di Lemah Tulis, Pajarakan, Jawa Timur dan kemudian menjadi purohito kerajaan Daha pada masa pemerintahan Raja Sri Airlangga.<br /><br />Kedatangan empat Pandita/Mpu ini ke Bali membawa perubahan dan angin segar bagi pulau ini. Sebab empat Rohaniawan ini bukan saja ahli di bidang Agama, namun juga menguasai berbagai hal dan keahlian yang berkaitan dengan politik dan pemerintahan. Seorang yang menonjol dalam berbagai bidang keahlian diantara keempat pandita itu adalah Mpu Kuturan. Pada masa pemerintahan raja dan ratu ini, Mpu Kuturan selain diangkat menjadi Purohito di Kerajaan Bali, Mpu Tuturan juga memegang beberapa jabatan penting, antara lain :<br /><br /> 1. Senapati Kerajaan yang bergelar Senapati Kuturan.<br /> 2. Ketua majelis Pakira-kira Ijro Makabehan yang beranggotakan seluruh senapati, Pandita Dangacarya dan Dangupadhyaya (Pandita Siwa dan Budha) dimana majelis ini bertugas sebagai lembaga tinggi kerajaan yang berfungsi untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Raja, serta melakukan pembinaan di segala bidang, untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat.<br /><br />Pada saat itu, atas persetujuan Raja Udayana Warmadewa dan Ratu Gunapriya Dharmapatni, Mpu Kuturan mengadakan penelitian untuk mencari akar permasalahan yang sedang melanda kerajaan. Dari sini Mpu Kuturan banyak mendapat informasi, data, dan fakta yang sangat bermanfaat tuntuk mengatasi kemelut yang terjadi di masyarakat. Mpu Kuturan menyampaikan akar permasalahan yang terjadi di kerajaan adalah masalah keyakinan yang berbeda satu sama lain dan saat itu beliau menemukan kiat untuk mengatasi kemelut di masyarakat dan memandang perlu untuk melakukan perubahan di masyarakat.<br /><br />Atas restu dari raja dan ratu, Mpu Kuturan melakukan Pesamuan Agung (rapat akbar) dengan mengambil tempat di Bataanyar (kini Gianyar). Saat itu ada 1370 desa di seluruh Bali yang ikut dalam Pesamuan Agung ini. Pada saat pesamuan agung itu diundanglah tokoh-tokoh dari masing-masing keyakinan yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:<br /><br /> 1. Empu kuturan disamping selaku ketua majelis Pakira-kira Ijro Makabehan dan pemimpin Pesamuhan Agung tersebut juga sebagai wakil penganut Budha.<br /> 2. Tokoh-tokoh atau pimpinan orang-orang Bali Aga, dari masing-masing paksa/keyakinan yang terdiri dari berbagai sampradaya, dijadikan 1 kelompok yang jumlahnya paling banyak.<br /> 3. Tokoh-tokoh dan pimpinan Agama Siwa didatangkan dari Jawa, dimana mereka merupakan kelompok tersendiri.<br /><br />Peserta Pesamuhan Agung tersebut telah siap dan telah membawa konsep dari masing-masing kelompok yang di ajukan dan dibicarakan dalam Pesamuan Agung tersebut. Kepada hadirin diberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat, pandangan, dan gagasan masing-masing. Semua pendapat dan pandangan ditampung oleh Mpu Kuturan selaku ketua Pesamuhan Agung. Mpu Kuturan juga menyampaikan pendapat dan pandangannya, bahwa perlu diadakan perubahan – perubahan serta mengatur kembali tatanan kehidupan masyarakat dengan suatu peraturan dengan berdasarkan situasi dan kondisi serta aspirasi dari masyarakat. Sidang menerima pandangan Mpu Kuturan dengan suara bulat. Akhirnya dalam Pesamuan Agung ini, diambil keputusan yang memuat beberapa jenis bidang yang menyangkut 5 pokok permasalahan yaitu;<br /><br /> 1. Paham Tri Murti dijadikan dasar keagamaan yang telah mencakup paham dan aliran kepercayaan yang berkembangan di Bali pada saat itu.<br /> 2. Dijadikan perubahan terhadap organisasi kemasyarakatan, dengan wadah yang disebut Desa Pekraman, untuk itu didirikan tiga pura yang disebut pura Khayangan Tiga, yaitu:<br /><br />(a) pura bale agung atau pura desa sebagai tempat suci untuk memuliakan Dewa Brahma, yang bertugas sebagai pencipta alam semesta.<br /><br />(b) pura puseh sebagai tempat suci untuk memuliakan Sri Wisnu sebagai pemelihara alam semesta beserta isinya<br /><br />(c) pura dalem atau pura hulu setra sebagai tempat suci untuk memuliakan dewa Siva dan saktinya Dewi Durga selaku pengembali unsur panca maha butha/ pralina.<br /><br />Disamping itu, perlu didirikan tempat suci di sawah, yang disungsung oleh krama subak, kemudian dalam sejarah perkembangannya berubah nama jadi desa adat.<br /><br /> 1. Pada setiap rumah tangga di wajibkan mendirikan sebuah pelinggih berbentuk Rong Tiga (Rong Telu), sebagai tempat memuliakan dan memuja roh suci para leluhur dan Sanghyang Widhi Wasa. Sebutan lain dari rong tiga adalah kemulan yang terdapat dalam setiap sanggah atau merajan.<br /> 2. Semua tanah pekarangan dan tanah yang terletak di desa pakraman dan pura khayangan tiga adalah milik desa pakraman yang juga berarti milik kayangan tiga, oleh sebab itu, tanah-tanah ini tidak boleh dijual – belikan.<br /> 3. Tentang nama agama yang dianut oleh masyarakat Bali disebut agama Siva – Budha.<br /><br /><strong style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Silsilah Mpu Kuturan</strong><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati menurunkan Sang Hyang Putranjaya, Sang Hyang Dewi Dhanu dan Sang Hyang Genijaya. Sang Hyang Genijaya (melinggih di Pura Lempuyang Luhur) menurunkan Panca Dewata, yaitu:</span></div><ol style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><li> Mpu Gnijaya</li><li> Mpu Semeru</li><li> Mpu Ghana</li><li> Mpu Kuturan</li><li> Mpu Bradah</li></ol><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Sekedar tahu, Sanak Sapta Rsi diturunkan oleh Mpu Gnijaya yang beristrikan Ida Bhatari Dewi Manik Geni yaitu putri dari Ida Bhatara Putranjaya.<br /><br />sumber: banyak sumber dan pinisepuh<br />Pemujaan horisontal dan vertikal<br /><br /><strong>Horisontal – Budha - Perdhana</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Mpu Kuturan, meringkas sekte pemujaan menjadi Trimurti: Brahma, Wisnu dan Ciwa yang akhirnya dalam desa pekraman menciptakan 3 soroh pura:<br />1. Pura Desa : Sthana Ida Bhatara Brahma<br />2. Pura Puseh: Sthana Ida Bhatara Wisnu<br />3. Pura Dalem: Sthana Ida Bhatara Ciwa<br /><br /><strong>Ida Bhatara Brahma</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Menitis ke Hyang Genijaya yang bersthana di Pura Lempuyang Luhur, Beliau dianggap yang menguasai hal-hal spiritual beserta sub-subnya termasuk usadha (balian).<br /><br /><strong>Ida Bhatara Wisnu</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Menitis ke Ida Bhatara Dewi Dhanu, Beliau Bersthana di Pura Batur, Ulun Danu. Beliau dianggap yang menguasai hal-hal kesuburan, kesejahteraan, kekayaan dan welas asih.<br /><br /><strong>Ida Bhatara Ciwa</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Beliau menitis ke Hyang Putranjaya, menurut penuturan Pinisepuh, Beliau belum bersthana di mana-mana tetapi sementara ini Beliau melinggih di Gunung Agung dan beliau juga dianggap yang berkuasa atas ha-hal2 kepemerintahan.<br /><br />Sekte-sekte yang dimaksud:</p><ol style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><li> Bairawa: Bhatara Durga yg di Tuhan kan</li><li> Ganaphati: Bhatara Ganesha di Tuhan kan</li><li> Ciwa: Bhatara Ciwa di Tuhan kan</li><li> Waisnawa: Bhatara Wisnu di Tuhan kan</li><li> Budha Mahayana: sekte yang dianut Mpu Kuturan</li></ol><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Sebenarnya ada banyak sekali sekte namun sekte ini adalah sekte-sekte yang dianggap besar pada jaman tersebut seperti sekte yang menyembah: Bhatara Bayu, Bhatara Indra, Bhatara Kala, Sambu yang menyembah arca. Sekte ini mengadakan paruman atau pesamuan atas pimpinan Mpu Kuturan yang saat itu menjabat sebagai Senopati Raja di Bali dan tempat pertemuan tersebut kemudian dibangun Pura Samuan Tiga yang terletak di desa Bedulu, Gianyar.<br /><br /><strong>Vertikal – Ciwa – Purusha</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Mpu Kuturan juga melahirkan konsep pemujaan ke atas yang di wujudkan dengan Tri Purusha yaitu:</p><ol style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><li>Ciwa</li><li> Sadaciwa</li><li> Paramaciwa</li></ol><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><strong>Ciwa</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Disimbolkan dengan keberadaan gunung karena merupakan Sthana Dewata tertinggi di alam Bali dan gunung tersebut adalah gunung Agung yang disimbolkan sebagai Ciwa di mana pura Kahyangan Jagat Besakih didirikan sebagai pusat Leluhur Nusantara sekarang ini.<br /><br /><strong>Sadaciwa</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Adalah manifeatasi dari Ida Bhatara Sang Hyang Ismaya atau dikenal dengan Sabda Palon atau dikenal juga sebagai Semar atau Tualen di Bali. Beliau adalah pengemong atau yang menjaga dan penasehat para Leluhur dari jaman ke jaman. Dikhabarkan bahwa sebelum Kerajaan Majapahit runtuh Sabda Palon berjanji untuk kembali lagi 500 tahun kemudian untuk membangkitkan kembali ajaran Ciwa Budha.<br /><br /><strong>Paramaciwa</strong></p><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Beliau adalah Ida Betara Lingsir Hyang Pacupati sendiri yang menurunkan umat manusia. Adalah tingkatan tertinggi dari tatanan kehidupan manusia du dunia.<br /><br />Perpaduan konsep horisontal (mendatar) dan vertikal (atas bawah) kalau digabungkan adalah Tapak dara, Purusha Pradhana, Rwabhineda yang disebut dengan Ardhanareswari yaitu Bapak dan Ibu atau Ciwa (bapak) dan Budha (ibu), Padamasana adalah Ciwa dan Rong Tiga adalah Budha, menjadi satu disebut Hyang Tunggal dan segala sebutan Beliau Hyang Widhi Wasa.<br /><br /><strong>Karya Spiritual Mpu Kuturan</strong><br /><br />Sungguh kemampuan yang sangat luar biasa yang dimiliki oleh Beliau Mpu Kuturan. Peninggalannya tentang konsep pemujaan Ciwa Budha adalah karya spiritual yang sungguh hebat karena menyatukan kerumitan silsilah Dewata menjadi konsep sederhana yang sangat mudah untuk dipahami dan lestari sampai sekarang.<br /><br />Berikut adalah karya spiritual Mpu Kuturan:</p><ol style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><li>Konsep Ciwa Budha adalah yang terbesar seperti dijelaskan di atas karena menjadi acuan pemujaan seluruh umat Hindu Dharma di Nusantara.</li><li>Konsep Desa Dalem Puseh sebagai lanjutan penerapan konsep Ciwa Budha.</li><li>Konsep Catur Loka yaitu konsep mendirikan pura pemujaan pada masing-masing maksud yang terdiri dari: a). Pura Kawitan b). Pura Dhang Kahyangan c). Pura Sad Kahyangan atau Perhyangan Jagat d). Kahyanan Jagat.</li><li>Bentuk pelinggih seperti meru dan lain-lainnya adalah hasil dari penciptaan Beliau. Namun Padmasana disempurnakan lagi bentuknya oleh Dhang Hyang Niratha salah satu dari keturunan Beliau juga.</li></ol><p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Pura-pura Karya Mpu Kuturan</p><ol style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;"><li>Pura Besakih bersama dengan Rsi Markandhea</li><li>Pura Silayukti di Padangbai, Karangasem adalah tempat Beliau bersemedhi dan Moksha.</li><li>Pura Batu Pageh, Desa Ungasan, Badung adalah pura yang disebut sebagai pagar Niskala alam Bali diatur dari pura ini.</li><li>Pura Samuan Tiga, adalah pura bersejarah waktu mempersatukan sekte-sekte di Bali.</li><li>Pura Sakenan, di Serangan</li><li>Pura Watu Klotok, di Klungkung</li><li>Pura Uluwatu, di Ungasan</li><li>Pura Menjangan, di Buleleng barat</li><li>Pura Ponjok Batu, di Buleleng timur</li><li>Pura Pejeng di Pejeng Gianyar</li></ol><div style="text-align: justify;">Demikianlah keputusan penting yang telah dibahas dalam Pesamuan Agung tersebut. Selanjutnya hal ini menjadi warisan tak ternilai bagi umat Hindu dan masyarakat Bali, dimana hal ini berkaitan dengan tata tertib, tata kehidupan masyarakat, dan agama. Sebab keputusan tersebut sangat cocok dengan aspirasi dan kondisi masyrakat Bali saat itu, yang kemudian melahirkan masyarakat sosioreligius, dan masih dapat dilihat sampai saat ini. Tempat Pesamuan Agung yang terletak di desa Bedahulu, Gianyar kemudian dikenal dengan sebutan Samuan Tiga yang bermakna pertemuan segi tiga, ditempat ini saat ini telah berdiri sebuah pura yang disebut pura Samuan Tiga atau pura Samuan Telu. Dari nama itu telah memberikan kesan, bahwa disinilah paham trimurti mulai diperkenalkan dan ditegakkan, serta paham Siwa – Budha yang disatukan atas dalil yang berbunyi : “Ndatan len kira Siwa rupa Budha, maka pati urip ikang trimandala, Sang Sangkan Paraning Sarat ganal alit hita ala ayu kojaring aji, utpett, stithi, linaning dadi kita kocanani paramartha Sogatha”. (Prasasti Samuan Tiga) yang kurang lebih terjemahannya sebagai berikut: “Tiada lain Siwa yang berupa Budha, berkuasa menghidupkan sekalian makhluk penghuni tiga alam semesta, manciptakan besar dan kecil, kasar dan halus, suka dan duka, Engkau yang mengadakan ajaran agama (Dharma), yang berdasarkan nilai – nilai kelahiran, kehidupan, dan akhirnya kematian. Jadi Engkau adalah penyebab tertinggi wahai Budha”.<br /><br />Sejak saat itu, kehidupan masyarakan di Bali menjadi lebih tertib, aman, rukun, dan damai. Mereka saling hormat – menghormati sesuai dengan semboyan “Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”, yang artinya walaupun berbeda – beda tetapi tetap satu dalam pelaksanaan terhadap dharma atau kewajiban. Seperti keputusan di Pesamuan Agung yang diadakan di Bataanyar, dimana Mpu Kuturan yang menjadi pemrakarsanya. Peristiwa itu terjadi kurang lebih tahun 1002 M.<br /><br />Pada tahun 1007 M, Mpu Kuturan atas persetujuan dari Raja/Ratu dan yang hadir pada saat Pesamuan Agung di Samuan Tiga, Bataanyar. Memberikan wewenang kepada para Bhujangga Waisnawa untuk memimpin pelaksanaan yajna baik besar maupun kecil yang diadakan di seluruh wilayah kerajaan, dan Mpu Kuturan berpesan kepada Bhujangga Waisnawa sebagai berikut : “Wahai Bhujangga Waisnawa sekalian, jangan lupa dengan junjungan dan tugas kewajiban kalian, yang disebut Tri Wisesa, sebagai pemeluhara kita, apabila kalian lalai dan lupa, kalian pun akan dilupakan oleh Sang Hyang Tri Wisesa, yang dapat membuat kita bingung karena Sang Hyang Tri Wisesa itulah sebagai sumber kita sekalian, agar kamu sekalian mengerti”.<br /><br />Disamping hal tadi ada juga panjelasan Mpu Kuturan yang mengatakan pada bilamana terjadi kekeruhan di dunia, harus diadakan upacara yadna yang bernama tebasan. Upacara ini harus dipuja dan dipimpin oleh Sang Bhujangga Waisnawa. Hanya Sang Bhujangga Wausnawa yang berwenang memuja dan memimpin upacara, pangklukatan (penyucian) tersebut, bilamana terjadi kekeruhan di dunia dan alam semesta ini, termasuk yang behubungan dengan pekarangan rumah, tegalan (ladang), persawahan, dan lain – lain. Jika bukan Sang Bhujangga Waisnawa yang memimpin dan memuja upacara pangklukatan itu, maka upacara tersebut tidak akan berhasil, sebab hal tersebut merupakan tugas dari Sang Bhujangga Waisnawa. Apabila sudah dilaksanakan seperti itu, barulah Pulau Bali akan menjadi aman sentosa. Dikisahkan pula bahwa para Bhujangga Waisnawa yang berleluhur Maharsi Markandeya, ketika tiba di Bali membawa berbagai pustaka suci Weda, yang memuat ajaran suci seperti : Sruti, Smerti, Candrakarana, Kirthabhasa, Dasanama, Upanisad, Wedanta sutra, Itihasa (Ramayana dan Mahabrata), dan berbagai Purana.<br /><br />Desa pakraman hasil ciptaan Mpu Kuturan, melahirkan tatanan kehidupan masyarakat, suatu wadah kesatuan dan persatuan masyarakat Bali, yang berisi tuntunan tata krama yakni suatu aturan hidup untuk menciptakan suasana kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang di dalam kehidupan masyarakat. Selain tatakrama juga terdapat nilai – nilai kebersamaan yaitu musyawarah untuk mufakat. Dalam desa pakraman juga diatur tentang tata ruang karena dalam kehidupan masyarakat manusia ini memerlukan kebutuhan hidup yang mencukupi, yang disebut “Panca Wa Sasaning Nithi Warga”. Yang dimaksud Panca Wa itu adalah kebutuhan pokok hidup, yang terdiri dari Wisma (perumahan), Wastra (sandang), Wareg (pangan), Waras (kesehatan), dan Waskita (pendidikan dan rekreasi). Di dalam hal ini wawasan lingkungan ditentukan, sehingga tata ruang jelas diketahui, dimana masing – masing wilayah ditetapkan tentang kegunaan dan manfaatnya, seperti misalnya : lokasi kahyangan, perumahan, bangunan umum untuk kepentingan bersama, lapangan, jalan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, model atau corak desa di Bali, apabila mengikuti tataruang ini akan tampak ada persamaannya.<br /><br />Manusia di dalam kehidupannya membutuhkan suatu tempat tinggal sekelompok manusia yang disebut hunian. Hunian ini bukanlah merupakan sesuatu hanya dipergunakan melainkan mempunyai fungsi sebagai perekat rasa atau batin untuk memperkat hubungan sosial. Di dalam pembangunan, bukan saja merupakan kegiatan yang bersifat fisik, namun melibatkan pula hal – hal yang bersifat non fisik, melalui ritual keagamaan. Jiwa dan rasa penghuninya dikaitkan dengan setiap bangunan yang didirikan. Tataruangan suatu hunian mengikuti dan berpedoman kepada tataruang. Hunian bukan saja menampung manusia semasa hidupnya, melainkan juga manmpung manusia yang telah meninggal dunia, termasuk yang sudah tidak terwujud yaitu arwah suci para leluhur, yang distanakan di tempat khusus yaitu Sanggah atau Pemrajan. Oleh sebab itu, antara sekala (alam nyata) dengan niskala (alam gaib) dapat dipadukan kelestariannya dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga masalah aktual dan spiritual dapat diwujudkan, disenyawakan, dan diselaraskan seperti apa yang dikonsepkan dalam ajaran “Rwa Binedha”. Persenyawaan ini harus diaktifkan malaui ritual. Melalui ritual inilah, ruang memperoleh makna dan waktu serta peristiwa sehingga pedoman yang mengatur kegiatan ini adalah suatu lingkungan yang teratur dan utuh, sebab pedoman yang terjadi berdasarkan atas kesepakatan yang diyakini bersama. Kebutuhan lingkungan akan menjadi kuat apabila mulai dari tataruang, bangunan, alat, pakaian, kelakuan sampai ritual berdasarka suatu pedoman. Begitu pula pengendalian sumber daya harus dijadikan upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan, termasuk di dalamnya tentang ketahanan, ketertiban, dan keamanan yang mantap, ampuh, dan terkendali.<br /><br />Pada konsep tataruang yang bebudaya dan berwawasan lingkungan positif, yang ditetapkan oleh Mpu Kuturan ke dalam masyarakat Bali, dapat memberikan warna dan corak kehidupan masyarakat di daerah ini. Seperti misalnya : Triangga, Trimandala, Hulu teban, Astabhumi, Asta Kosala – Kosali, Bamakerthi, Jananpaka, dan lain sebagainya. Semua ini kemudian menjadi landasan berpijak bagi masyarakat Hindu di Bali dan pedoman di dalam setiap gerak kehidupan bermasyarakat yang dapat memperkuat rasa kebersamaan diantara masing – masing kelompok dan perorangan. Semua konsep dan ajaran Mpu Kuturan akhirnya dijadikan warisan tak ternilai bagi masyarakat Hindu di Bali, walaupun tidak sedikit pemakai konsep dan ajaran ini tidak mengetahui siapa arsitek konsep dan ajaran tersebut.<br /><br />Karya lain dari Mpu Kuturan adalah berhasil memperluas dan memperbesar Pura Besakih, serta menciptakan Pelinggih Meru dan Gedong. Mpu Kuturan juga yang mengajarkan pembuatan kahyangan secara spiritual, termasuk pembuatan jenis – jenis pedagingan. Selain itu, Mpu Kuturan juga yang telah menciptakan konsep Tri Hita Karana, yang berarti tiga penyebab kebahagiaan, yaitu : Parahyangan yang berarti hubungan manusia dengan Tuhan, yang termanifestasi dalam bentuk Kahyangan Tiga, Palemahan yaitu hubungan manusia dengan alam dan lingkungan di sekitarnya tercermin dari wilayah tertorial dari desa pakraman, dan Pawongan yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia yang tercermin dalam kramaning warga.<br /><br />Guna menjaga ketentraman masyarakat Bali, Mpu Kuturan mendirikan dan menyempurnakan Pura Kahyangan Jagat yang berjumlah delapan buah, yaitu : Pura Besakih, Lempuyang, Andakasa, Goa Lawah, Batukaru, Beratan, Batur, dan Uluwatu. Selain itu Mpu Kuturanlah yang memprakarsai upacara ngenteg linggih atau yang sering disebut ngelinggihang (menstanakan) Dewa Pitara (roh suci leluhur) di sanggah atau pemrajan pada rong tiga (kemulan). Pelinggih Rong Tiga juga berlaku untuk tempat suci memuliakn Tuhan yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai Kahyangan Tiga keluarga dalam fungsi Beliau sebagai penguasa dari penciptaan, pemelihaaran, dan pengembali ke unsur Panca Maha Butha, yang tersimbolisasi dari Dewa Brahma, Sri Wisnu, dan Dewa Siwa.<br /><br />Konsep bangunan Meru yang diperakarsai oleh Mpu Kuturan disebut perlambang dari gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa. Namun ada yang berpendapat bahwa Meru adalah perkembangan candi dari Jawa. Candi Jawa sebenarnya melambangkan alam kosmos yang dapat di bagi menjadi 3 bagian, yaitu bhur loka, yang dilambangkan pada kaki candi, bwah loka yang dilambangkan sebagai badan candi, dan swah loka dilambangkan atap candi. Di dalam perkembangannya, di Bali meru tidak hanya bertumpang 3, melainkan dari tumpang 1 sampai tumpang 11. Perlu diketahui kalau tumpang meru selalu ganjil, kecuali tumpang 2. Jadi ada tumpang 1, 2, 3, 5, 7, 9 dan 11. Kenyataan membuktikan di Bali menurut fungsinya meru dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai dewa prathista atau pelinggih dewa dan meru selaku atma pratistha atau sebagai pelinggih roh suci. Perbedaan dari kedua jenis Meru ini terletak pada sikutnya (ukurannya) seperti ditentukan pada lontar asta kosala – kosali.<br /><br />Menurut lontar Andhabhuwana, Meru merupakan perpaduan dari Pradana tatwa dan Purusa tatwa, yang melahirkan Batur Kalawasa petak atau cikal bakal leluhur yang suci. Disebutkan pula bahwa Meru sebagai lambang Andhabhuwana atau alam semesta, sedang tumpang atapnya simbol lapisan alam. Begitu juga disebut bahwa Meru adalah simbol aksara suci Dasaktara yang menunggal menjadi Om dengan windu – windhu baik, diawali dari windhu satu sampai sebelas.<br /><br />Dengan demikian Meru beratap sebelas adalah lambang dari sebelas aksara suci, simbol ekadasa dewata. Meru beratap sembilan aksara suci simbol Nawa Dewata (Sanga Dewata). Meru beratap tujuh lambang tujuh aksara suci, simbol Sapta Dewata, Meru beratap lima merupakan lambang lima aksara suci, simbol Panca Dewata. Meru beratap tiga lambang tiga aksara suci, simbol dari Tri Purusa. Meru beratap dua lambang dua aksara suci, simbol rwa bhineda atau purusa pradana. Sedangkan meru beratap satu merupakan lambang dari panunggalan seluruh aksara menjadi Om, simbol Sang Hyang Tunggal.<br /><br />Mpu Kuturan, sebagaimana telah disinggung dalam beberapa sumber berupa lontar dan babad, tatkala masih di Jawa, Mpu Kuturan pernah bertahta sebagai raja yang berkedudukan di Gira dan mempunyai seorang istri serta seorang putri bernama Dyah Ratnamanggali. Namun Mpu Kuturan dan istrinya mengalami pertentangan sehingga keluarga ini menjadi retak. Konflik ini terjadi karena istrinya menerapkan ilmu hitam, yaitu menjalankan teluh teranjana, dimana ritual ini merupakan salah satu cara untuk memuja bhatari Durga demi mendapatkan kesaktian. Istrinya merupakan pengikut tantra kiri atau bhairawi. Sedangkan Mpu Kuturan menerapkan ajaran kebajikan. Oleh karena hal inilah Mpu Kuturan lalu meninggalkan istri dan anaknya untuk pergi ke Bali menerima undangan Raja Udayana Warmadewa dan Ratu Gunapriya Dharmapatni untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Raja suami istri ini. Walaupun pada akhirnya istrinya dikalahkan oleh adiknya sendiri yaitu Mpu Bharadah dengan siasat menikahkan Dyah Ratnamanggali dengan putranya yaitu Mpu Bahula, dimana akhirnya Rangda Girah (istri Mpu Kuturan) berhasil dikalahkan. Cerita ini sangat terkenal di Bali, dan hal tersebut tergambar dalam pementasan sendratari Calonarang, bahkan di pura pada saat pujawali, ditampilkan dalam bentuk tarian barong dan rangda sebagai perlambang kekuatan baik dan buruk, dharma dan adharma (rwa bhineda).<br /><br />Untuk menghormati jasa – jasa Mpu Kuturan, maka dibuatlah pelinggih khusus untuk Beliau berbentuk Manjangan Salwang, karena kedatangan Mpu Kuturan ke Bali konon menunggangi seekor menjangan. Namun dibalik ungkapan tersebut, Menjangan Salwang dapat diartikan sebagai balai yang panjang dan luas, dimana “Manjangan” berarti panjang, “salu” berarti balai dan “wang” berarti luas. Sehingga kata Manjangan Salwang diartikan sebagai lambang dari balai yang panjang dan luas, dimana tempat itu digunakan sebagai tempat pertemuan para dewa. Selain itu Mpu Kuturan juga mendirikan tempat suci di Padang Bai, Karangasem yang bernama Pura Cilayukti, dimana “sila” berarti tingkah laku dan “yukti” berarti benar. Berarti jika diartikan yaitu tingkah laku yang benar, karena di pura inilah Mpu Kuturan mulai memimpin dan mengajarkan tingkah laku yang benar kepada masyarakat Bali. Demikianlah karya dari Mpu Kuturan di Bali, dimana hal ini masih dapat dilihat hingga sekarang sebagai salah satu warisan penting bagi masyarakat Hindu di Bali. Hal ini menjadi ciri khas dari kebudayaan Bali yang sosio – religius.<br /></div><br /><div style="text-align: right; font-weight: bold; font-style: italic;">Oleh : I Wayan Arjawa, ST (Di Kutip dari Berbagai Sumber)<br /></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-12450678052785906482011-03-18T10:59:00.000-07:002011-03-19T00:30:28.097-07:00Seluk Beluk Majapahit saat "didekati"?<div style="text-align: justify;"><strong>Jawa Timur</strong> - Kota yang dulunya merupakan tempat berdirinya Kerajaan Majapahit ini <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi76etlAyTRO8kXc82x-3cupUaWVmA_iNK_a1MelH7QdyuSwFFf4lw8tvVNYBKKlRTEKjfWraZUMdFMN_o66W2HlcttnNotRoyR6sA65jDNCt1Wqnf-_8_LdWrj4pI30_FtnxS3l8x_ES0/s1600/Patung+Buda.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 399px; height: 299px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi76etlAyTRO8kXc82x-3cupUaWVmA_iNK_a1MelH7QdyuSwFFf4lw8tvVNYBKKlRTEKjfWraZUMdFMN_o66W2HlcttnNotRoyR6sA65jDNCt1Wqnf-_8_LdWrj4pI30_FtnxS3l8x_ES0/s400/Patung+Buda.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5585688564229463058" border="0" /></a>berjarak kurang lebih 50KM dari Kota Surabaya waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam perjalanan kalau naik motor atau bis kota. Saya tertarik mengunjungi Mojokerto, karena selain terbilang dekat dengan Surabaya, kota ini masih menyimpan banyak bukti sejarah pada jaman berdirinya Kerajaan Majapahit, bukti peninggalannya bisa ditemukan di sekitar Desa Trowulan, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Majapahit. Saya langsung menuju ke Museum Majapahit di Desa Trowulan, semua bukti peninggalan sejarah Majapahit saya temukan disini, mulai dari perkakas rumah tangga sampai tulisan aksara jawa yang dipahat diatas batu, so amazing, ternyata kehidupan dan kebudayaan masyarakat Majapahit pada jaman dahulu sudah sangat maju. Setelah dari Museum saya melanjutkan berkeliling di sekitar Trowulan dan menemukan beberapa situs candi yang masih terawat dengan baik, salah satunya Candi Bragu yang konon merupakan candi tertinggi di Mojokerto. Selesai dengan Desa Trowulan saya menuju ke Desa Bejijong, tujuan saya kali ini adalah mengunjungi <a name='more'></a>Mahavihara Majapahit, di vihara ini terdapat Patung Budha Tidur berwarna keemasan yang ukurannya terbilang cukup besar, sekali lagi saya merasa amazing, melihat sendiri bukti kalau Kerajaan Majapahit memang pernah ada, what a wonderful.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Satu hal lagi yang membuat saya betah berlama-lama disini adalah, udaranya sejuk sekali, apalagi kalau pagi hari, kabut baru akan hilang dari pandangan diatas jam 7 pagi. Sebelum saya mengakhiri perjalanan saya di kota ini dan kembali ke Surabaya, saya menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar Desa Kasiyan, kata teman saya di daerah ini mayoritas penduduknya adalah petani, walaupun tidak semua yang menanam padi, sebagian dari mereka adalah petani tebu. Selain bertani mereka juga sebagai pembuat batu bata, jadi tidak heran kalau disekitar areal persawahan banyak dijumpai semacam gubuk dan biasa disebut linggan. Linggan ini merupakan tempat pembuatan batu bata. Bicara soal mata pencaharian penduduk Mojokerto, ada juga yang berprofesi sebagai pengrajin Kuningan, di desa Bejijong salah satunya, saya sendiri sempat mampir dan melihat mereka bekerja, mulai dari proses mengolah bahan baku, mencetak, memanggang sampai tahap pemolesan/ finishing, untuk tahap akhir ini mereka menggun akan watu ijo (red: batu hijau) agar memberikan hasil mengkilap pada kuningan. Lucky me, saya pulang tidak dengan tangan kosong, oleh pemiliknya saya diberi souvenir berupa tempat lilin dan asbak berbentuk angsa dan kura-kura, saya senang sekali.<br /><br />Akhirnya, perjalanan saya di kota ini berakhir dengan Wonosalam sebagai tujuan akhir saya. Bagi yang suka Durian, disinilah tempat yang tepat untuk berburu durian. Kita bisa menikmati durian masak pohon atau mau coba ikut memanen durian juga boleh.<br /><br />Itulah sekilas tentang majapahit dalam museum, jika kita dalami dan mengenal kembali Kerajaan Majapahit dalam sejarah berikut selengkapnya:<br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">AGAMA MAJAPAHIT </span></span><br /><br /><p>Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana ritual keagamaan masa itu. Bangunanbangunan suci im dikenal dengan nama candi, pemandian suci (patirthan) dan gua-gua pertapaan. Selain itu terdapat pula sisa-sisa bangunan lain, misalnya pintu gerbang yang kadangkala disebut candi pula. </p><p>Bangunan-bangunan suci masa Majapahit ini kebanyakan bersifat agama Siwa, dan sedikit yang bersifat agama Buddha, antara lain Candi Jago. Candi Bhayalangu, Candi Sanggrahan dan Candi Jabung, Sifat keagamaan itu kita ketahui antara lain dan ciri-ciri arsitektural, arca-arca yang ditinggalkan, relief candi, dan dukungan bukti data tekstual, misalnya Kakawin Nagarakrtagama, Kakawin Arjunawijaya, Kakawin Sutasoma dan sedikit berita prasasti. </p><p>Di samping perbedaan latar belakang keagamaan, terdapat pula perbedaan status dan fungsi bangunan suci. Berdasarkan status bangunan-bangunan suci, kita dapat kelompokkan menjadi dua, yaitu bangunan yang dikelola oleh pemerintah pusat dan yang berada di luar kekuasaan pemerintah pusat. Bangunan suci yang dikelola oleh pemerintah pusat ada 2 macam yaitu: </p><p>1. Dharma -Dalm (Arj. XXIII:2a), yaitu bangunan suci yang diperuntukkan bagi raja beserta keluarganya. Menurut Nagarakretagama, setiap bangunan suci dikelola oleh seorang sthapaka dan seorang wiku raja (wiku haji) dan secara keseluruhan diawasi oleh seorang dharmadhyaksa di istana. Jumlah Dharma-Haji ini ada 27 buah diantaranya Kegenengan, Kidal, Jajadhu, Pikatan, Weleri, Sukalila, Kumitir (Pigeaud I, 1960:57). </p><p>2. Dharma-Ipas adalah bangunan suci yang dibangun di atas tanah wakaf (bhudana) pemberian raja untuk para rsi-saiwa-sogata, untuk memuja dewa-dewa dan untuk mata pencaharian mereka (pakajiwita) (Soepomo I, 1997:123). Dharma-Ipas kasaiwan dikelola oleh seorang dharmadhyaksa ring kasaiwan, Dharma-Ipas kasogatan dikelola oleh seorang dharmadhyaksa ring kasogatan dan Dharma-Ipas karesyan dikelola oleh mantri-her-haji (Pigeaud 1, 1960-58). </p><p>Bangunan/tempat suci yang berada di luar pengelolaan pemerintah pusat kebanyakan adalah milik para rsi (pertapa wanaprastha) antara lain mandala, katyagan, janggan. Secara umum bangunan/tempat suci ini disebut patapan atau wanasrama karena letaknya yang terpencil. Mandala yang dikenal sebagai kadewaguruan adalah tempat pendidikan agama yang dipimpin oleh seorang siddharsi yang disebut pula dewaguru (Santiko 1986, 1990). </p><p>Berdasarkan fungsinya, candi-candi masa Majapahit dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:<br />1. Candi-candi yang mempunyai 2 fungsi (fungsi ganda) yaitu sebagai pendharmaan raja dan keluarganya, serta sekaligus sebagai; Kuil pemujaan dewa. Yang termasuk candi ganda antara lain Candi Jagi, Candi Pari, Candi Rimbi, dan Candi Simping (Sumberjati). Ciri candi kelompok ini adalah adanya tubuh candi dan ruang utama (garbhagrha) untuk menempatkan sebuah area pendharmaan perwujudan (dewawimbha).<br /><br />2. Candi-candi yang hanya berfungsi sebagai kuil pemujaan, pada umumnya tidak mempunyai garbhagrha dan arca perwujudan, tubuh candi diganti dengan altar dan/atau miniatur candi.Candi-candi kuil ini kebanyakan dipakai oleh para rsi dan terletak dilereng-lereng gunung, misalnya di lereng gunung Pananggungan, Lawu, Wilis dan sebagainya (Santika 1998). </p><p>Pejabat Keagamaan dan Agamawan di Majapahit<br />Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya beragama Siwa dan aliran Siwasiddhanta, kecuali ratu Tribhuwanotunggadewi (ibunda Hayamwuruk) beragama Buddha Mahayana. Walaupun begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga sekitar tahun 1447, karena pejabat kedua agama itu terutama pejabat Buddha disebut terakhir kali dalam prasasti Waringin Piti (Hasan Djafar 1986 : 239-258). Saat pemerintahan Raden Wijaya (Kertarajasa), ada 2 pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian 5 pejabat Siwa di bawahnya yang secara keseluruhan disebut Dharmapapati atau Dharmadhikarana. Lima pejabat Siwa ini pada pemerintahan Tribhuwana di tambah 2 orang dari agama Buddha, sehingga jumlahnya menjadi 7 orang dan secara berkelompok disebut Sang Saptopapati (Van Naersen 1933:239-258). </p><p>Disamping pejabat resmi keagamaan, terdapat pula para agamawan, walaupun tidak resmi mempunyai kedudukan dalam struktur birokrasi pemerintahan Majapahit, tetapi mempunyai peranan penting di lingkungan istana. Dalam sumber tertulis mereka disebut berkelompok, ada yang berkelompok 3 disebut tripaksa yaitu rsi-saiwa-sagata dan kelompok 4 disebut catur dwija yaitu mahabrahmana (wipra) saiwa-sogata-rsi. Kehadiran mereka secara resmi telah disebut dalam prasasti-prasasti Airlangga. Kelompok rsi dalam prasasti Airlangga disebut walkali atau walkaladhara (berpakaian kulit kayu). Rsi di sini bukan rsi tokoh mitos seperti Narada, Vivamitra, Kasyapa dan sebagainya, tetapi para pertapa yang sedang menjalani tahap hidup wanaprastha dan sanyasin atau bhiksuka (Santiko 1986, 1990). </p><p>Mahabrahmana yang disebut juga wira, adalah pendeta ahli Weda, agama dan filsafat Hindu; mungkin sebagian didatangkan dan India dan mungkin bertindak sebagai purohita di istana Majapahit. Dalam Nagarakrtagama pupuh XII:I disebutkan seorang pendeta (dwija) Siwa bernama Sri Brahmaraja, dan dalam pupuh LXXXIII:3, mengatakan bahwa 3 orang dwija diketuai oleh Sri Brahmanaja, seorang ahli dalam ajaran agama, filsafat Nyaya, Samikhyatarka Wyakarana dan ajaran Weda, mereka tinggal di istana dan sangat dihormati. Menurut Pigeaud kemungkinan mereka datang dari India (Pigeaud I, 1960:64, IV 1962:269-270). Nama Sri Brahmaraja terdapat pula pada prasasti Nglawang kira-kira dari tahun 1350, dan prasasti Ptak dan Jiu yang dikeluarkan pada tahun 1486. Dan beberapa sumber ini dianggap bahwa Sri Brahmaraja Ganggadhara dalam kedua prasasti terakhir berbeda dengan Sri Brahmaraja yang datang ke istana Majapahit masa Hayam Wuruk. </p><p>Agama Siwa Buddha<br />Pembaharuan / pertemuan agama Siwa dan agama Buddha pertama kali terjadi pada masa pemerintahan raja Krtanagara, raja Singasari terakhir. Apa maksudnya mempertemukan kedua agama tersebut belum jelas, mungkin disamping sifat toleransinya yang sangat besar, juga terdapat alasan lain yang lebih bersifat politik, yaitu untuk memperkuat din dalam menghadapi musuh dan Cina, Kubilai Khan. Untuk mempertemukan kedua agama itu, Krtanagara yang bernama Buddha Mahayana Tantrayana, membuat candi Siwa-Buddha yaitu Candi Jawi di Prigen dan Candi Singasari, dekat kota Malang. Dalam Nagarakrtagama pupuh LV:Id dikatakan.. entun yang dwaya saiwa budha sang amuja nguni satata artinya “itu sebabnya kedua (pemeluk) Siwa dan Buddha dahulu melakukan puja secara teratur”. Puja teratur dilakukan oleh para penganut Siwa maupun Buddha di Candi Jawi tersebut. Candi Siwa-Buddha seperti yang dibuat oleh Krtanagara memang tidak dijumpai pada jaman Majapahit, tetapi, uniknya, candi yang bersifat Buddha masa Majapahit tidak segan-segan menghias dindingnya dengan relief cerita yang bersifat Siwa dan begitu sebaliknya. Misalnya Candi Jago yang bersifat Buddha menghias dinding candinya dengan relief cerita Arjunawiwaha, Parthayajna dan Kalayanawanantaka yang semua cerita Siwa. Sebaliknya Candi Panataran yang bersifat agama memahat cerita Bubuksah Gagangaking yang bersifat Buddha di dinding salah satu bangunan candi tersebut. </p><p>Pembauran Agama Siwa-Buddha ini sebenarnya hanyalah sebatas mempersamakan kenyataan tertinggi (the Supreme Being) kedua agama beserta segala emanasinya, disertai pembauran beberapa konsep kedua agama tersebut, namun bukan pembauran seluruh sistem. Kedua agama tersebut masih tetap eksis dengan penganut masing-masing yang menjalankan tata upacara sesuai ajaran dan aturan agama mereka, demikian pula mereka masih tetap memiliki bangunan-bangunan suci sendiri. </p><p>Pembauran agama Siwa-Buddha pada jaman Majapahit antara lain terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada 2 candi yang berbeda sifat keagamaannya. Misalnya Kertarajasa, raja pertama Majapahit, di-dharmakan di Candi Sumberjati (Simping) sebagai wujud Siwa (Siwawimbha) dan Antahpura sebagai Buddha. Raja Jayabaya, raja ke dua Mahapahit, di-dharmakan di Shila Ptak sebagai Wisnu dan di Sukhalila sebagai Buddha. Mewujudkan raja yang wafat sebaligus sebagai Siwa dan Buddha membuktikan adanya kepercayaan dimana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun Budha tidaklah berbeda, seperti yang disebut dalam Kakawin Sutasoma pupuh CXXXIX “hyang budha tan pahi lawan siwa rajadewa “. </p><p>Agama Siwasiddhanta<br />Agama Siwa yang berkembang dan dipeluk oleh raja-raja Majapahit adalah agama Siwadiddhanta (Siddhantatapaksa) yang mulai berkembang di Jawa Timur pada masa raja Sindok (abad X). Sumber ajaran agama Siwasiddhanta adalah kitab Tutur (Smrti), dan yang tertua adalah Tutur Bhwanakosa yang disusun pada jaman Mpu Sindok dan yang termuda dan terpanjang adalah Tutur Jnanasiddanta yang disusun pada jaman Majapahit. Ajaran Agama ini sangat dipengaruhi oleh Saiwa Upanisad, Vedanta dan Samkhya. Kenyataan Tertinggi agama ini disebut Paramasiwa yang disamakan dengan suku kata suci OM. Sebagai dewa tertinggi Siwa mempunyai 3 hakekat (tattwa) yaitu:<br />• Paramasiwa-tattwa yang bersifat tak terwujud (niskala);<br />• Sadasiwa-tattwa yang bersifat berwujud-tak terwujud (sanakalaniskala);<br />• Siwa-tattwa bersifat berwujud (sakala);<br />Disamping membicarakan tattwa Siwa, Tutur membicarakan pula tentang pencapaian kalepasan, yaitu kesempurnaan yang dicapai waktu masih hidup; kamoksan, yaitu kesempurnaan setelah meninggal; peleburan diri dalam kehampaan (Sunya), yang dalam sumber tertulis disebut dengan istilah mulih atau mantuk, misalnya mantuk ing Siwapada, mantuk ring swargga loka. Salah satu usaha pencapaian kelepasan dan kamoksan adalah dengan cara pemujaan lingga yang dapat melenyapkan dosa (kiesa). Apa yang ditulis dalam Tutur diajarkan oleh para siddharsi (dewaguru) di mandala-mandala (kadewaguruan). Disamping diberi pengertian tentang Paramasiwa yang juga disebut pula sebagai Bhatara Guru atau Hyang Jagatparamana, diajarkan pula pada para murid (sisya, kaki, endang) tata upacara yang harus dilakukan sebelum berkomtemplasi tentang pembebasan jiwa, yoga dan pengetahuan-pengetahuan spiritual yang tinggi. </p><p>Di samping agama Siwa, terdapat pula agama Waisnawa yang memuja dewa Wisnu, tetapi tidak sepenting agama Siwa. Dalam agama Siwa, Wisnu hanya dipuja sebagai dewa pelindung (istadewata) bagi para raja serta pahlawan, bukan sebagai dewa tertinggi, karena fungsi Wisnu sebagai dewa pelindung dunia.• WHD. No. 488 Agustus 2007.</p><p style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Bangunan Air di Situs Majapahit</span></p><p>Berbicara tentang bangunan air di Majapahit, kita mengenal waduk dan kanal, termasuk di dalamnya kolam dan saluran air, yang sampai sekarang masih ditemukan sisa-sisa bangunannya. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa pemerintah kerajaan dan masyarakat Majapahit membuat bangunan-bangunan air tersebut sebagai fungsi pengelolaan air. Kanal dan saluran air dibangun untuk kepentingan irigasi pertanian dan sarana mengalirkan air sungai ke waduk; kolam-kolam berfungsi sebagai tempat penampungan dan penyimpanan air serta pengendali banjir.</p><p><img src="http://www.parisada.org/images/stories/budaya/bangunan%20air%20di%20situs%20majapahit%20oke.jpg" alt="Image" title="Image" width="350" align="left" border="0" height="347" hspace="6" />Hasil penelitian membuktikan sekurangnya terdapat 20 waduk kuno yang tersebar di dataran sebelah utara daerah Gunung Anjasmoro, Welirang dan Arjuno, Waduk Bauno, Kumitir, Domas, Temon, Kraton dan Kedung Wulan merupakan waduk-waduk yang berhubungan dengan Kota Majapahit yang letaknya d antara Kali Gunting disebelah barat dan Kali Brangkal di sebelah timur. Lima waduk yang pertama masih dapat ditemukan, namun waduk Kedung Wulan tidak terlihat lagi sisa-sisa bangunarinya, baik pada foto Udara maupun di lapangan.</p><p>Waduk Baureno adalah waduk yang terbesar. Bendungannya dikenal dengan sebutañ Candi Lima. Waduk ini terletak 0,5 km dan pertemuan Kali Boro dengan Kali Pikatan membentuk Kali Brangkal. Bekas waduk ini sekarang merupakan cekungan alamiah yang cukup besar ini, pada sisi barat dahulu terdapat Waduk Dornas. Tampaknya palung Kali Brangkal di desa Kedungrupit, sebelum mencapai Waduk Domas, diperdalam untuk memperlancar aliran sungai sehingga ketika musim hujan tiba air yang melimpah dapat dikendalikan dan tidak meluap menggenangi kota Majapahit. Di tempat ini lebar sungai hanya 10 meter dan tebingnya yang curam jelas merupakan buatan manusia.</p><p>Waduk Kumitir, yang sekarang dikenal penduduk sebagai Rawa Kumitir, merupakan daerah yang lebih rendah di antara daerah pesawahan yang luas yang terletak di sebelah barat Waduk Kumitir berhasil menemukan susunan bata yang diperkirakan merupakan sisa tanggul waduk tersebut.</p><p>Dan Waduk Baureno tampak sebuah saluran air yang mengalir masuk ke sebelah tenggara Waduk Kumitir. Saluran air lainnya mengalirkan air dan bagian utara Waduk Kumitir ke aráh barat laut menuju sebuah cekungan alamiah yang tidak terlalu besar, disebut Waduk Kraton, letaknya di utara Gapura ajangratu. Waduk yang terakhir adalah Waduk Temon yang letaknya di Selatan Waduk Kraton, di barat daya Waduk Kumitir. Di tempat ini sekarang banyak ditemukan mata air. Di samping waduk-waduk, di Trowulan terdapat tiga buah kolam buatan yang terletak berdekatan, yaitu Segaran, Balong Bunder dan Balong Dowo, Kolam Segaran memperoteh air dari saluran yang berasal dari Waduk Kraton. Di utara Segaran ditemukan saluran lainnya yang mengalirkan air keluar dari Segaran. Balong Dowo saat ini merupakan rawa yang ditumbuhi rumput liar, terletak 125 meter di sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang diperkuat dengan dinding-dinding tebal dan bata-bata besar di keempat sisinya. Sekarang merupakan peninggalan bangunan air yang terlibat paling monumental di kota. Majapahit.</p><p>Kolam Segaran untuk pertama kalinya ditemukan oleh Maclaine Pont pada tahun 1926 yang ketika itu sedang menekuni pencarian reruntuhan kota Majapahit. Kolam ini berukuran panjang 375 meter, lebar 175 meter, dan dalamnya sekitar 3 meter, membujur arah timur laut - barat daya. Dinding-dindingnya dibangun dari batu-bata yang direkatkan tanpa bahan perekat dengan cara menggosok pemukaan bata satu sama lain hingga rekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat saluran masuk ke kolam, sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar yang menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder. Karena ada saluran keluar dan saluran masuk, maka masuk akal jika kolam Segaran berfungsi sebagai waduk penampungan dari satu sistem irigasi. Para ahli menduga bahwa kolam Segaran tidak lain adalah “telaga” seperti yang disebutkan dalam kitab Nagarakrtagama Pupuh 8 : 5.</p><p>Keberadaan waduk-waduk di sekitar kota Majapahit telah diketahui sejak tahun 1924, tetapi baru pada tahun 1970-an, dari foto udara yang dibuat di Situs Trowulan dan sekitarnya, diketahui dengan jelas adanya kanal-kanal berupa jalur-jalur yang bersilangan saling tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan barat-timur. Di samping itu ada pula jalur-jalur yang agak menyerong. Lebar jalur-jalur tersebut bervariasi, umumnya antara 35 - 45 meter, tetapi ada pula yang hanya 12 meter dan ada yang mencapai 94 meter. Perbedaan lebar ini disebabkan oleh aktivitas penduduk masa kini berkenaan dengan pertanian dan pembuatan bata yang cenderung mengikis tanggul-tanggul kanal tersebut atau membuat jalur barru yang polanya sama dengan kanal-kanal yang sudah ada (utara-selatan atau barat-timur). Melihat kegiatan masyarakat masa kini kanal-kanal tersebut dahulu tentunya tidak selebar yang terlihat sekarang.</p><p>Kanal-kanal ini di daerah pemukiman terlihat jelas sebagai daerah yang lebih rendah dan merupakan daerah pesawahan. Pengeboran yang pernah dilakukan pada sejumlah kanal memperlihatkan adanya lapisan sedimentasi sampai sedalam empat meter. Hal ini menunjukkan bahwa jalur-jalur tersebut dahulu jauh lebih dalam dari sekarang dan dialiri oleh air. Di samping itu, di daerah yang padat temuan arkeologinya, yang diperkirakan sebagai pusat kota, pernah ditemukan susunan bata setinggi 2,5 meter, yang memberi kesan bahwa dahulu kanal-kanal tersebut diberi tanggul. Pada waktu yang lalu kedua tepi kanal yang terletak di daerah Kedaton yang lebarnya 26 meter diberi tanggul bata. Mungkin tidak semua kanal di situs ini diberi tanggul, hanya pada lokasi-lokasi tertentu yang dianggap penting untuk diperkuat.</p><p>Kanal-kanal ini ada yang ujungnya berakhir di Waduk Temon dan Kali Gunting. Sekurang-kurangnya tiga kanal mempunyai ujung yang berakhir di Kali Kepiting, di selatan kota Majapahit. Kali kepiting ini memperoleh airnya dari Waduk Temon.</p><p>Kanal. waduk, dan kolam buatan ini didukung pula oleh saluran-saluran air yang lebih kecil, yang merupakan bagian dari sistem jaringan air di Majapahit. Di Trowulan gorong-gorong yang dibangun dari bata sering ditemukan. Ukurannya yang cukup besar memungkinkan orang dewasa untuk masuk ke dalamnya. Candi Tikus yang merupakan pemandian (petirtan) misalnya, mempunyai gorong-gorong yang besar untuk menyalurkan airnya ke dalam dan ke luar candi. Selain gorong-gorong atau saluran bawah tanah, banyak pula ditemukan saluran terbuka untuk mengairi sawah-sawah. Di samping itu, ditemukan pula pipa-pipa terakota yang kemungkinan besar digunakan untuk menyalurkan air ke rumah-rumah, serta selokan-selokan dari susunan bata di antara sisa-sisa rumah-rumah kuno. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sanitasi dan pengendalian air.</p><p>Jelaslah bahwa ada kaitan yang erat antara kanal, waduk kuno serta kolam buatan yang ada di kota Majapahit. Bangunan-bangunan air ini dibuat dengan perencanaan yang matang dan tenaga manusia yang tidak sedikit. Tampaknya pembangunan waduk-waduk yang umumnya terletak di timur dan tenggara pusat kota ini selain untuk menampung air untuk irigasi, dimaksudkan juga untuk mengendalikan air pada musim hujan. Waduk-waduk ini dapat menampung luapan air agar pusat kota terhindar dari bahaya banjir. Kanal-kanal yang cukup lebar menimbulkan dugaan bahwa fungsinya bukan sekedar untuk mengairi sawah (irigasi), tetapi mungkin juga untuk sarana transportasi yang dapat dilalui oleh perahu kecil. Hal lain yang dapat diperhitungkan adalah kemungkinan kanal-kanal tersebut mempunyai arti kosmomagis, dimana iklim daerah Trowulan yang kemaraunya lebih panjang akan menjadi lebih sejuk.</p><p>Melihat besarnya bangunan-bangunan air ini dapat diperkirakan bahwa pembangunannya membutuhkan suatu sistem organisasi yang teratur, bukan saja dalam hal pengaturan sumberdaya manusianya, tetapi juga penyediaan logistik bagi para pekerja. Pemeliharaan bangunan-bangunan air serta jaringan pendukungnya juga membutuhkan struktur masyarakat yang teratur dan terkoordinir dengan baik. Skala bangunan air yang ada jelas menunjukkan bahwa masyarakat yang menghasilkannya merupakan masyarakat perkotaan yang maju dan sadar bahwa daerah hunian mereka merupakan daerah rawan banjir, tetapi dapat dikendalikan. Hal ini terbukti dari pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki yang memungkinkan mereka mampu mengendalikan banjir dan menjadikan pusat kota terlindung serta aman dihuni. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa ada sebagian pemukiman, termasuk Gapura Bajangratu, dibangun di atas lapisan lahar. Hal ini memperlihatkan bahwa perkembangan penduduk telah menyebutkan dibukanya lahan baru bagi pemukiman dan pertanian, termasuk daerah-daerah yang dianggap kurang ideal karena letaknya di bagian yang sering terlanda banjir. Dengan dibangunnya waduk-waduk dan kanal-kanal yang dapat mengendalikan banjir, maka wilayah yang sebelumnya rawan banjir dapat dilindungi dan dikembangkan sebagai tempat pemukiman dan pertanian.</p><p>Sampai sekarang baik dari prasasti maupun naskah-naskah kuno, tidak diperoleh keterangan mengenai kapan waduk dan kanal-kanal ini dibangun serta berapa lama berfungsinya. Rusaknya waduk dan kanal-kanal ini mungkin diawali oleh letusan Gunung Anjasmoro pada tahun 1451 yang membawa lapisan lahar yang tebal yang membobol Waduk Baureno dan mengakibatkan kerusakan pada waduk-waduk lain serta sistern jaringan air yang ada di kota Majapahit. Pada sisa waduk-waduk tersebut terlihat lapisan lahar yang menutupi dasarnya. Candi Tikus yang letaknya di antara Waduk Kumitir dan Waduk Kraton bahkan seluruhya pernah tertutup oleh lahar. Keadaan kerajaan yang kacau karena perebutan kekuasaan, ditambah dengan munculnya kekuasaan baru di daerah pesisir menyebabkan kerusakan bangunan-bangunan air di kota Majapahit tidak dapat diperbaiki seperti sediakala. Erosi dan banjir yang terus menerus terjadi mengakibatkan daerah ini tidak layak dihuni dan pertanian tidak lagi menghasilkan panen yang menguntungkan. Hal inilah yang kemungkinan besar mengakibatkan kota Majapahit semakin tidak terawat dan perlahan-lahan ditinggalkan oleh penduduknya. <strong>WHD No. 506 Pebruari 2009.</strong> </p><p> </p><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Kerajaan Majapahit Selayang Pandang</span><br /><br /><p>Sejarah Kerajaan masa Hindu Budha di daerah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 3 periode. Periode Pertama adalah raja-raja dan Kerajaan Kediri yang memermtah sejak abad ke 10 M hingga tahun 1222 M. Periode Kedua dilanjutkan oleh pemerintahan raja-raja dan masa Singosari yang memerintah dan tahun 1222 M hingga tahun 1293 M. Periode Ketiga adalah masa pemerintahan raja-raja Majapahit yang berlangsung dan tahun 1293 M hmgga awal abad ke 6 M.</p><p>Pendiri kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya. Ia merupakan raja pertama Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada awalnya, pusat pemerintahan kerajaan Majapahit berada di daerah Hutan Tarik. Karena di wilayah tersebut banyak ditemui pohon maja yang buahnya terasa pahit, maka kerajaan Raden Wijaya kemudian dinamakan Majapahit. Raden Wijaya memerintah dan tahun 1293 M hingga 1309 M.</p><p>Tampuk pemerintahan kemudian digantikan oleh Kaligemet yang merupakan putra Raden Wijaya dengan Parameswari. Pada saat itu, usia Kaligemet masih relatif muda. Ia kemudian bergelar Jayanegara. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan. Pada akhirnya pada tahun 1328 M Jayanegara terbunuh oleh tabib pribadinya yang bemama Tanca. Roda kekuasaan kemudian diambil alih oleh Raja Patni kemudian mengundurkan diri sebagai raja dan menjadi pendeta Budha. Tampuk pemerintahan kernudian diserahkan ke anaknya yang bernama Tribhuana Wijayatunggadewi. Dalam menjalankan pemerintahannya, ia dibantu oleh patih Gajah Mada.</p><p>Majapahit kemudian tumbuh menjadi negara yang besar dan termashyur baik di Kepulauan Nusantara maupun luar negeri. Pada tahui 1350 M, Tribuana Tunggadewi kemudian mengundurkan diri. Tampuk kekuasaan kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bemama Hayam Wuruk. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit kemudian mencapai masa keemasan hingga patih Gajah Mada meninggal pada tahun 1365 M. Terlebih ketika Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, negara Majapahit mengalami kegoncangan akibat konflik saudara yang saling berebut kekuasaan.</p><p>Pengganti Hayam Wuruk adalah putrinya yang bernama Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana. Sementara itu, Wirabhumi yaitu putra Hayam Wuruk dan selir menuntut juga tahta kerajaan. Untuk mengatasi konflik tersebut, Majapahit kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu wilayah timur dikuasai oleh Wirabhumi dan wilayah Barat diperintah oleh Wikramawardhana bersama Kusumawardhani. Namun ketegangan di antara keduanya masih berlanjut hingga kemudian terjadi perang saudara yang disebut dengan “Paragreg” yang berlangsung dan tahun 1403 hingga 1406 M. Perang tersebut dimenangkan oleh Wikramawardhana yang kemudian menyatukan kembali wilayah Majapahit. Ia kemudian memerintah hingga tahun 1429M.</p><p>Wikramawardhana kemudian diganti oleh putrinya yang bernama Suhita yang memerintah dari tahun 1429 hingga 1447M. Suhita adalah anak kedua Wikramawardhana dan selir. Selir tersebut merupakan putri Wirabhumi. Diharapkan dengan diangkatnya Suhita menjadi raja akan meredakan persengketaan.</p><p>Ketika Suhita wafat, tampuk kekuasaan kemudian digantikan oleh Kertawijaya yang merupakan putra Wikramawardhana. Pemerintahannya berlangsung singkat hingga tahun 1451 M. Sepeninggalnya Kertawijaya, Bhre Pamotan kemudian menjadi raja dengan gelar Sri Raja Sawardhana dan berkedudukan di Kahuripan. Masa pemerintahannya sangat singkat hingga tahun 1453 M. Kemudian selama tiga tahun Majapahit mengalami “Interregnum” yang mengakibatkan lemahnya pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Pada tahun 1456 M, Bhre Wengker kemudian tampil memegang pemerintahan. Ia adalah putra Raja Kertawijaya. Pada tahun 1466, ia meninggal dan kemudian digantikan oleh Bhre Pandan Salas yang bergelar Singhawikramawardhana. Namun pada tahun 1468, Kertabumi menyatakan dirinya sebagai penguasa Majahit yang memerintah di Tumapel, sedangkan Singhawikramawardhana digantikan oleh putranya yang bemama Rana Wijaya yang memerintah dari tahun 1447 hingga 1519 M. Pada tahun 1478 M ia mengadakan serangan terhadap Kertabumi dan berhasil mempersatukan kembali kerajaan Majapahit yang terpecah-pecah karena perang saudara. Rana Wijaya bergelar Grindrawardana.</p><p>Kondisi kerajaan Majapahit yang telah rapuh dari dalam dan disertai munculnya perkembangan baru pengaruh Islam di daerah pesisir utara Jawa, pada akhirnya menyebabkan kekuasaan Majapahit tidak dapat dipertahankan lagi.</p><p><strong>Perekonomian Masa Majapahit<br /></strong>Tidak diragukan lagi bahwa salah satu faktor yang mendorong kebesaran Majapahit adalah tumbuhnya perekonomian yang berbasis pada sektor pertanian yang produktif. Kondisi geografis daerah Trowulan yang terletak di pedalaman tidak hanya memiliki kesesuaian sebagai sebuah perkotaan, tetapi juga mengindikasikan sebagai sebuah perkotaan agraris. Untuk. mendukung pertanian, dibangun pula beberapa infrastruktur untuk mengelola air di kawasan ini.</p><p>Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan arkeologis dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Majapahit didorong oleh kegiatan dan terbentuknya jejaring perniagaan baik lokal maupun regional. Dalam Ying-yai Sheng-lan disebut beberapa kota pelabuhan yang berada di bawah kekuasaan Majapahit yaitu Tuban, Gresik, dan Surabaya. Pelabuhan tersebut telah dikunjungi pedagang asing dari Arab Persia, Turki, India, dan Cina. Pedagang Majapahit tidak hanya terbatas melakukan perdagangan di wilayahnya. Mereka juga pergi ke pulau-pulau lain seperti : Banda, Ternate, Ambon, Banjarmasin, Malaka, hingga ke kepulauan Philippina. Beberapa daerah tersebut tercatat dalam Kitab Negarakertagama dan termasuk kategori negeri yang menyerahkan upeti dalam sistem pertukaran Tributari. Pedagang Majapahit membawa beras dan hasil bumi yang dipertukarkan dengan barang lain seperti keramik, tekstil, dan rempah rempah. </p><p>Bukti clan kegiatan perekonomian Majapahit tersebut dapat diamati dengan ditemukannya beberapa tinggalan arkeologis yang berasal dari luar seperti keramik porselin Cina, yang sebagian besar berasal dari dinasti Song. Selain itu, ditemukan juga keramik Vietnam dan Keramik Thailand. Sepertinya, barang-barang tersebut termasuk yang digemari orang Majapahit.</p><p>Selain pertukaran barang (sistem Tributari), mata uang juga telah digunakan dalam transaksi jual beli. Jenis mata uang ini antara lain uang lokal seperti uang gobog, dan uang Ma dari perak atau emas. Kepeng Cina dari dinasti Tang, Song, Ming dan Qing juga berlaku di Majapahit. Dalam transaksi jual beli, alat satuan ukur seperti timbangan dan terakota dari batu juga telah dikenal.</p><p><strong>Religi dan Kesusastraan</strong><br />Kehidupan religius pada masa Majapahit telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan peradaban manusia Majapahit. Semuanya itu terekam dan tersurat dalam karya-karya sastra yang sangat indah dan bermutu di antaranya seperti Kakawin Negarakertagama, Arjunawiwaha, Sutasoma, Lubdhaka, Writasanaya, dan Kunjarakama.</p><p>Dalam Negarakertagama, Prapanca menuliskan bahwa terdapat 3 pejabat pemerintahan yang mengurusi agama yaitu Dharmadhyaksa Kasewan untuk agama Siwa, Dharmadhyaksa Kasogatan untuk agama Budha, dan Menteni Herhaji untuk aliran Karsyan. Pejabat-pejabat ini dibantu oleh Dharma-Upapati yang mengurusi sekte-sekte seperti Sivasiddhanta, dan Bhairawapaksa.</p><p>Kehidupan religius Majapahit mencapai tahap perkembangan yang belum pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya, yaitu adanya penyatuan antara agama Siwa-Budha. Pertemuan lintas agama tersebut terjadi pada tataran kebenaran tertinggi, tetapi dalam praktek ritual ibadah keduanya tetap terpisah. Paham raja sebagai titisan dewa yang dianut kerajaan dimanifestasikan dalam pembuatan arca perwujudan dari raja-raja yang telah wafat yang didharmakan dalam sebuah percandian.</p><p>Di Kerajaan Majapahit juga berkembang agama Karesian yang dikembangkan dalam sekolah yang dipimpin para pendeta (rsi). Dasar ajarannya adalah sekte Sivasiddhanta, di mana meditasi dipandang sebagai cara untuk mencapai realitas yang absolut. Ajarannya berkembang dalam masyarakat dan bercampur dengan kepercayaan tradisioital yang asli. Ritusnya diwujudkan sebagai perjalanan menuju tingkat-tingkat kesempurnaan hidup.</p><p>Mereka mengisolasi diri di gunung-gunung dan tempat sunyi sebagai rangkaian pengajaran. Meditasi dilakukan di berbagai pertapaan antara lain Gunung Penanggungan, gunung Arjuna dan Sukuh. Kehadiran Islam mewarnai ragam agama yang berkembang di Majapahit. Tidak kurang dari 30 nisan ditemukan di komplek kuburan Troloyo dan sekitarnya. Sebagian besar nisan memuat tanggal antara rentang waktu 1356-1475 M. Dengan demikian, kita dapat mengartikan bahwa agama Islam telah ada ketika Majapahit berada di puncak kejayaan pada masa Hayam Wuruk. Majapahit telah menunjukkan sebagai negara yang terbuka, multikultur, dan masyarakat hidup dengan berbagai aliran keagamaan secara berdampingan.</p><p><strong>Teknologi dan Kesenian Masa Majapahit</strong><br />Keagungan karya arsitektur masa Majapahit yang dapat disaksikan kini tidak lain merupakan cerminan dan kemampuan mewujudkan simbol dan spirit religius dewa-raja melalui perpaduan keunggulan teknologi rancang bangun dan kesenin. Sosoknya hadir dalam percandian yang dipersembahkan sebagai pendharmaan bagi raja, titisan Sang Dewa, yang mangkat.</p><p>Kitab Negarakertagama menyebutkan 27 buah percandian, tetapi hanya beberapa diantaranya yang masih dapat kita kenali saat ini seperti Candi Singosari, Candi Kidal, Candi Jago, Candi Jawi, Candi Simping dan Bhayalango. Ciri yang menyertai percandian Majapahit adalah kaki candi yang tinggi bertingkat dengan tubuh candi dibalut bingkai melingkar, dan atap candi yang tinggi menyita pandangan. Kita juga mengenal arsitektur Majapahit dan bangunan Profan (bukan bersifat religius) seperti gapura, pertirtaan dan kolam.</p><p>Potret arsitektur perkotaan Majapahit selintas tergambar dan sebuah kesaksian musafir Cina Ma Huan, si penulis Kitab Ying-Yai Sheng-Lan. Majapahit atau Man-Che-Po-i digambarkan sebagai tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata. Keraton tampak seperti rumah bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang disusun seperti ubin keramik (sirap). Lantainya terbuat dari papan yang ditutupi anyaman tikar pandan atau rotan. Rumah penduduk biasa umumnya beratap jerami. Mereka memiliki peti dari batu yang dipakai untuk menyimpan harta milik.</p><p>Berdasarkan berbagai sumber seperti relief candi di Jawa Timur dan miniatur rumah terakota, maka dapat diperkirakan bentuk arsitektur bangunan tinggal pada masa Majapahit. Pada masa awal diperkirakan konstruksi bangunan terbuat dari kayu yang berdiri di atas batur.</p><p>Di dalam rumah tersebut belum terdapat pembatas ruangan secara permanen Penutup atapnya genteng. Bangunan seperti ini mungkin digunakan sebagai pendopo atau bale, tempat istirahat, dan tidur. Pada masa akhir Majapahit, rumah tinggal sudah memiliki pembatas.</p><p>Berdasarkan berbagai sumber tertulis didapatkan pula gambaran mengenai tata ruang perkotaan Majapahit. Kota Majapahit berorientasi ke utara. Semua bagian penting berada di utara termasuk keraton. Pemukiman rakyat berada di sebelah selatan. Pola kota terbagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh jalan-jalan yang berpotongan. Tempat tinggal raja terletak di tengah, sedangkan bangunan suci berada di sebelah barat daya kota.</p><p>Namun demikian, hanya dengan pengujian arkeologis kita dapat memastikan apakah pola seperti mi yang digunakan pada masa Majapahit. Di Situs Trowulan ditemukan pula jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung bakar atau terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan penduduk kota. Terakota Majapahit dan Situs Trowulan amat kaya ragamnya, di antaranya seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa saluran), wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, boneka, vas bunga), ritus religi (sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan, dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan setempat karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas. Selain terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan juga berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu seperti genta, guci amerta dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi.</p><p><strong>Peraturan Pada Masa Majapahit</strong><br />Untuk mengatur ehidupan rakyatnya, kerajaan Majapahit telah memiliki sejumlah peraturan yang terkumpul dalam kitab perundangundangan. Kitab tersebut berisi baik tentang hukum idana maupun hukum perdata. Peraturan tersebut berlaku bagi setiap orang. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 Kitab Agama yang berbunyi “Hamba raja mesti ia mentri sekalipun jika menjalankan dusta, corah dan tatayi akan dikenakan pidana pati”. Selain itu, menurut kitab perundang-undangan Majapahit pasal 259 dan 261 berbunyi” barang siapa menelantarkan sawah dan ternaknya akan dikenakan denda atau diperlakukan sebagai pencuri dan dikenakan pidana mati”. Latar belakang peraturan ini kemungkinan disebabkan karena Hayam Wuruk sadar bahwa penggarapan sawah dan pemeliharaan ternak yang baik dapat mempengaruhi perekonomian rakyat dan negara.</p><p><strong>Struktur Pemerintahan</strong><br />Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mempunyai aparat pemerintahan yang lengkap. Raja mempunyai banyak pembantu sebagai pelaksana. Hierarkhi pemerintahan kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:</p>1. Raja; merupakan pemegang pucuk pimpinan kerajaan.<br />2. Tuwaraja/Kumararaja; jabatan yang diduduki oleh putra/putri raja.<br />3. Rakyan Mahamantri Katrini; dewan yang bertugas melaksanakan politik negara.<br />4. Rakyan Mahamantri ri Pakirankiran; dewan ini juga melaksanakan politik negara.<br />5. Dharmadyaksa; merupakan kepala bidang agama.<br />6. Dharmopapati; merupakan dewan yang juga mengurusi keagamaan.<br /><strong>WHD. No. 506 Pebruari 2009</strong>.<br /><br /><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Keramik Asing di Situs Kota Majapahit </span><br /><br /><p>Salah satu jenis benda yang mudah ditemukan hampir di seluruh permukaan tanah situ-kota Majapahit di Trowulan seluas 9 x 11 km adalah pecahan-pecahan keramik asing. Aktivitas masyarakat sekarang ketika mengolah lahan memungkinkan benda benda itu muncul ke permukaan dalam jumlah yang tidak sedikit. Demikian pula dari kegiatan ekskavasi arkeologi, pecahan-pecahannya terlihat di berbagai lapisan tanah yang berbeda. Kenyataan itu membuktikan bahwa masyarakat Majapahit sudah terbiasa menggunakan keramik untuk keperluan hidupnya.</p><p><img src="http://www.parisada.org/images/stories/budaya/raja%20majapahit%20raden%20wijaya.jpg" alt="Image" title="Image" width="275" align="left" border="0" height="522" hspace="6" />Ratusan ribu pecahan keramik asing yang telah ditemukan mencakup beragam bentuk wadah seperti ternpayan, guci, buli-buli, cepuk, pasu, piring, mangkok, kendi, jambangan, vas, dan botol; bahkan wadah-wadah seperti bagian-bagian bangunan, figurin, kelereng, dan lain-lain. Semua itu dalam berbagai bentuk, hiasan, warna maupun ukuran. Keanekaragaman bentuk tersebut menggambarkan bermacam peralatan yang digunakan saat itu dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan juga menunjukkan bahwa keramik berglasir selain digunakan sebagai perlengkapan hidup, juga telah dijadikan model untuk mengembangkan berbagai variasi bentuk benda dari tanah liat, karena beberapa bentuk benda dari tanah liat, ditemukan serupa dengan keramik berglasir. Dari tampakan wujudnya, yaitu bahan dasar berwarna putih, permukaannya diberi lapisan glasir sehingga tampak kilap, menunjukkan bahwa jenis benda seperti itu bukanlah produksi setempat. Kaolin, bahan baku utamanya sama sekali tidak tersedia di sekitar daerah Trowulan.</p><p>Barang-barang keramik ini sebagian besar berasal dari Cina, pada masa dinasti Song abad X - XIII hingga dinasti Qing abad AXVII-XX; dan sebagian kecil dari wilayah Asia Tenggara Daratan antara lain dari Vietnam, Thailand, dan Kamboja, darimasa antara abad XII-XVIII. Di antara asal keramik seperti tersebut diatas, paling banyak ternyata berasal dari masa dinasti Yuan dan Ming awal (antara abad XIII hingga XV). Sementara itu dari kedua masa itu yang terbanyak adalah mangkok berwarna hijau keabuan, biasa disebut seladon, dibuat dari bahan batuan (stoneware) berwarna abu-abu dengan tekstur padat. Kebanyakan bagian dasar dalamnya terdapat hiasan goresan flora dalam lingkaran tidak berglasir atau ‘tapal kuda’ (biscuited ring). Selain seladon, banyak juga ditemukan keramik berwarna putih dengan hiasan warna biru yang diberi lapisan transparan. Kebanyakan hiasan pada mangkok jenis ini memiliki motif bunga peony dan geometris. Warnawarna lain seperti coklat kekuningan, hitam, coklat kehitaman, hijau, putih kebiruan terdapat antara lain pada bentuk-bentuk seperti tempayan, guci, kendi, cepuk, botol, dsb.</p><p>Selain keramik Cina, keramik Thailand (khususnya buatan Sawankhalok dan Sukothai) dari masa yang sejaman juga cukup banyak ditemukan. Wadah-wadah buatan Sawankhalok di antaranya berupa mangkok seladon, buli-buli cokiat kehitaman dengan 2 kupingan di bagian tepian; sedangkan dari Sukothai terutama piring berwarna putih dengan hiasan ikan warna coklat kehitaman di bagian dasar dalam.</p><p>Selain ke dua tempat asal tersebut di atas ditemukan pula banyak keramik buatan Vietnam sejaman. Umumnya berupa mangkok berwarna coklat, putih dengan hiasan biru. hijau, dan putih kekreman; sedangkan cepuk cenderung berwarna putih dengan hiasan biru. Yang menarik adalah adanya bahan bangunan di antara keramik-keramik buatan Vietnam. Jenis ini sama sekali tidak dijumpai di antara keramik-keramik berglasir buatan Cina maupun Thailand. Gejala ini memunculkan dugaan bahwa bentuk tersebut hanya merupakan pesanan khusus semata.</p><p>Seperti disebutkan di atas, masa pemakaian keramik berglasir buatan luar Majapahit mencapai rentang masa yang cukup panjang, yaitu dari Song akhir (abad XIII) sampai dengan Qing (awal abad XX), dengan masa puncak kejayaan pemakaian antara abad XIII hingga abad ke XV. Rentang waktu yang mencapai beberapa abad tersebut mencerminkan adanya kegiatan perdagangan keramik internasional yang bersifat berkesinambungan. Keadaan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pada waktu itu terdapat suatu badan yang mengelola jual beli komoditi tersebut.</p><p>Lebih banyaknya keramik buatan Cina dibandingkan dari daerah lainnya mungkin menunjukkan bahwa buatan Cina lebih disukai dibandingkan yang lain, atau karena tersedia dalam jumlah yang cukup, dianggap mempunyai mutu yang lebih baik, atau keramik Cina memang mendominasi pasar, sehingga keramik lain memang kurang mendapat perhatian.</p><p>Melimpahnya temuan keramik di Trowulan ternyata sesuai dengan berita tertulis yang menyebutkan bahwa banyak pedagang Cina di Majapahit yang membawa barang dagangan, diantaranya porselin yang merupakan bagian dari barang bawaan pedagang Cina yang banyak mengalir ke Majapahit. setidaknya dari berita Dinasti Ming disebutkan bahwa orang Majapahit sangat menyukai piring-piring seladon atau piring-piring biru putih berhiasan bunga (Satari 1984). Selain itu menurut Watt (1984) jenis keramik yang merupakan mayoritas temuan di situs Trowulan adalah wadah-wadah dari tungku Longquan. Jenis ini merupakan jenis yang banyak diproduksi dan diperdagangkan, dan masa-masa produksi tersebut merupakan masa kejayaan perdagangan Cina dengan negara luar. Berita tentang pemuatan keramik jenis green ware atau barang-barang hijau disebut pula dalam ekspedisi Shun-Feng-Hsiang-Sung, yang berisi kumpulan jalur navigasi yang dilalui kapal Cina beserta barang-barang yag dikirimkan (Feng 1981 dan Milla 1984).</p><p>Pedagang Cina yang banyak berdatangan pada masa itu langsung membawa keramik dari negerinya, juga kemungkinan besar membawa keramik dari Vietnam dan Thailand. Selain pedagang Cina, tidak tertutup kemungkinan saudagar-saudagar India, Arab, Gujarat, Persia dan bangsa lain memperjual-belikan berbagai komoditi dari berbagai daerah, sehingga dapat dikatakan Majapahit sebagai pusat kegiatan perdagangan yang bersifat internasional. <strong>WHD. No. 506 Pebruari 2009.</strong></p><span style="font-size:130%;">Majapahit Dalam Sejarah ( 2 )</span><br /><br />Pencapaian peradaban dalam masa Majapahit terjadi pula dalam. bidang seni arca yang mempunyai bentuk dan gaya tersendiri. Jumlah arca yang dihasilkan dalam era Majapahit cukup banyak. Arca-arca tersebut ada yang berasal dari periode awal, kejayaan, kemunduran dan keruntuhan Majapahit. Ciri khas bentuk arca Majapahit telah ditelaah oleh para ahli. Salah satu cirinya yang kuat adalah terdapatnya garis-garis di sekitar tubuh arca. Garis ini sebagai garis sinar yang lazim disebut dengan “sinar Majapahit”. Adapun bentuk relief lingkaran yang dilengkapi dengan garis-garis sinar seringkali didapatkan di beberapa bagian candi yang disebut dengan “Surya Majapahit”.<br /><br />N.J. Krom pernah mengemukakan dalam artikelnya yang berjudul “De beliden van Tjandi Rimbi’ (1912) tentang ciri-ciri arca masa Majapahit sebagai berikut:<br />1. Pada kedua sisi arca dihias dengan padma yang ke luar dari pot/vas bunga.<br />2. Hiasan kepala (mahkota) berbentuk kerucut (kirita makuta) dan terdapat pula ikat kepala di dahi (jamang).<br />3. Perhiasan telinga berbentuk memanjang.<br />4. Gerai rambut dihias dengan makara atau perhiasan lain yang sesuai.<br />5. Tubuh bagian atas terbuka (tidak. memakai pakaian) kecuali perhiasan tali dada atau tali kasta (upawita).<br />6. Terdapat ikat pinggang di bawah dada (anteng).<br />7. Digambarkan mengenakan kain sarung berlapis-lapis.<br />8. Ikat pinggang setinggi perut, di bawahnya terdapat lipatan kain yang terlihat. Selain itu, dibawah lipatan terdapat ujung tali yang menggantung di bahu kiri.<br />9. Pada kedua kaki menjunfai tali-tali dari ikat pinggang setinggi perut dan di ujung tali terdapat hiasan.<br />10. Wiru dan kain pada kedua sisi ‘tubuh dan di antara dua kaki, ujungnya terbelah berbentuk ekor burung layang-layang.<br />11. Memakai gelang tangan, kelat bahu dan gelang kaki yang lebar.<br /><br />Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak semua ciri arca tersebut dapat secara lengkap dijumpai pada setiap arca masa Majapahit. Ciri-ciri tersebut hanya hadir pada beberapa arca penting saja, seperti arca Hari-Hara dari Candi Sumberjati, arca Parwati dari Candi Ngrimbi, arca perwujudan sepasang tokoh dan arca “Ratu Suhita” Arca-arca era Majapahit lainnya mungkin hanya memiliki sebagian ciri saja. Walaupun demikian, cukup untuk diidentifikasikan sebagai arca gaya seni Majapahit. Justru ciri yang kerapkali didapatkan pada arca-arca Majapahit, oleh Krom malah dilupakan, yaitu adanya “Sinar Majapahit” yang keluar disekeliling tubuh arca. Mungkin saja pada masa Krom menyusun karyanya, temuan arca-arca Majapahit dengan “Sinar Majapahit” belum banyak ditemukan sehingga ciri penting tersebut belum dimasukkan oleh Krom sebagai salah satu ciri arca masa Majapahit.<br /><br />Pendapat Krom itu lalu mendapat “penjelasan” lebih lanjut dari W.F. Stutterheim dalam karyanya “De dateering van eenige Oost-Javaansche beeldengroepen“. Pendapat Krom antara lain menyatakan bahwa ciri arca Majapahit yang penting adalah terdapatnya bunga teratai yang keluar dari pos/vas di kanan-kiri arca, sedangkan ciri seni arca Singhasari adalah terdapat bentuk bunga teratai yang langsung keluar dari akarnya (bonggolnya) disisi kanan-kiri tubuh arca. Stutterheim menyatakan bahwa ciri teratai yang keluar dari pot sebenarnya tidak menandai zaman/periode gaya seni Singhasari ataupun Majapahit. Ciri tersebut sebenarnya menandai dinasti atau keluarga raja.<br /><br />Selanjutnya, Stutterheim mengemukakan bahwa arca-arca yang diapit oleh teratai yang keluar langsung dari bonggol (akarnya) sebenarnya dapat dihubungkan dengan penggambaran raja-raja Singhasari dan keluarganya. Apabila ada keluarga Raja Singhasari mangkat dan kemudian diarcakan dalam bentuk arca perwujudan, maka arca-arca itu digambarkan dengan diapit teratai yang keluar dari akarnya, sedangkan raja-raja Majapahit dan keluarganya jika diwujudkan dalam bentuk arca, penggambarannya diapit oleh teratai yang keluar dari dalam wadah (vas, periuk, pot atau lainnya lagi).<br /><br />Pendapat Stuterheim tersebut agaknya benar. Hal ini terbukti dengan arca perwujudan Rajapatni Gayatri yang berupa Prajnaparamita di Candi Bayalango. Penggambarannya diapit oleh sepasang teratai yang keluar dari bonggolnya. Menurut Nagarakrtagama, Gayatri wafat tahun 1272 S/1350 M. Ia kemudian di-dharma-kan di Bayalan. Arcanya berwujuci Prajnaparamita. Gayatri meninggal dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk. Jika mengikuti pendapat Krom, seharusnya arca Prajnaparamita tersebut diapit teratai yang ke luar dari suatu wadah karena dibuat dalam masa Majapahit. Apabila mengikuti pendapat Stuttetheim, maka, arca tersebut menggambarkan Gayatri yang sebenarnya putri Raja Singhasari Krtanagara, raja terakhir Singhasari. Oleh karena itu, arca perwujudannya diapit oleh teratai yang keluar langsung dari bonggol akar-akarnya. Selain iu, arca Amoghapasa yang sekarang kepalanya hilang dan masih terdapat di halaman Candi Jago juga diapit oleh teratai yang keluar dari bonggolnya, artinya menggambarkan keluarga Raja Singhasari. Hal itu dapat dipahami karena arca tersebut menurut uraian kitab Pararaton menggambarkan Sri Rangga Wuni (Wisnuwarddhana) - ayahanda Krtanagara yang telah meninggal di-dharma-kan di Jajaghu atau Candi Jago sekarang.<br /><br />Arca-arca dari masa Majapahit penggarapannya cukup halus sehingga dapat dianggap karya seni arca yang bermutu tinggi karena keindahannya, misalnya arca Hari-Hara (tinggi 2 m) dari Simping (Candi Sumberjati) di Blitar dan arca Dewi Parwati (tinggi 2 m) dari Candi Ngrimbi di Jombang. Kedua arca tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta. Arca Parwati diapit oleh teratai yang ke luar dari vas, menurut Stutterheim termasuk contoh gaya seni arca keluarga Majapahit. Arca Parwati itu sangat mungkin menggambarkan Ratu Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani, ibu Hayam Wuruk. Sebagaimana diketahui bahwa sang ratu adalah putri dari Raja Majapahit pertama, yaitu Krtarajasa Jawawarddhana.<br /><br />Menurut Nagarakrtagama terdapat bermacarn bangunan suci yang dikenal dan dijaga oleh masyarakat dalam zaman kejayaan Wilwatikta. Bangunan-bangunan suci tersebut dibawah pengawasan dua orang dharmmadyaksa (pejabat tinggi keagamaan), yaitu dharmmadyaksa ring kasaiwan yang mengurus bangunan-bangunan suci yang bernafaskan agama Hindu-saiva dan dharmmadyaksa ring kasogatan yang menjaga bangunan-bangunan suci agama Budha Mahayana. Pejabat tinggi lainnya disebut dengan mantri her haji yang mengurusi tempat-tempat keagamaan kaum Rsi, seperti tempat pertapaan, pemukiman kaum agamawan (krsyan) dan juga pusat-pusat pendidikan agama (mandala dan kadewaguruan).<br /><br />Bangunan-bangunan yang berada di bawah pengawasan dua dharmmadyaksa pada masa Majapahit disebutkan dalam Nagarakrtagama pupuh 76-77. Dharmmadyaksa ring kasaiwan mengawasi empat kelompok bangunan suci, yaitu;<br />1. Kuti Balay merupakan tempat pemujaan yang dilengkapi dengan bangunan pendopo (mandapa) tanpa dinding serta dilengkapi pula Bangunan tempat tinggal untuk para pendetanya (asrama).<br />2. Parhyangan merupakan tempat-tempat suci untuk memuja leluhur/nenek moyang (hyang).<br />3. Prasadha haji merupakan candi-candi kerajaan serta tempat pen-dharma-an kerabat raja.<br />4. Sphatika i hyang merupakan tempat-tempat peringatan (?) bagi leluhur.<br /><br />Adapun dharmadyaksa ring kasogatan mengawasi tanah-tanah perdikan (sima) bagi kegiatan agama Budha yang terdiri atas dua kelompok, yaitu:<br />1. Kawinuya merupakan bangunan suci Budha yang secara umum bukan diperuntukkan bagi suatu sekte.<br />2. Kabajradharan merupakan bangunan suci sekte bajradara-tantrayana.<br /><br />Mantri her haji/air haji pada masa Majapahit termasuk kelompok mangilala drbya haji, artinya para pejabat kerajaan yang “menikmati kekayaan raja” (digaji oleh kerajaan). Maka, mereka dilarang memungut biaya apapun dalam lingkungan daerah-daerah perdikan (sima). Menurut Nagarakrtagama pupuh 75:2 dan pupuh 78:1, tugas mantri air haji adalah mengawasi sejumlah krsyan yang terdiri atas Sampud, Rupit, Pilan, Pucangan, Pawitra, Jagaddita, Butun, arca-arca lingga, saluran-saluran air (pranala) dan pancuran (jaladwara) yang dikeramatkan terdapat di tempat-tempat itu.<br /><br />Kata er, air dan her dalam bahasa Jawa Kuna berarti “air”. Jika kata itu digabungkan dengan haji, seperti erhaji, air haji atau her haji secara harafiah berarti “air raja”. Pengertian itu agaknya menunjukkan bahwa pejabat er haji sebenarnya mengurusi “air suci milik raja. Maka, “air suci” itu tidak lain adalah tempat petirthaan (patirthan) yang merupakan sumber air suci. Air ini dipercaya dapat menghilangkan bermacam klesa dan kotoran setara dengan air amerta. Pada umumnya patirthan terdapat di tempat yang jauh dari keramaian, seperti di lereng gunung, di pegunungan yang berhutan lebat (contohnya Jalatunda, Belahan, Kasurangganan dan Simbatan Wetan). Para pertapa (rsi) dan kaum agamawan lainnya bermukim di tempat-tempat itu. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pejabat yang berjuluk mantri her haji mengurusi tempat-tempat bagi para pertapa dan kaum agamawan dalam perkampungan mereka (mandala).<br /><br />Adapun mengenai bangunan pen-dharma-an dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk didirikan bagi kerabat raja yang telah mangkat. Hal ini juga diuraikan dalam Nagarakrtagama.<br /><br />Masa kejayaan Majapahit berlangsung dalam era pemerintahan Hayam Wuruk. Masa sebelumnya, kejayaan Majapahit baru mulai mendaki ke arah puncaknya. Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwanottunggadewi (1328-1350 M), ibunda Hayam Wuruk, Majapatih mulai melebarkan pengaruhnya ke luar Jawa, antara lain ke Bali. Penyerangan ke Bali dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan saudara sang ratu dari daerah Minangkabau, yaitu Aryya Wangsadhiraja Adityawarman. Pada waktu itu, Bali diperintah oleh Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten. Dia menurut uraian Nagarakrtagama bertingkah laku jahat dan nista sehingga perlu dihancurkan (Nag. 49 : 4). Menurut Pararaton, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal pada masa pemerintahan Tribhuwanottunggadewi. Sumpah tersebut mampu dibuktikan dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk yang berada di puncak kemegahan Wilwatikta.<br /><br />Pada 1350 M, Dyah Hayam Wuruk naik tahta Majapahit menggantikan ibunya, yaitu Ratu Tribuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani. Sebelumnya, Hayam Wuruk berkedudukan sebagai rajakumara (raja muda) di Jiwana (Kahuripan). Kitab pararaton menyebut tokoh ini setelah meninggal dengan sebutan Bhra Hyang Welcasing Sukha, sedangkan nama Hayam Wuruk waktu kecil menurut Pararaton ialah Raden Tetep.<br /><br />Masa pemerintahan Hayam Wuruk dianggap masa kejayaan Majapahit karena tidak ada konflik internal ataupun eksternal dengan daerah-daerah lainnya, kecuali peristiwa Pasundan-Bubat di tahun 1357 M. Daerah-daerah di luar Pulau Jawa (Nusantara) banyak yang mengakui kebesaran Majapahit. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya utusan setiap tahun ke istana Hayam Wuruk. Pengiriman utusan atau upeti ke Majapahit bukan akibat penyerangan atas daerah-daerah tersebut, melainkan karena perjanalan muhibah armada dagang Majapahit yang megah ke daerah-daerah. Mereka lalu mengagumi kebesaran Majapahit sehingga daerah-daerah rela mengirimkan upetinya.<br /><br />Menurut uraian Nagarakrtagama, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk terdapat tahun-tahun penting yang berkenaan dengan kegiatan perjalanannya ke beberapa daerah di tlatah Jawa bagian timur tahun 1353 M mengadakan perjalanan ke Pajang, tahun 1354 M, perjalanan ke Pantai Lasem dan tahun 1357 M ke pantai selatan. Pada saat mengadakan peqalanan ke pantai selatan inilah terjadi peristiwa Pasundan-Bubat. Pada tahun itu juga, Laksmana Mpu Nala memimpin kunjungan muhibah armada Majapahit ke daerah Dompo.<br /><br />Rute perjalanan yang paling panjang adalah ke Lumajang tahun 1359 M, Tarib dan Sampur tahun 1360 M. Pada 1361 M, Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke Rabut Palah (kompleks Candi Penataran) yang merupakan candi Kerajaan Majapahit. Dia memenuhi titah ibunya untuk mengadakan upacara sraddha bagi neneknya Rajapatni Gayatri di tahun 1362 M. Upacara ini berlangsung meriah dan diakhiri dengan meletakkan arca Prajnaparamita di Candi Prajnaparamitapuri di Bhayanglango. Pada 1363 M, Hayam Wuruk meng4dakan perjalanan ke Simping (Sumberjati) untuk meresmikan bangunan candi yang konon baru dipindahkan ke lokasi barn. Candi tersebut dibangun untuk memuliakan eyang Hayam Wuruk, yaitu Raden Wijaya (Krtarajasa Jayawarddhana).<br /><br />Pararaton menyatakan bahwa Gajah Mada mengundurkan din dan jabatannya setelah peristiwa Bubat, disebutkan “... samangka sira gajah mada mukti palapa. Mukti palapa dalam situasi ini bukanlah sumpah Amukti Palapa yang terkenal itu karena sumpah itu sudah lama diucapkannya dalam zaman pemerintahan ibunda Hayam Wuruk, Ratu Tribhuwanotunggadewi Jayawisnuwarddhani. Adapun mukti palapa dalam hal ini dapat diartikan sebagai “menikmati masa istirahat”.<br /><br />Oleh karena itu, Hayam Wuruk menganugerahi Gajah Mada wilayah sima (daerah perdikan) untuk keperluan istirahatnya. Nagarakrtagama menyebutkan nama daerah itu sebagai Madakaripura. Tempat itu merupakan wilayah sunyi di pedalaman Jawa Timur sehingga cocok untuk Gajah Mada yang menarik diri dari dunia ramai. Selain itu, tempat itu juga disebut sebagai pesanggrahan bagi Gajah Mada. Hayam Wuruk pernah singgah di Madakaripura dalam perjalannnya ke Lumajang di tahun 1359 M. Sepeninggal Gajah Mada, Hayam Wuruk memanggil Pahom Narendra, yaitu dewan pertimbangan agung kerajaan yang beranggotakan:<br /><br />1. Sri Kertawarddhana, ayahanda raja<br />2. Tribhuwananottunggadewi, ibunda raja<br />3. Rajadewi Maharajasa (bibi raja)<br />4. Wijayarajasa (suami Rajadewi Maharajasa)<br />5. Rajasaduhiteswari (adik pertama raja)<br />6. Singhawarddhana (suami Rajasaduhiteswari)<br />7. Rajasaduhitendudewi (adik ke-2 raja).<br />8. Raden Lanang/Bhre Matahun (suami Rajasaduhitendudewi).<br /><br />Mereka berembuk untuk mencari siapa yang pantas menggantikan kedudukan Gajah Mada sebagai mahapatih Majapahit dengan tugas-tugas beratnya. Berdasarkan pertimbangan Pahom Narendra disimpulkan bahwa tidak ada seorang tokoh pun yang dapat menggantikan kedudukan Gajah Mada. Oleh karena itu, diangkatlah tiga tokoh yang melaksanakan tugas-tugas Gajah Mada, yaitu:<br /><br />1. Aryyatmaja Pu Tanding sebagai wrddhamantri (menteri urusan dalam kerajaan).<br />2. Sang Arya Wira Mandalika Pu Nala menjadi menteri niancanagara<br />3. Patih Dami diangkat menjadi yawamantri.<br /><br />Masa pemerintahan Hayan Wuruk tanpa patih amangkubumi hanya berlangsung tiga tahun. Dalam Pararaton disebutkan bahwa setelah tiga tahun terdapat kekosongan jabatan patih. Gajah Enggon kemudian diangkat menjadi patih amangkubumi Majapahit (1371-1398 M). Pada 1389 M Rajasanagara rneninggal, tetapi tempat suci untuk memuliakannya (pen-dharrna-an) belum diketahui secara pasti. Pen-dharma-an Hayam Wuruk diduga adalah Paramasukhapura di daerah Tanjung. Hal ini berdasarkan berita Pararaton karena disebutkan bahwa yang di-dharma-kan di tempat itu adalah Bhattara Hyang Wekasing Sukha, nama anumerta Hayam Wuruk.<br /><br /><strong>Susunan Pemerintahan</strong><br />Pada masa pemerintahan Rajasan agara, susunan pejabat pemerintahan kerajaan jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Hal itu dapat diketahui dari uraian beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja. Salah satu prasasti itu dinamakan prasasti Trowulan yang dikeluarkan tahun 1358 M. Prasasti itu antara lain menyebutkan bahwa nama resmi Hayam Wuruk setelah menjadi raja ialah Sri Tiktawilwa Nagareswara Sri Rajasanagara Namarajabhiseka. Pahom Narendra terdapat di bawah raja yang anggota-anggotanya telah diuraikan di bagian terdahulu. Raja dibantu oleh pejabat tinggi utama dalam melaksanakan pemerintahan, yaitu patih amangkubhumi. Pada saat itu adalah Gajah Mada atau Pu Mada.<br /><br />Para pejabat tinggi kerajaan yang disebut tanda berada dibawah patih. Mereka terdiri atas beberapa peringkat. Pertama adalah mahamantri katrini yang terdiri dan mahaniantri i hino, i halu dan i sirikan. Kedua adalah pasangguhan atau hulubalang. Ketiga adalah rakryan mantri dwipantara, yaitu pejabat urusan daerah-daerah Nusantara. Keempat adalah sang panca Wilwatikta yang terdiri dan patih, kanuruhan, rangga dan tumenggung. Kelima adalah para pejabat juru pangalasan, yaitu pembesar daerah dan pembesar di negara bagian yang dilengkapi dengan para patih di daerah tersebut. Kelompok lairinya adalah para aryya, yaitu pejabat yang lebih rendah dan rakryan mantri. Para aryya dapat naik jabatannya apabila dianggap berjasa. Mereka dapat menjadi wrddhamantri (mentri senior). Selain para pejabat pemerintahan tersebut, ada juga para pejabat tinggi yang menangahi urusan keagamaan, yaitu Dharmadyaksa ring Kasaiwan yang mengurusi perihal agama Hindu-saiva, Dharmmadyaksa ring Kasogatan pejabat yang mengurusi agama Budha Mahayana dan mantri er haji (mantri her haji) pejabat yang mengurusi perihal kaum pertapa.<br /><br />Dalam uraian kakawin Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca - yang selesai digubah tahun 1365 - terdapat penyebutan wilayah-wilayah di luar Jawa yang mengakui kejayaan Majapahit. Prapanca menguraikannya dalam dua pupuh, yaitu pupuh 13 dan 14. Wilayah-wilayah itu terdapat di Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan daerah pantai Papua Barat. Adapun dalam baris satu pupuh 15 disebut adanya negara-negara sahabat Majapahit (mitra satata), seperti Syangka (Siam), Ayodhyapura (Ayuthia, pedalaman Thailand), Darmanagari (Dharmarajanagara/Ligor), Marutma (Martaban, selatan Thailand), Rajapura (Rajjpuri, daerah selatan Thailand), Singhaagari (daerah di tepi Sungai Menam), Campa, Kamboja dan Yawana (Annam, Vietnam). Hal yang menarik adalah bahwa Cina sebagai negara besar di Asia waktu itu tidak disebutkan oleh Prapanca sebagai salah satu mitra satata Majapahit. Namun demikian, cukup banyak peninggalan yang menunjukkan pengaruh budaya Cina ditemukan di situs Tnowulan bekas Kota Majapahit yang terletak di Mojokerto sekarang.<br /><br />Sisi-sisi Peradaban Masyarakat Majapahit<br />Berdasarkan catatan musafir Cina bernama Ma Huan dapat diketahui bahwa kehidupan masyarakat dan perekonomian Majapahit masa itu relatif maju. Dia berkunjung ke Majapahit dalam masa akhir pemerintahan Hayam Wuruk. Catatan Ma Huan menguraikan antara lain sebagai berikut:<br /><br />“Di Majapahit udaranya terus menerus panas, seperti musim panas di kita (Cina), panen padi 2 kali setahun, padinya kecilkecil, berasnya berwarna putih. Di sana juga ada buah jarak dan karapodang (kuning), tetapi tidak ada tanaman gandum. Kerajaan itu menghasilkan kayu sepang, kayu cendana, intan, besi, buah pala, cabe merah panjang, tempurung penyu baik yang masih mentah ataupun yang sudah dimasak. Burungnya anehaneh, ada nun sebesar ayam dengan aneka wama merah, hijau dan sebagainya. Bea yang semuanya dapat diajari berbicara seperti orang, kakaktua, merak dan lainnya lagi. Hewan yang mengagumkan adalah kijang dan kera putih, ternaknya adalah babi, kambing, sapi, kuda, ayam, itik, keledai dan angsa. Buah-buahannya adalah bermacam-macam pisang, kelapa, tebu, delima, manggis, langsap, semangka dan sebagainya. Bunga penting adalah teratai”.<br /><br />Penduduk di pantai utara di kotakota pelabuhan, seperti Cresik, Tuban, Surabaya, dan Canggu kebanyakan menjadi pedagang. Kota-kota pelabuhan tersebut banyak dikunjungi oleh pedagang asing yang berasal dari Arab, India, Asia Tenggara dan Cina. Ma Huan memberitakan bahwa di kota-kota pelabuhan tersebut banyak orang Cina dan Arab menetap dan berdagang di kota-kotá tersebut.<br /><br />Selanjutnya, laporan Ma Huan menyatakan bahwa ibukota Majapahit berpenduduk sekitar 200-300 keluarga. Suatu angka cukup besar untuk zaman itu. Penduduk telab memakai kain dan baju. Kaum lelaki berambut panjang yang diuraikan, sedangkan perempuannya bersanggul. Setiap laki-laki, mulai dari yang berumur tiga tahun ke atas, baik orang berada atau orang kebanyakan, mengenakan keris dengan pegangannya yang diukir indah-indah dan terbuat dan emas, cula badak, atau gading. Apabila bertengkar, mereka dengan cepat menyiapkan kerisnya. Pantangan bagi penduduk Jawa adalah memegang kepala orang lain karena merupakan penghinaan yang akan menimbulkan perkelahian berdarah.<br /><br />Mereka duduk di rumahnya tdak menggunakan bangku, tidur tanpa ranjang dan makan tanpa memakai sumpit. Baik laki-laki atau pun perempuan senang memakan sirih sepanjang hari. Jadi, kalau ada tamu yang datang disuguhkan bukannya teh, melainkan sinih dan pinang. Atas titah raja, orang Majapahit juga senang mengadakan pertandingan dengan menggunakan tombak barnbu. Tetapi, apabila ada yang meninggal karena tertusuk tombak bambu itu, si pemenang wajib memberikan uang kepada keluar korban. Namun, kalau bulan terang terutama purnama, mereka senang bermain bersama dengan disertai nyanyian bergiliran antara kelompok-kelompok laki-laki dan perempuan. Kesenian yang populer adalah bentuk cerita Wayang Beber, yaitu kisah wayang yang dilukiskan pada kai1i yang direntangkan (beber) oleh sang dalang dan menceritakan adegan-adegan yang digambarkan tersebut.<br /><br />Para pedagang pribumi umumnya sangat kaya. Mereka suka membeli bathbatu perhiasan yang bermutu, seperti barang pecah belah dan porselin Cina dengan gambar bunga-bunga berwarna hijau. Mereka juga membeli minyak wangi, kain sutra dan kain yang berkualitas baik dengan motif hiasan ataupun yang polos. Pembayaran dilakukan dengan uang tembaga Cina dan dinasti apapun laku di Kerajaan Majapahit.<br /><br />Bangunan suci darmma haji berjumlah 27. Bangunan ini bertujuan untuk memuliakan para kerabat raja yang telah meninggal. Selain itu, leluhur raja dipuja dan dimuliakan setara dewata di bangunan-bangunan tersebut. Salah satu tempat pen-dharma-an dibangun dalam masa Rajasanagara adalah Prajnaparamita-pun yang dihabiskan untuk memuliakan tokoh Rajapatni, nenek Hayam Wuruk. Nagarakrtagama menguraikan sebagai berikut:<ol><li>prajaparimitapuri ywa panlahnin rat/ri sanghyang sudarmma, prajnaparamitakriyenu lahaken/sri jnanawidyapratistasotan/pandita wrdda tantragata labdawesa sarwwagamajna, saksat/hyang mpu bharada mawak I sirande trpti ki twas narendra.</li><li>mwang taiki ri bhayalango ngganira sang sri rajapatning dinarmma, rahyang jnanawidinutus/muwah amuja bhumi sudda pratistaetunyan mangaran/wisesapura kharam-bhanya pinrih ginong twasmantrya-gong winkas/wruherika dmung bhoja nwam utsaha wijna.</li><li>lumra sthananiran pinuja winangunlcaityadi ring sarwwadesa, jawat/waisapuri pakuwwana kebhaktyan/sri maharajapatni, angken. bhadra siran pinujaniñg amatya brahma sakwehnya bhakti, mukti swarg-ganiran)mapotraka wisesang yawabhumyekhanatha.</li></ol><p><br />Terjemahannya:</p><ol><li>Bangunan suci Prajnaparamita merupakan permata dunia, adalah suatu kesempurnaan dharmma yang keramat, upacara bagi pentahbisan arca Prajnaparamita diselenggarakan (oleh pendeta) agung Jnanawidya, merupakan pendeta sepuh (aliran) Tantragata yang telah menerima ilham dan memahami berbagai ilmu agama, sunguh bagaikan Mpu Barada yang menjelma pada dirinya, membawa kebahagiaan bagi Narendra (Raja Hayam Wuruk).</li><li>Kemudian lagi sekarang di Bhayalango tempat bagi Sri Rajapatni didarmakan (dimuliakan), tokoh suci Jnanawidhi dititahkan untuk (mengadakan), tokoh suci Jnana widhi dititahkan untuk (mengadakan upacara) pengkudusan lahan (dan) pengeramatan arca, sebab itulah diseru (dengan) nama Wisesapura, dipelihara secara baik sehingga menjadi tempat mulia, banyak menteri (pejabat tinggi) bersegera mengunjunginya, (termasuk) Demung, Bhoja, remaja dan kaum cendikia.</li><li>tempat (itu) sangat terkenal sebagai pemujaan, dibangun pula caitya (sumbangan) dan berbagai daerah, (di sekitar) banyak perumahan kaum Waisya, (mereka ji-iga melakukan) kebaktian bagi Sri Rajapatni, tiap bulan Bhadra (Agustus-September) dia (Rajapatni) dipuja oleh para pengiring raja dengan mantra suci, mengadakan sembah bakti, pembebasan (untuk) masuk surga baginya, (dan) dia (Rajapatni) beranak cucu raja-raja terkenal di tanah Jawa”.</li></ol><p> </p><p>Bangunan candi pen-dharma-an lainnya yang diuraikan dalam Nagarakrtagama adalah Simping atau reruntuhan Candi Sumberjati yang terletak di wilayah Blitar dekat dengan aliran Sungai Brantas. Candi tersebut merupakan bangunan suci untuk memuliakan kakek Rajasanagara, yaitu Krtarajasa Jayawarddhana atau Raden Wijaya. Dalam Nagarakrtagama pupuh 47 disebutkan bahwa Simping adalah salah satu bangunan pen-dharma-an Krtarajasa (Raden Wijaya). </p>Adapun pen-dharma-an lainnya terletak di bagian dalam istana Majapahit,<br /> “rin saka matryawuna linaniran narendra, drak pinratista jinawimbha siren puri jro, antahpura ywa panlah rikanan sudarmma, saiwapratista sira teki muwah ri simping” (Nag. 47:3).<br /><br /> (“Pada tahun 1231 Saka, wafatlah sang raja (Krtarajasa Jayawarddhana), lalu dirinya diarcakan dalam wujud Jina di istana bagian dalam, Antahpura demikian tempat penngatan (baginya) di sana. (merupakan) pen-dharma-an yang indah, (adapun) arca Saiwa baginya di tempatkan di Simping).<br /><br />Apabila Krtarajasa wafat pada tahun 1231 S (1309 M),bangunan suci di Simping diperkirakan didirikan setelah 12 tahun kematiannya, yaitu tahun 1321 M. Upacara sraddha diadakan dalam tahun itu, yaitu untuk mengantar arwah si mati memasuki alam kedewataan. Upacara itu diakhiri dengan pembangunan candi yang bertujuan untuk memuliakan tokoh yang meninggal. Sementara itu, pupuh 70 kakawin Nagarakrtagama menyatakan:<br />1. irikang anilastanah saka nrpeswara warnnanen, mahasahas i simping saŋhyaŋ darmma rakwa sirãlihěn, saha widiwiwidänasiŋ lwir/niŋ saji krama tan kuraŋ, prakhasita sang adyaksãmujaryya rãjaparãkrama.<br />2. rasika nipuneŋ widya tatwopadesa siwãgami sira ta manadistãne saŋ sri nŗpa krtarajasa duwég inulahaken taŋ prasada gopura mekala prakasita sang aryyanama kruŋ prayatna wineh wruha.<br /><br /><strong>Terjemahannya kurang lebih seperti ini</strong>:<br />1. “uraian [tentang kegiatan] raja pada tahun Saka 1285 (1363 M), berkunjung ke Simping [tempat] bangunan suci pen-dharrna-an yang dipindahkan, bermacam persembahan (widi-widana) [dan] berbagai persajian lengkap, tidak ada yang kurang, sang adyaksa yang terkemuka [bernama] Rajapapara— krama [mengadakan] upacära pemujaan yang agung.<br />2. pemujaan itu mengacu kepada pengetahuan Tatwopadesa dan Siwagama, dialah yang “menyemayamkan” di adistana, sang pangeran Krtarajasa, dengan baik ia membangun prasada (atap yang menjulang tinggi), gapura dan pagar keliling, terkenallah ia dengan nama Aryya Krung, [orang yang] giat, gigih, bersemangat dan serba tahu”.<br /><br />Pada 1363 M, kemungkinan bangunan pen-dharma-an bagi Raden Wijaya di Simping telah mulai rusak karena telah lama didirikan sejak tahun 1321 M sebelum Rajasanagara naik tahta. Maka, upacara keagamaan yang cukup besar diadakan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Hal mi dilakukan untuk perbaikan dan pemindahan bangunan suci Simping ke lokasinya yang baru. Upacara ini dihadiri sendiri oleh Hayam Wuruk.<br /><br />Demikianlah dua bangunan pen-dharma-an yang didirikan dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk menurut Nagarakrtagarna. Kedua bangunan itu adalah Prajnaparamitapuri yang sekarang dinamakan Candi Bayalango dan Simping atau Candi Sumberjati sekarang. Rajasanagara sengaja mendedikasikan bangunan-bangunan itu kepada kakek-neneknya yang telah berjasa mendirikan Wilwatika. Raja bahkan datang sendiri ke lokasi di Blitar pada waktu penyempumaan bangunan Simping.<br /><br />Penduduk Majapahit yang tertib dan sejahtera masa itu tentunya berkat adanya norma dan penegakkan aturan secara baik dan ditaati oleh seluruh rakyat. Hal mi disebabkan telah dikenal adanya kitab hukum dan perundang-undangan yang sangat dihormati dalam masa kejayaan Majapahit. Prasasti Bendasari yang dikeluarkan dalam masa pemerintahan Rajasanagara dan juga prasasti Trowu1an yang berangka tahun 1358 M, artinya dalam masa Rajasanagara juga, disebutkan adanya kitab hukum yang dinamakan Kutaramanawa atau lengkapnya Kutaraman awadharmasastra. Isi kitab tersebut ada yang berkenaan dengan hukum pidana dan perdata.<br /><br />Isinya antara lain tentang ketentuan denda, delapan macam pembunuhan (astadusta), perihal hamba (kawula), delapan macam pencurian (astacorah), pemaksaan (sahasa), jual beli (adol-atuku), gadai (sanda), utang-piutang (ahutang-apihutang), perkawinan (kawarangan), perbuatan asusila (paradara), warisan (drewe kaliliran), caci-maki (wakparusya), perkelahian (atukaran), masalah tanah (bhumi) dan fitnah (duwilatek). Demikianlah keadaan kitab hukum yang relatif memadai untuk masyarakat Majapahit dalam zaman keemasannya di era Rajasanagara. Nampaknya kitab Kutaramanawa tersebut tidak lagi diikuti secara baik dalam masa pemerintahan raja-raja sesudah Hayam Wuruk karena terdapat intrik keluarga raja-raja hingga keruntuhan Majapahit.<br /><br />Kitab perundang-undangan tersebut tentunya bertujuan untuk mengatur dengan baik tata masyarakat sehingga dalam masa kejayaan Majapahit tercipta keadaan yang aman dan tentram bagi seluruh rakyatnya. Contoh isi kitab Agama (Kutaramanawadharmasastra) adalah sebagai berikut:<br /><br />Pasal 87 : “Barang siapa sengaja merampas kerbau atau sapi orang lain dikenakan denda dua laksa. Barang-siapa merampas hamba orang, dendanya dua laksa. Denda itu dipersembahkan kepada raja yang berkuasa. Pendapatan dari kerbau, sapi dan segala apa yang dirampas terutama hamba dikembalikan kepada pemiliknya dua kali lipat”.<br /><br />Pasal 92 : “Barangsiapa menebang pohon orang lain tanpa seizin perniliknya, dikenakan denda empat kali oleh raja yang berkuasa. Jika hal itu terjadi pada waktu malam, dikenàkan pidana mati oleh raja; pohon yang ditebang dikembalikan dua kali lipat”.<br /><br />Perlindungan terhadap kaum perempuan juga diatur dengan tegas dalam beberapa bab di kitab tersebut, antara lain:<br /><br />Pasal 108: “Jika seorang isteri enggan kepada suaminya, karena ia tidak suka kepadanya, uang tukon (mahar) harus dikembalikan dua kali lipat. Perbuatan itu disebut amadal sanggama (menolak bercampur). “Seorang wanita boleh kawin dengan laki-laki lain, jika suaminya hilang, jika suaminya meninggal dalam perjalanan; jika terdengar bahwa suaminya ingin menjadi pendeta; jika suaminya “tidak mampu” dalam percampuran, terutama jika ia menderita penyakit budug. Jika demikian keadaan suaminya, wanita itu boleh kawin dengan orang lain”.<br /><br />Pasal 207: “Barangsiapa memegang seorang gadis, kemudian gadis itu berteriak menangis, sedangkan banyak orang yang mengetahuinya, buatlah orang-orang itu saksi sebagai tanda bukti. Orang yang memegang itu dikenakanlah pidana mati oleh raja yang berkuasa”.WHD No. 510 Juni 2009.<br /><br />Pasal-pasal dalam kitab Kutaramanawa tersebut tidak bernapaskan kebudayaan luar (India), melainkan khas Jawa Kuno. Uraian yang terdapat dalam kitab itu ada yang berkenaan dengan hewan-hewan yang biasa dijumpai di Pulau Jawa, misalnya disebutkan adanya hutang piutang kerbau, sapi dan kuda; pencurian ayam, kambing, domba, kerbau, sapi, anjing dan babi; ganti rugi terhadap hewan yang terbunuh karena tidak sengaja dan juga yang banyak mendapat sorotan adalah perihal hutang piutang padi. Walaupun di beberapa bagiannya terdapat konsepkonsep dasar dan kebudayaan India (Hindu-Budha), namun penerapannya lebih ditujukan untuk masyarakat Jawa kuno. Jadi, konsep-konsep tersebut hanya memperkuat uraian saja.<br /><br />Kitabhukum tersebut sudah pasti disusun dan dihasilkan dalam kondisi masyarakàt yang stabil dan aman. Oleh karena itu, para ahli hukum dapat deñgan tenang berembuk menyusun kitab yang isinya begiturinci dan hampir menjangkau aspek hukurn yang dikenal dalam masanya. Kiranya dapat diasumsikan bahwa kitab hukum Kutaramanawa itu diciptakan dan diundangkan dalam masa pemerintahan Rajasanagara, yaitu suatu kurun waktu dalam sejarah Majapahit yang aman dan sejahtera.<br />Karya Sastra yang digubah oleh para pujangga agamawan pun berkembang dengan semarak. Beberapa karya sastera penting yang disusun dalam zaman itu adalah Nagarakrtagama, Arjunawijaya dan Sutasoma. Selain itu, terdapat pula karya sastera yang digubah dalam zaman selanjutnya, tetapi masih mengacu kepada kemegahan Majapahit, misalnya Pararaton. Berdasarkan pengamatan terhadap uraian isi serta penggambaran detail yang termaktub di dalamnya, dapat disimpulkan gambaran “dunia” dan “lingkungan” tempat para penggubah karya sastera itu berada. Kesimpulan ini hanya secara garis besar saja, namun mungkin dapat dijadikan pijakan bagi kajian selanjutnya. Secara ringkas “dunia” yang tergambarkan dalam karya sastera yang digubah. dalam zaman kejayaan Majapahit hingga periode menjelang keruntuhannya.<br /><br />Maka, dapat dinyatakan bahwa sebagian besar para penggubah karya sastera Jawa Kuno berasal dan lingkungan kaum agamawan. Hal ini disebabkan oleh kemahiran tulis menulis, pengetahuan tentang kaidah susastera, ajaran keagaman telah menjadi bagian kehidupan mereka, bahkan meiajadi ciri keprofesionalan mereka yang eksklusif. Dalam masa Jawa kuno terdapat istilah khusus untuk mereka yang bertugas dalam bidang keagamaan, yaitu wiku. Mereka ada yang mempunyai hubungan akrab dengan istana, bahkan dalam menggubah kakawinnya, raja yang bersemayam di istana itu justru menjadi penaja yang melindungi serta merestui pekerjaan para wik’u yang bertindak sebagai kawi (penggubah kakawin). Dalam hal ini misalnya yang terjadi antara Mpu Prapanca dngan Rajasanagara (Hayam Wuruk) ketika sang mpu menggubah Nagarakrtagama dan juga antara Mpu Tanakung yang menggubah Siwaratri-kalpa dengan Raja Sri Adi Surprabhawa atau Sri Singhawikramawarddhana Dyah Suraprabhawa atau Bhre Pandan Salas yang memerintah di Majapahit antara tahun 1466 - 1474 M.<br /><br />Berdasarkan data yang ada dapat pula diketahui bahwa terdapat para pujangga yang mandiri, tinggal di luar keraton dan tidak ada hubungan dengañ raja dan kehidupan keraton. Mereka juga menghasilkan sejumlah karya sastera. Isi karyanya mengungkapkan dunia berbeda dengan para pujangga yang akrab dengan kehidupan istana. Dalam hal ini dunia yang terungkap lewat karya sasteranya adalah kehidupan keagamaan di lingkungan mandala (pendidikan agama). Karya sastera yang mungkin dihasilkan di lingkungan mandala adalah Tantu Pagelaran, Korawasrama dan Bhimaswarga. Selain itu, terdapat pula kehidupan pertapaan individu di pedesaan yang jauh dan keramaian. Para pertapa individual tersebut dapat dihubungkan dengan karya sastera jenis tertentu, misalnya Bhubhuksah-Gagangaking dan Nirarthaprakerta.<br /><br />Kajian karya sastera masa Majapahit pun sebenarya dapat dibantu dengan penyelidikan terhadap penggambaran relief di candi-candi. Beberapa karya sastera Jawa Kuno ada yang dipahatkan dalam bentuk relief di dinding candi. Tujuan pemahatan karya sastera dalam bentuk relief tersebut antara lain adalah:<br /><ol><li>Untuk memperindah bangunan candi karena dihias dengan ornamen relief yang menggambarkan cerita dengan berbagai bentuk ornamen yang rinci dan indah.</li><li>Lebih memudahkan memahami suatu cerita. Para pengunjung candi/bangunan suci di masa silam akan lebih menikmati adegan dalam gambar-gambar pahatan relief.</li><li>Menyebarluaskan dan mempopulerkan cerita-cerita yang mengandung ajaran tertentu. Cerita dalam bentuk naskah sudah tentu sangat terbatas bahkan mungkin hanya satu sehingga tidak dapat dibaca secara leluasa oleh masyarakat. Hal yang perlu diingat pula adalah orang yang mampu membaca aksara pada masa itu mungkin hanya terbatas di kalangan kaum agamawan dan sedikit elite penguasa saja. Dengan dipahatkannya suatu relief cerita yang mengacu kepada karya sastera tertentu, diharapkan akan banyak pula orang yang kemudian mengenal cenita yang dimaksudkan.</li></ol>Beberapa candi masa Majapahit yang dihias dengan karya sastera misalnya:<br /><ol><li>Candi induk Penataran dihias fragmen relief cerita Krsnayana dan Ramayana.</li><li>Pendopo teras II di percandian Panataran dihias dengan rèlif cerita Bhubuksah-Gagang Aking, Sang Satyawan dan sälah satu versi kisah Panji yang belum dapat dikenali.</li><li>Candi Jago dihias dengan fragmen relief cerita Tantri Kamandaka, Kunjarakarna, Parthayajna, Arjünawiwaha dan Krsnayana.</li><li>Candi Surawanadihias dengan relief cerita Arjunauliwaha, Bhubuksah Gagangaking, Sri Tanjung, Panji dan adegan keseharian yang mungkin rnengandung kisah tertentu, tetapi belum dapat diidentifikasikan.</li><li>Candi Tegawangi dihias dengan relief cerita Sudhamala.</li></ol>Selain itu, terdapat pula adegan relief yang belum dapat diketahui acuan ceritanya, misalnyanya yang dipahatkan di kaki Candi Jawi, di kaki Candi Ngrimbi, Candi Miri Gambar, Candi Gajah (Kepurbakalaan XXII) dan Candi Kendalisasa (Kepurbakalaan LXV) di lereng barat Gunung Penanggungan. Maka, untuk dapat mengungkapkan acuan cerita apa yang dipahatkan di candi-candi tersebut, sudah tentu kajian terhadap karya sastera sezaman perlu diperluas lagi.<br /><br />Epilog: Hayam Wuruk Tokoh Utama di Pentas Kerajaan<ol><li>Untuk memperindah bangunan candi karena dihias dengan ornamen relief yang menggambarkan cerita dengan berbagai bentuk ornamen yang rinci dan indah.</li><li>Lebih memudahkan memahami suatu cerita. Para pengunjung candi/bangunan suci di masa silam akan lebih menikmati adegan dalam gambar-gambar pahatan relief.</li><li>Menyebarluaskan dan mempopulerkan cerita-cerita yang mengandung ajaran tertentu. Cerita dalam bentuk naskah sudah tentu sangat terbatas bahkan mungkin hanya satu sehingga tidak dapat dibaca secara leluasa oleh masyarakat. Hal yang perlu diingat pula adalah orang yang mampu membaca aksara pada masa itu mungkin hanya terbatas di kalangan kaum agamawan dan sedikit elite penguasa saja. Dengan dipahatkannya suatu relief cerita yang mengacu kepada karya sastera tertentu, diharapkan akan banyak pula orang yang kemudian mengenal cenita yang dimaksudkan.</li></ol>Beberapa candi masa Majapahit yang dihIas dengan karya sastera misalnya:<br /><ol><li>Candi Induk Penataran dihias fragmen relief cerita Krsnayana dan Ramayana.</li><li>Pendopo teras II di percandian Panataran dihias dengan rèlif cerita Bhubuksah-Gagang Aking, Sang Satyawan dan sälah satu versi kisah Panji yang belum dapat dikenali.</li><li>Candi Jago dihias dengan fragmen relief cerita Tantri Kamandaka, Kunjarakarna, Parthayajna, Arjünawiwaha dan Krsnayana.</li><li>Candi Surawanadihias dengan relief cerita Arjunauliwaha, Bhubuksah Gagangaking, Sri Tanjung, Panji dan adegan keseharian yang mungkin rnengandung kisah tertentu, tetapi belum dapat diidentifikasikan.</li><li>Candi Tegawangi dihias dengan relief cerita Sudhamala.</li></ol>Selain itu, terdapat pula adegan relief yang belum dapat diketahui acuan ceritanya, misalnyanya yang dipahatkan di kaki Candi Jawi, di kaki Candi Ngrimbi, Candi Miri Gambar, Candi Gajah (Kepurbakalaan XXII) dan Candi Kendalisasa (Kepurbakalaan LXV) di lereng barat Gunung Penanggungan. Maka, untuk dapat mengungkapkan acuan cerita apa yang dipahatkan di candi-candi tersebut, sudah tentu kajian terhadap karya sastera sezaman perlu diperluas lagi.<br /><br />Epilog: Hayam Wuruk Tôkoh Utama di Pentas Kerajaan<br />Kejayaan Majapahit sebenamya tidak terlepas dan penguasa yang sedang memerintah tuasa itu, yaitu Hayam Wuruk atau Rajasanagara. Sebenamya Hayam Wuruk menikmati hasil jerih payah para penguasa pendahulunya yang diawali dengan pemerintahan pendiri Majapahit, yaitu Krtarajasa Jayawarddhana, disusul oleh Jayanagara atau Uri Wiralandagopala Sri Wiralandagopala Sri Sundarapandyadewadiswara atau disebut pula Sri Sundarapandyadewanama Maharaja-bhiseka Sri Wisnuwangsa dan Ratu Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwardhhani, ibunda Hayam Wuruk, Hayam Wuruk tinggal meneruskan tapak-tapak awal pendakian menuju kejayaan Majapahit sehingga berhasil berada di puncak kemegahan kerajaan tersebut.<br /><br />Hayam Wuruk tidak akan berhasiljika tidak mampu memerintah dan menjadikan dirinya sebagai raja yang menjadi pusat perhatian dan tumpuan pemujaan seluruh rakyat Majapahit. Hayam Wuruk adalah seorang raja yang piawai dalam pemerintahan. Hal ini terlihat saat Gajah Mada tidak lagi menduduki jabatannya, ia segera mengundang Pithom Nàrendra untuk merundingkan siapa pengganti mahapatih Majapahit tersebut. Meskipun kedudukan Gajah Mada tidak dapat tergantikan oleh seorang tokoh, tugasnya kemudian dibagi-bagikan pada beberapa pejabat. Majapahit dengan Hayam Wuruk masih tetap berdiri hingga tahun 1389 M.<br /><br />Menurut uraian Nagarakrtagama pupuh 85-91, setiap tahun di istana diadakan: acara pertemuan besar (paseban). Pada waktu itu, seluruh pembesar kerajaan hadir, begitupun para pemimpin negara daerah di Jawa mempersembahkan upeti. Pasar penuh sesak dengan para pengunjung, aneka barang, penganan, kain dan hasil bumi dijajakan. Keraton dihias indah, begitupun bale panangkilan dan witana di wanguntur dihias dengan semarak. Gamelan dimainkan tiada putus-putusnya berbunyi mengiringi upacara di bangunan-bangunan suci dekat istana. Para pendeta Siwa Budha dan kaum Rsi rnembacakan kitab-kitab suci dan mantra untuk keselamatan baginda.<br /><br />Acara berikutnya adalah arak-arakan mengelilingi kota. Hayam Wuruk tampil dalam kereta indah yang ditarik lembu berhias dan berbusana warna keemasan dengan mahkota kencana. Para pejabat tinggi kerajaan dan para pendeta yang membacakan sloka berjalan mengikutinya. Rombongan para penguasa negara daerah menyusul beserta permaisurinya dari Pajang, Lasem, Paguhan dan lain-lain. Mereka menaiki kereta diiringi para pejabat dan pengiringnya yang berbeda-beda pekaiannya.<br /><br />Acara paseban agung dilaksanakan di istana. Acara itu dihadiri oleh para pembesar, mantri, ksatrya, aryya, kepala desa, tamu-tamu dan Nusantara serta para pendeta dan brahmana, pertemuan membicarakan upaya mengenyahkan kemiskinan, kebodohan, kejahatan serta meningkatkan kesejahteraan dan keagungan negara. Selain itu, kitab-kitab peraturan agama dan pemerintahan juga dibacakan.<br /><br />Dua hari kemudian diadakan perayaan besar di tanah lapang Bubat. Raja berkunjung pula dengan tandu yang dihias disudut-sudutnya dengan bentuk singa diarak dan diiringi para pembesar yang dikagurni rakyat kerajaan. Raja bersemayam di tepi timur lapangan dalarn bangunan besar beratap tumpang menjulang tinggi, di dekatnya terdapat wesma mirip istana yang tiang-tiangnya diukir relief cerita parwa-parwa. Di tepian lainnya, Bubat didirikan panggung-panggung berbeda ukurannya bagi para pembesar yang mau menonton berbagai pertunjukan dan pertandingan. Para pemenangnya akan dijamu oleh baginda raja. Acara setiap hari ditutup dengan menyantap hidangan bersama sambil menyaksikan pertunjukan kesenian.<br /><br />Perjalanan-perjalanan Rajasanagara ke berbagai daerah juga membawa dampak positif pada din raja. Ia dapat mengetahui keadaan wilayah kekuasaannya di Jawa bagian timur hingga ke pedalamannya. selain itu, rakyat di pedalaman dapat mengetahui kemegahan rombongan raja, pasukan pengiring raja dan wajah rajanya sendiri yang bagaikan dewata menjelma ke dunia. Perhatikan urajan Nagarakrtagama tentang salah situ episode perjalanan Hayam Wuruk ketika pulang dan keliling wilayah Lumajang dalam tahun 1359 M.<br /><br />Naragakrtagama menyatakan:<br /><em>“tuhun i dhatong nire pasuruhan manimpang angidul ri kapanangan, anuluy atut dhamargga madulur tikang ratha dhateng ring andoh wawang, muwah i kedhu peluk lawan i hambal antya nikang pradesenitung, jhathiti ri sanghasaripura rajadharma dinunung narendramgil” </em>(<strong>Nag. 3: 1</strong>).<br /><br />(Sampai di Pasuruhan, ia membelok ke selatan menuju Kapanyangan, kemudian mengikuti jalanraya, rombogan bersama-sama tiba di Andoh Wawang, serta Kedhung Peluk dan Hambal, desa terakhir yang dicatat, raja langsung menuju tempat tinggalnya di Istana Singhasari) (Sidomulyo, 2007:75).<br /><br />Rombongan raja tidak langsung menuju Majapahit, tetapi menyimpang dulu ke selatan melalui beberapa desa dan menuju Singhasari, yaitu bekas kerajaan pendahulu Majapahit di mana para leluhur Rajasanagara pernah berkuasa. Kunjungan tersebut merupakan ziarah untuk mendatangi beberapa candi pen-<em>dharma</em>-an raja-raja Singahasari. Uraian selanjutnya menyatakan:<br /><br /><em>“warnnan muwah lari nareswarenjing umareŋ sudarmma ri kidal sampun manãmya ri bhatara lingsir anuluy/dataŋ ri jajaghu, sampun muwah mark i saŋhyang arcca jinawimbha sonten amgil, eñjiŋ maluy/musir i singhasari tan alh marãryyam i burŋ”.</em><br /><br />(.... pada pagi berikut ia berkunjung ke dharma di Kidhal, dan setelah memberi sembahan melanjutkan perjalanan ke Jajaghu, menghadap kepada arca Budha, kemudian bermalam di sana. Pada pagi hari ia kembali ke Singhãsãri, tetapi terlebih dahulu berhenti di Buréng”) (Sidomulyo, 2007:80).<br /><br />Uraian perjalanan tersebut diperinci lagi oleh Mpu Prapanca dalam Nagarakrtagamanya. Banyak desa dan kota (nagara) yang dikunjungi dan dilalui oleh Hayam Wuruk beserta rombongannya. Selain itu, banyak pula bangunan suci, candi pendarmmaan dan pertapaan yang didatangi oleh Rajasanagara. Seluruh rakyat Majapahit mengelu-elukan sepanjang jalan yang dilalui oleh rombongan. Kegiatan lain yang juga dilakukan oleh Rajasanagara dan kaum kerabatnya adalah berburu. Uraian tentang perburuan terdapat dalam Nagarakrtagama pupuh 50-55. Disebutkan bahwa binatang-binatang pun rela untuk dibunuh oleh sang raja karena ia adalah titisan Siwa. Jadi, mati di tangan raja lebih mulia daripada terjun ke telaga, demikian ungkap Nagarakrtagama.<br /><br />Demikianlah banyak hal yang membuat Majapahit menjadi jaya dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk. Beberapa hal penting yang dapat diamati melalui kajian sumber-sumber sejarah dan bukti arkeologis dan masa itu adalah sebagai berikut:<br />1. Adanya sistem pemerintahan yang efektif.<br />2. Adanya keajegaii (kestabilan) pemerintahan.<br />3. Berlangsungnya kehidupan keagamaan yang baik.<br />4. Terselenggaranya upacara kemegahan di istana.<br />5. Tumbuh kembangnya berbagai bentuk kesenian.<br />6. Hidupnya perniagaan Nusantara dengan Jawa (Majapahit).<br />7. Pelaksanaan politik Majapahit terhadap Nusantara.<br />8. Adanya pengakuan internasional dan negara-negara lain di Asia Tenggara.<br /><p>Apabila digambarkan dalarn bagan, maka kedelapan butir pendukung kejayaan Majapahit tersebut tergambar sebagai berikut:</p><img src="http://www.parisada.org/images/stories/dok/majapahit-05-01.jpg" alt="Image" title="Image" width="412" align="center" border="0" height="338" hspace="6" /><br /><br /><br />Kedelapan butir pendukung berada di sudut-sudut kaki limas segi delapan. Semua butir itu memproyeksikan dirinya ke puncak linias menjadi Kejayaan Majapahit Raya. Tepat di tengah di bagian dasar limas adalah tokoh Rajasanagara yang menjaga semua butir pendukung kejayaan.Akan tetapi, ada satu tokoh. yang tidak mungkin dilupakan, yaitu Gajah Mada. Tokoh ini pertama kali tampil di Majapahit dalam masa pcmerintahan Jayanagara sebagai bhayangkara (pasukan pengawal raja). Ia menjadi patih Daha mendampingi Hayam Wuruk muda dalam zaman Ratu Tribhuwanottunggadewi. Selanjutnya, dia menjadi mahapatih arnangkubhumi Majapahit menggantikan Aryâ Tadah. Dalam pengabdian kepada ibunda Hayam Wuruk itulah ia mengucapkn Sumpah Palapanya yang terkenal. Ia tetap menjadi mahapatih amangkubhumi Mjapahit dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk. Ia meñyaksikan kejayaan Majapahit dan upaya mempersatukan Nusantara yang ditekadkannya telah menjadi kenyataan. Path akhirnya, sebagaimana asal-usulnya yang samar-samar, maka akhir riwayat Gajah Mada pun tetap samar-samar belum ada kepastian karena berbagai. sumber sejarah menyebutkan masa akhir kehidupan Gajah Mada berbeda-beda.<br /><br />Apabila berita Nagarakrtagama dapat diterima, kemungkinan Gajah Mada meninggal secara wajar karena sakit. Hal itu diuraikan oleh Mpu Prapanca dalam pupuh 70:3 yang menyatakan bahwa Hayam Wuruk segera pulang dan Simping menuju istananya setelah mendengar bahwa sang mantryadimantra Gajahmada sakit. Ia sangat berjasa dalam menyejahterakan dan memajukan Jawa. Ia dihormati dan dikenal karena telah berhasil dengan baik membinasakan musuh-musuh, baik di Bali ataupun di Sadeng. Gajah Masa mangkat dalam tahun 1364 M. Nagarakrtagama berhasil diselesaikan oleh Mpu Prapanca setahun kemudian.<br /><br />Peranan dan sepak terjang Gajah Mada untuk memajukan Majapahit memang séngaja tidak ungkapkan dalam kajian ini. Hal ini memang diperlukan telaah khusus untuk mengungkapkan dan memahami lebth dalarn tampilnya tokoh tersebut dalam sejarah Majapahit. Pada kenyataannya Gajah Mada lebih banyak dikenal dan dikenang oleh masyarakat di berbagai wilayah Nusantara daripada Rajasanagara. Hal itu rnenunjukkan bahwa peranan Gajah Mada dalam masa kejayaan Majapahit tidak perlu diragukan lagi. Sementara itu, Hayam Wuruk masih belum banyak dibahas dan diperbincangkan perihal aktivitas dan peranannya sebagai raja besar di Majapahit.<br /><br />1.2 Pertemuan Antara Dunia Manusia Dan Alam Kedewátaan : Bangunan Suci, Arca dan Relief Candi Masa Singhasari-Majapahit<br /><br />Kerajaan Majapahit yang berkembang antara abad ke-14-awal ke-16 M merupakan penerus Kerajaan Singhasari yang berkembang dalam masa sebelumnya (abad ke-13 M). Raja-raja Singhasari dan Majapahit berpangkal pada tokoh Ken Angrok yang nama penobatannya ialah Sri Ranggah Rajasa Bhattara sang Amurwwabhumi. Oleh karena itu, tokoh Ken Angrok dapat dinyatakan sebagai vamsakrta (pendiri dinasti). Dinasti yang dikembangkannya adalah wangsa Rajasa (Rajasavamsa). Penamaan dinasti Rajasa tersebut diungkapkan dalam uraian prasasti raja-raja Majapahit yang merupakan anak keturunan Ken Angrok.<br /><br />Selain itu, dalam hal kebudayaan pun sangat mungkin telah terjadi kesinambungan pencapaian kebudayaan yang telah dikembangkan dalam era Singhasari dan terus dilanjutkan pada masa Majapahit. Namun, tidak tertutup kemungkinan juga bahwa dalam zaman Majapahit terdapat pencapaian-pencapaian baru yang bukan bersifat meneruskan tradisi Singhasari, tetapi bersifat melengkapinya. Salah satu unsur kebudayaan penting yang sebenarnya mendasari perkembangan unsur-unsur kebudayaan lainnya adalah religi. Kehidupan religi pada masa Singhasari mulai muncul gejala baru yang terus dikenal dalam periode Majapahit, yaitu konsep dewaraja. Hakikat konsep tersebut sebenarnya mengajarkan bahwa raja yang telah meninggal dianggap bersatu dengan dewa pribadi sesembahannya (ista-dewata). Raja sebenarnya adalah dewa itu sendiri yang menjelma pada diri seorang manusia yang berkedudukan sebagai raja. Maka, ajaran ini mengenal adanya pertemuan antara (dunia) manusia dan (dunia) dewa-dewa. Kedua dunia itu menyatu dalam diri seorang raja yang sedang berkuasa, atau dalam diri seseorang tokoh kerabat raja yang dekat dengan dunia istana.<br /><br />Sejauh data yang dapat dipelajari hingga kini, konsep pemujaan dewaraja baru berkembang dalam zaman Kerajaan Singhasari yang dikaitkan dengan keberadaan Dinasti Rajasa. Dalam masa sebelumnya, yaitu periode pemerintahan Kerajaan Kediri (abad ke—12 M) atau lebih mundur lagi dalam masa pemerintahan Dharmmawangsa Airlangga (1019 – 1041 M) dan Dharmmawangsa Teguh (991 M - 1016 M), ritus pemujaan dewaraja tersebut belum meninggalkan bukti secara nyata. Apabila lebih mundur lagi dalm masa perkembangan kerajaarl di w.ilayah Jawa bagian tengah (Klasik Tua) antara abad ke-8 → 10 M, bukti-bukti kehadiran konsep dewaraja sukar untuk dilacak kembali, mungkin sudah ada atau mungkin belum dikenal. Maka, kemungkinan kedualah yang terjadi dalam masa Klasik Tua. Hal ini terlihat dan kegiatan keagamaan yang langsung memuja dewa masih terlihat nyata pada peningkatan arkeologisnya. Candi-candi dibangun dengan tujuan untuk memuja dewa, baik yang bersifat saiva ataupun bauddha Candi-candi tidak diasosiasikan dengan tokoh tertentu, tetapi masih ditujukan bagi peribadatan kepada dewa-dewa.<br /><br />Sejalan dengan berkembangnya konsep pemujaan dewaraja, maka diperlukan pula peralatan ritus yang juga berbeda dengan masa sebelumnya. Peralatan tersébut tentirnya ditujukan untuk mendukung ajaran dewaraja yang sedang dikembangkan. Dalam kajian ini peralatan ritus yang dimaksud adalah bangunan suci, arca-arca serta penggambaran relief yang dipahatkan di dinding candi-candi atau bangunan suci lainnya. Selain itu, artefak-artefak masih mungkin untuk dijadikan data karena masih bertahan hingga sekarang. Tentunya di masa lalu banyak artefak lain yang berupa benda bergerak (maveable artifact) dalam rangkaian ritus pemujaan dewaraja. Namun, artefak-artefak sangat mungkin terbuat dan logam yang sukar ditemukan, jumlahnya sangat terbatas, rusak dan tidak diketahui lagi keberadaannya.<br /><br />Selanjutnya, telaah yang dilakukan berupa untuk mengungkapkan berbagai bukti artefaktual yang berkaitan dengan pertemuan antara dunia manusia dengan dunia kedewataan, dan era Singhasani dan Majapahit. Sudah barang tentu kajian ini hanya bersandarkar pada data yang dapat diketahui dan dapat diacu saja, akibatnya mungkin dalam melakukan interpretasipun hanya dilakukan sejauh data yang ada. Interpretasi tidak mungkin dapat dilakukan tanpa dukungan data, apabila dilakukan juga maka sifatnya hanya dalam bentuk asumsi awal yang mudah untuk digantikan dengan kesimpulan baru dalam penelitian lain di masa mendatang.<br /><br />Konsep pertemuan antara dunia manusia dan kedewataan yang paling penting sebenarnya tercermin pada bentuk bangunan suci dalam masa Singhasari-Majapahit itu sendiri. Bangunan suci yang berbentuk candi dapat dianggap melambangkan tiga lapisan dunia kehidupan (triloka). Pertama, bagian dasar (lapik dan kaki candi) melambangkan dunia manusia yang masih terikat pada hawa nafsu keduniawian, tempatnya salah dan dosa-dosa terjadi, dinamakan dunia bhurloka. Kedua, bagian tubuh candi melambangkan dunia manusia yang telah lepas dari nafsu dan keterikatannya pada duniawi disebut bhuwarloka. Ketiga, atap bangunan melambangkan dunia kedewataan yang dinamakan dengan lapisan swarloka. Pembagian tersebut agaknya setara dengan konsep tridhatu yang dikenal pada bangunan suci bauddha, yaitu kamadhatu dilambangkan pada kaki candi, rupadhatu dilambangkan pada tubuh, dan arupadhatu dilambangkan atap pada bangunan candi Budha. Dengan demikian, dalam bangunan candi terdapat symbol-simbol yang mengacu kepada kehidupan manusia pada umumnya dan alam kehidupan para pendeta yang telah menarik diri dari dunia ramai serta lingkungan kehidupan para dewa.<br /><br />Pada waktu diadakan upacara keagamaan, tentunya masyarakat datang berbondong-bondong melakukan ritus. Candi dan lingkungannya dipandang sakral karena saat itu dewa-dewa dianggap sedang bersemayam di bangunan suci tersebut. Arca-arca dewa dipandang telah “diisi” oleh prana dewa-dewa dan tentu saja menjadi sangat keramat. Hal sepenti itu mempunyai kesejajaran yang cukup nyata pada waktu persembahyangan hari raya odalan di pura Bali. pada hari itu dewa utama pura dianggap hadir dalam pratima yang merupakan representasi wujud kasarnya. Umát Hindu-Bali mengadakan upacara pemujaan terhadap-Nya setelah upacara usai dewa kembali ke persemayamannya dan pratima disimpan dalam pura yang kembali sunyi.<br /><br />Sebagaimana yang terjadi dalam upacara odalan di pura, maka dapat ditafsirkan bahwa masyarakat Jawa kuno yang melakukan pemujaan di candi-candi masa lalu, sebenarnya juga melakukan interaksi langsung dengan dewata. Mereka dapat mengungkapkan segala keinginannya, kepada dewata yang pada hari istimewa tersebut hadir di tengah-tengah mereka melalui sarana bangunan candi atau pura. Dengan demikian, candi dapat dianggap sebagai monumen keagamaan yang mempertemukan dunia manusia dan dunia dewa-dewa. Dalam hal ini pagar keliling candi atau pura (penyengker) dan area sakral (dalam lingkungan pagar).<br /><br />Dalam hal wujud bangunan candi sendiri, jika diamati secara cermat akan terlihat adanya pembagian tataran manusia dan tataran dewata. Bagian bhurloka yang dipresentasikan di kaki bangunan akan diungkapkan dalam bentuk kaki candi yang umumnya polos tanpa hiasan relief. Apabila terdapat hiasan, maka yang ada adalah susunan perbingkaian saja. Pada beberapa candi memang terdapat relief cerita yang temanya sesuai dengan upaya manusia untuk bertemu dengan dewata. Hal ini akan diperbincangkan dalam pemaparan selanjutnya dalam kajian ini.<br /><br />Beberapa candi zaman Singhasari - Majapahit yang berkaki candi polos tanpa hiasan relief cerita (kecuali relief hias) dan hanya dilengkapi dengan panil kosong atau susunan perbingkaian saja adalah candi:<br />1. Sawentara di Blitar<br />2. Sanggrahan di Tulungagung<br />3. Kali Cilik di Blitar<br />4. Bangkal di Blitar<br />5. Jabung di probolinggo<br />6. Kesiman Tengah di Mojokerto<br />7. Candi pan di Sidoarjo<br />8. Candi Gunung Gansir di Pasuruan<br />Hal yang menarik terdapat di Candi Singhasari (Malang) yaitu bagian yang terlihat seperti kaki candi dengan deretan panil-panil relief kosong di bagian paling bawah bangunan bangunan ini adalah lapik (alas) dan kaki candi. Lapik tersebut bersama-sama kaki candi melambangkan juga dunia manusia (bhurloka) karena terletak di segmen bawah dari bangunan candi. Adapun candi yang bagian kakinya dihias dengan perbingkaian dan relief cerita antara lain adalah candi:<br />1. Jawi di Pasuruan<br />2. Jago di Malang<br />3. Ngrimbi di wilayah Jombang<br />4. Miri gambar di Tulungagung<br />5. Kedaton di pedalaman selatan Probolinggo.<br />Candi Tegawangi dan candi Surawan yang ada sekarang, hanya menyisakan batur tinggi dan dapat dianggap sebagai bagian kaki candi, namun dapat pula dipandang sebagai tubuh candi. Hal itu terjadi karena batas antara kaki candi dan tubuhnya pada kedua bangunan kuno itu agak sukar untuk diidentifikasikan.<br /><br />Candi-candi yang bahan tubuhnya terbuat dan bata atau batu akan membentuk bilik candi. pada bagian tubuh candi yang melambangkan dunia bhuwarloka terdapat relung-relung tempat menempatkan arca, selain bilik candinya untuk menyimpan arca, selain bilik candinya untuk menyimpan arca utamanya. namun hampir semua candi masa Singhasari dan Majapahit, arca-arca pengisi relung dan juga arca utamanya telah hilang. Candi Sawentar semua arcanya telah tiada, tetapi di biliknya terdapat alas arca yang bagian sisi depannya dihias dengan pahatan burung Garuda. Di Candi Kidal konon dulu terdapat arca Siwa mahadewa yang tingginya 1,23 m. Arca ini sangat mungkin merupakan perwujudan Anusapati yang sesuai dengan istadewatanya, yaitu sebagai Siwa mahadewa. Arca Siwa dan Candi Kidal sekarang disimpan di Royal Tropical Institute, Amsterdam (Kempers, 1959; 73- 74 plate 216-217).<br /><br />Di Candi Jawi, semua relung di tubuh bangunan telah kosong, tetapi di biliknya terdapat yoni. Begitupun di Candi Kali Cilik, Bangkal dan Jabung semua relung dan bilik candinya telah kosong tidak berisikan arca apapun. Sementara itu, di puncak Candi Tegawangi, Surawana dan Sanggrahan tidak ditemukan arca lain. Akan tetapi, di puncak Candi Tegawangi hingga sekarang masih terdapat yoni yang ceratnya dibentuk naturalis.<br /><br />Maka, dapat dikemukakan bahwa tubuh candi yang melambangkan dunia bhuwarloka ditandai dengan wujud arca-arca itu sekarang telah hilang. Arca-arca dewa melambangkan makhluk suci yang sebenarnya telah lepas dari segala nafsu dunia, namun kadang-kadang dapat tampil di hadapan para pemujanya, sifatnya sakala-niskala (antara ada dan tiada). Pada waktu diadakan upacara persembahyangan di candi arca dewa-dewa tersebut dianggap keramat. Dewa-dewa hadir di tubuh arca waktu itu. Jadi sifatnya sakala, tetapi apabila selesai upacara arca-arca itu menjadi hampa. Prana dewa kembali ke alamnya yang niskala.<br /><br />Bagian swarloka pada bangunan candi dilambangkan pada bentuk atap tunggal batu/bata atau atap dari bahan mudah lapuk yang bentuknya bertingkat-tingkat. Bangunan candi masa Singhasari mempunyai bentuk atap yang meninggi ke puncak, lazim dinamakan dengan atap prasadha (menara). Ada pula candi yang didirikan dalam zaman majapahit yang juga mempunyai atap prasadha. Candi masa Singhasari dengan atap menjulang seperti menara yang masih ada, yaitu Candi Sawetar, Kidal dan Jawi. Adapun candi masa Majapahit yang dulu beratap prasadha adalah Candi Angka Tahun Panataran, Ngetos, kali Cilik dan Bangkal.<br /><br />Atap berbentuk demikian sebenarnya terdiri dari beberapa tingkatan, namun berangsur-angsur mengecil hingga puncaknya yang dimahkotai dengan bentuk kubus. Simbol-simbol dunia swarloka dapat terlihat pada bentuknya yang menjulang tinggi ke langit, seakan-akan merupakan tangga menuju Suralaya. Selain itu, di bagian langit-langit atap terdapat batu sungkup yang pada sisi bawahnya (bagian yang dapat dilihat dan ruang bilik candi jika seseorang menengadah ke atas) tedapat bentuk lingkaran dengan bentuk garis-garis di sekitarnya, atau lingkaran tersebut merupakan bentuk tengah dan bunga padma mekar yang di sekitarnya terdapat kelopak-kelopak daun bunganya. Pada beberapa candi seperti di candi Sawetar dan Bangkal di tengah lingkaran yang digambarkan bersinar tersebut terdapat relief seorang ksatrya menaiki kuda membawa pedang Hal ini menandakan pastinya simbol konsepsi keagamaan tertentu.<br /><br />Hal yang sungguh menarik perhatian adalah pada bagian atap tersebut terdapat ruang kosong yang bagian dasamya adalah bath sungkup. Dengan demikian, batu sungkup tersebut menjelma menjadi pembatas antara ruang bilik candi dan ruang di atap candi. Menurut R. Soekmono dalam disertasinya Candi Fungsi dan pengertiannya (1974) dinyatakan “Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rongga dalam tiap candi itu adalah ruangan yang sengaja disediakan bagi Sang Dewa, yaitu sebgai tern pat bersemayamnya pada saat-saat sebelum ia merasuk menjiwai arca perwujudan yang bertakhta di bawahnya” (1974:31).[WHD No.517 Januari 2010].<br /><br /><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Rumah Majapahit </span><br /><br /><p>Selama ini hampir semua penelitian dan wacana mengenai bangunan-bangunan di situs Trowulan berkenaan dengan tata-kota, candi, gapura, arca, sistem kanal, kolam, saluran air dan goronggoron. Temboktembok besar dan bata dan bangunan bata yang karena sudah rusak atau dirusak menjadi tidak jelas bentuknya. Hampir tidak ada peneliti yang berupaya sungguh-sungguh untuk memperoleh bukti konkrit dan rumah Majapahit di situs Trowulan. Sebab kita belum tahu benar apakah bentuk rumah penduduk kota irü santa dengan model- model rurnah dan terakota yang banyak ditemukan di situs ihi. Kita juga belum tahu apakah bentuk rumahnya sama dengan rumah yang diukir pada reief candi. Bagaimana bentuk dan ukuran denahnya, kemana arah hadapnya, apakah ia dibangun pada batiir atau pada muka tanah langsung, apakah atapnya dan genteng, sirap, ambu, atau ijuk, dan masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Untunglah sejak awal tahun 1990-an dimulai penelitian arkeologi yang memusatkan perhatian pada upaya menemukan data bangunan rumah. Di antara basil kajian yang penting adalah sisa bangunan rumah yang ditemukan dalam ekskavasi di halaman Museum Trowulan (para peneliti menyebutnya Situs Segaran II).</p><p><img src="http://www.parisada.org/images/stories/budaya/rumah%20majapahit%20oke.jpg" alt="Image" title="Image" width="425" align="left" border="0" height="296" hspace="6" />Di situs ini pada tahun 1995, ditemukan kaki bangunan dan tanah yang diperkuat sekelilingnya dengan susunan bata (berspesi tanah setebal satu cm), membentuk sebuah batur rumah. Denah batur berbentuk empat persegi panjang, ukurannya 5,20 x 12,15 meter, dan tingginya sekitar 60 cm. Di sisi utara terdapat sebuah struktur tangga. Dan keberadaan dan letak tangga, dapat disimpulkan bahwa rumah ini mengharap ke utara dengan deviasi sekitar 9° 55” ke timur, seperti juga orientasi dan hampir semua arah struktur bangunan yang ada di situs Trowulan.</p><p>Hal yang menarik ialah bahwa di kaki bangunan terdapat selokan terbuka pada sisi kiri dan kanan kaki bangunan selebar 8 cm dan sedalam 10 cm. Di depan kaki bangunan, khusus pada lokasi tangga, selokan itu mengikuti bentuk denah bangunan tangga. Selokan tersebut dibangun dari satuan satuan bata, baik dindingrya maupun dasarnya, sehingga struktur selokan lebih kuat, dan airnya bisa mengalir lebih cepat daripada jika struktur selokan hanya dari tanah. Selokan semacam ini belum pernah ditemukan di tempat lain.</p><p>Di sekitar kaki bangunan ditemukan lebih dari dua ratus pecahan genteng terakota pada lantai halaman, yang fungsinya sebagai penutup atap bangunan ini. Juga ditemukan lebih dari tujuh puluh pecahan bubungan dan kemuncak, yaitu hiasan dari terakota yang ditempatkan di puncak bangunan, dan ukel yaitu hiasan dari terakota yang ditempatkan di bawah jurai atap bangunan.</p><p>Di depan bangunan ini ditemukan halaman yang susunannya amat menanik dan unik. Tanah halaman ini ditutup dengan struktur yang berpola kotak-kotak dan masing-masing kotak itu dibatasi dengan bata-bata yang dipasang rebah di keempat sisinya, dan di dalam kotak berbingkai bata tersebut dipasang batu-bata bulat memenuhi seluruh bidang. Tutupan semacam ini berfungsi untuk menghindari halaman menjadi becek seandainya turun hujan. Belum pernah ditemukan penutup halaman yang semacam ini, kecuali yang agak serupa yang diketemukan di selatan situs Segaran II.</p><p>Dari temuan itu dapat diasumsikan bahwa tubuh bangunan didirikan di atas batur setinggi setinggi kira-kira 60 cm. Tubuh bangunan agaknya tidak dibangun dari bata, karena di sekitar bangunan itu tidak ditemukan bata dalam jumlah besar yang sesuai dengan volumenya. Mungkin tubuh bangunan dibuat dari kayu (papan) atau anyaman<br />bambu jenis gedek atau bilik. Ting-tiang kayu penyangga atap tentunya sudah hancur, agaknya tidak dilandasi oleh umpak-umpak batu yang justru banyak ditemukan di situs Trowulan, karena tak ada satu umpak pun yang ditemukan di sekitar bangunan. Tiang-tiang rumah mungkin diletakkan langsung pada lantai yang melapisi permukaan batur. Atap bangunan yang diperkirakan mempunyai sudut kemiringan antara 35-60 derajat ini ditutup dengan susunan genteng terakota berbentuk pipih empat persegi panjang (24 x 13 x 0,9 cm), jumlahnya sekitar 800-1000 keping genteng yang diperkirakan berdasarkan volume bangunan tersebut. Bagian atas atap dilengkapi dengan bubungan dan kemuncak, serta pada ujung-ujung jurainya dipasang hiasan ukel. Rekonstruksi bangunan rumah yang interprestasinya didasarkan atas bukti yang ditemukan di situs dapat dilengkapi melalui perbandingan dengan bentuk-bentuk rumah beserta unsur-unsurnya yang dapat kita lihat wujudnya dalam: (1) artefak sejaman seperti pada relief candi, model-model bangunan yang dibuat dan terakota, jenis-jenis penutup atap berbentuk genteng, sirap, bambu, ijuk: (2) rumah rumah sederhana milik penduduk sekarang di Trowulan; dan rumahrumah di Bali.</p>Lepas dan golongan status sosial penghuni rumah ini, ada hal lain yang menarik, yaitu penduduk Majapahit di Trowulan, atau setidak-tidaknya penghuni rumah ini, telah dapat menggabungkan antara segi fungsi dan estetika. Halaman rumah ditata sedemikian rupa untuk rnenghindari genangan air dengan cara diperkeras dengan krakal bulat dalam bingkai bata. Di sekeliling bangunan terdapat selokan terbuka dengan bagian dasarnya berlapis bata untuk mengalirkan air dari halaman. Dilengkapi juga dengan sebuah jambangan air dan terakota yang besar, dan kendi terakota berhias. Gambaran seperti ini rupanya semacam taman pada halaman rumah. Di sebelah timur ada beberapa struktur bata yang belum berhasil diidentifikasi. Mungkin rumah yang ukurannya relatif kecil ini hanya merupakan salah satu dan kompleks bangunan rumah yang berada dalam satu halaman seluas 200-an meter persegi, dikelilingi oleh pagar keliling seperti kita dapati sekarang di Bali. WHD No. 506 Pebruari 2009.<br /><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" ><br />SUMUR MAJAPAHIT </span><br /><br /><p>Bentang lahan Trowulan yang termasuk daerah aluvial fasies gunung api, merupakan suatu daerah yang mempunyai sumber air tanah yang cukup. Apalagi di daerah selatan Trowulan merupakan daerah kaki gunung Arjuna, Welirang dan Anjasmoro. Keletakan dataran ini memungkinkan “melimpahnya” air tanah dan air permukaan di Trowulan, sekalipun daerah itu mengalami musim kemarau yang lebih panjang. Pada umumnya sumber air tanah dapat digali pada kedalaman 3 - 4 m dan kwalitas airnya baik serta mernenuhi syarat untuk diminum.</p><p><img src="http://www.parisada.org/images/stories/budaya/sumur%20majapahit%20oke.jpg" alt="Image" title="Image" width="350" align="left" border="0" height="288" hspace="6" />Sebagai sebuah kota yang padat dengan penduduk, tentu untuk memenuhi kehidupan penduduknya diperlukan air. Air bersih antara lain diperoleh dengan cara menggali tanah untuk membuat sumur. Agaknya penduduk Majapahit telah mengenal sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan. Bagian tepian sumur diberi penguat yang dibuat dari struktur bata dan tembikar (jobong). Kadang-kadang di sekitar permukaan sumur diberi lantai dan saluran air yang terbuka dan ada juga yang tertutup.</p><p>Sebuah survei sistematis di Situs Trowulan yang meliput area seluas 9 x 11 km berhasil menemukan sumur-sumur kuna. Densitas sumur-sumur tersebut sebanding dengan densitas temuan lain yang merupakan indikator permukiman kuno. Menariknya, di beberapa tempat terdapat “pemusatan” sumur yang cukup tinggi, misalnya di sekitar Gapura Wringinlawang sebelah tenggara. Dan tempat ini sekurang kurangnya ditemukan 25 buah sumur kuna yang dibuat dan struktur bata dan jobong. Bentuk denahnya ada yang bujursangkar dan ada pula yang bulat dengan ukuran sisi atau garis tengahnya sekitar 1 - 1,50 m. Sumur jobong juga ditemukan, namun jumlahnya tidak banyak. Garis tengah jobong berukuran sekitar 1 m.</p><p>Di tempat lain konsentrasi sumur juga ditemukan di sekitar Batok Palung, Sentonorejo, Kedaton, Pandansili dan tempat-tempat lain di Trowulan. Dengan demikian, wajar kalau di Trowulan banyak ditemukan sumur karena Trowulan merupakan sebuah kota yang padat penduduk.</p><p>Melihat bahannya, sumur-sumur kuna di Trowulan dibuat dan dua macam bahan, yaitu bata dan tembikar. Bahan ini mempengaruhi teknik pembuatan dan teknik pemasangan. Sumur yang dibuat dan bahan bata denahnya berbentuk bujursangkar atau bulat. Bentuk satuan batanya ada yang empat persegi panjang dan ada pula yang berbentuk melingkar. Bentuk bata yang empat persegi panjang biasa dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bujursangkar dengan teknik pemasangannya berselang-seling tanpa spesi. Bentuk bata yang melingkar dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bulat. Teknik pemasangannya juga berselang-seling dan tanpa spesi. Pemasangan bata berlangsung setelah kedalaman tanah yang digali sampai keluar air tanah yang memenuhi syarat untuk diminum.</p><p>Jenis sumur yang lain adalah sumur jobong. Bahan untuk membuat jobong adalah tanah liat yang adonannya sama seperti tanah liat untuk membuat tempayan dan wadah yang ukurannya besar. Masing-masing bagian berbentuk silindris dengan ukuran garis tengah dan tinggi sekitar 1 meter, dan tebal dindingnya sekitar 10 - 20 cm. Salah satu ujung silinder (jobong) mempunyai ukuran garis tengah lebih lebar yang berfungsi sebagai pengunci. Setelah tanah digahi sampai kedalaman air tanah yang layak minum, kemudian masing-masing jobong diturunkan satu demi satu menumpuk sampai ke permukaan sumur. Bagian yang garis tengahnya lebih besar terletak di bawah, menutupi bagian yang garis tengahnya lebih kecil.</p>Air sumur selain berfungsi untuk keperluan sehari-hari pada sebuah runiah tangga, berfungsi juga untuk upacara keagamaan dan pertanian dalam skala yang kecil (misalnya untuk menyirami tanaman ketika kemarau). <strong>WHD No. 506 Pebruari 2009</strong>.<br /><br /><br /></div><div style="text-align: right; font-style: italic; color: rgb(153, 153, 153);"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Oleh : I Wayan Arjawa, ST (sumber detik, Parisada)</span><br /></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-53849287685351850902011-02-27T11:12:00.000-08:002011-04-23T22:42:14.307-07:00Nyepi<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Pengertian Nyepi</span></span><br /><div style="text-align: justify;"><br /><div style="text-align: justify;">Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoXKG5hbNTnlTW7Er-RMFYOa2jGgCwEad5puCrOkdmC5e9TJIhOf-v1HBffX3Klmw4RWWDzNaZzHX5ghzQXNhcqkgVVrobi9R43jg4RuvNk2yPlhsVJmE7eFRaHR2w0heBzQha1treYqo/s1600/ogoh-ogoh.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 378px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoXKG5hbNTnlTW7Er-RMFYOa2jGgCwEad5puCrOkdmC5e9TJIhOf-v1HBffX3Klmw4RWWDzNaZzHX5ghzQXNhcqkgVVrobi9R43jg4RuvNk2yPlhsVJmE7eFRaHR2w0heBzQha1treYqo/s400/ogoh-ogoh.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5578452933158794354" border="0" /></a><b>Tahun Baru Hindu</b> berdasarkan penanggalan / kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, <a name='more'></a>Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.</div></div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan <i>Buwana Alit</i> (alam manusia / microcosmos) dan <i>Buwana Agung/macrocosmos</i> (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.</p><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Melasti,_Tawur_(Pecaruan),_dan_Pengrupukan">Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan</span></h3><p style="text-align: justify;">Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara <i>Buta Yadnya</i> di segala tingkatan masyarakat,mulai dari masing-masing keluarga,banjar,desa,kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis <i><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Caru&action=edit&redlink=1" class="new" title="Caru (halaman belum tersedia)"></a></i>caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. <i>Buta Yadnya</i> itu masing-masing bernama <i>Pañca Sata</i> (kecil), <i>Pañca Sanak</i> (sedang), dan <i>Tawur Agung</i> (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala <i>leteh</i> (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. <i>Caru</i> yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 <i>tanding</i>/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun <a style="color: rgb(0, 0, 0);" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ayam_brumbun&action=edit&redlink=1" class="new" title="Ayam brumbun (halaman belum tersedia)"></a> (berwarna-warni) disertai <i>tetabuhan</i> arak/tuak. <i>Buta Yadnya</i> ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><i>Mecaru</i> diikuti oleh upacara <i>pengerupukan</i>, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bali"></a>, <i>pengrupukan</i> biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ogoh-ogoh"></a> yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.</p><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Puncak_acara_Nyepi">Puncak acara Nyepi</span></h3><p style="text-align: justify;">Keesokan harinya, yaitu pada <i>Purnama Kedasa</i> (bulan purnama ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari <i>amati geni</i> (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), <i>amati karya</i> (tidak bekerja), <i>amati lelungan</i> (tidak bepergian), dan <i>amati lelanguan</i> (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan <i>tapa,brata,yoga</i> dan <i>semadhi.</i></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. <i>Tiap orang berilmu (</i>sang wruhing tattwa jñana<i>) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga ( menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).</i></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan merayakan hari raya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu kebiasaan yang keliru dan mesti diubah.</p><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Ngembak_Geni_(Ngembak_Api)">Ngembak Geni (Ngembak Api)</span></h3><div style="text-align: justify;">Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari <i>Ngembak Geni</i> yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu bersilaturahmi dengan keluarga besar dan tetangga, saling maaf memaafkan (<i>ksama</i>) satu sama lain.<br /></div><br /><div style="text-align: right; font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">Oleh : I Wayan Arjawa, ST dan di kutip dari berbagai sumber.<br /></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-51394719060335726412011-01-12T06:56:00.000-08:002011-06-24T23:09:47.434-07:00Weda Sumber Ajaran Agama Hindu<strong>Pengertian Weda</strong><br /><div style="text-align: justify;">Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWu_qiUOxzgUXAPcDpU7KkbrAbTIswTMrZFyBadSv4JgLTE0xJeCv-Dki3uGoYzrELyvRqF4c2FR3lmWTdMeOGUPqZnUMRepd4wztqT0nJ4cnqU_QmC46FgpprV_B99Ls1nMOcMz0xe1g/s1600/images.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 197px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWu_qiUOxzgUXAPcDpU7KkbrAbTIswTMrZFyBadSv4JgLTE0xJeCv-Dki3uGoYzrELyvRqF4c2FR3lmWTdMeOGUPqZnUMRepd4wztqT0nJ4cnqU_QmC46FgpprV_B99Ls1nMOcMz0xe1g/s400/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5561316600436429650" border="0" /></a>yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa. </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.</p><p style="text-align: justify;">Bahasa Weda<br />Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.<br />Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak <a name='more'></a>Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.</p><p style="text-align: justify;">Pembagian dan Isi Weda<br />Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.</p><p style="text-align: justify;">Srutistu wedo wijneyo dharma<br />sastram tu wai smerth,<br />te sarrtheswamimamsye tab<br />hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).</p><p style="text-align: justify;">Artinya:<br />Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)</p><p style="text-align: justify;">Weda khilo dharma mulam<br />smrti sile ca tad widam,<br />acarasca iwa sadhunam<br />atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).</p><p style="text-align: justify;">Artinya:<br />Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).</p><p style="text-align: justify;">Srutir wedah samakhyato<br />dharmasastram tu wai smrth,<br />te sarwatheswam imamsye<br />tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).</p><p style="text-align: justify;">Artinya:<br />Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.</p><p style="text-align: justify;">Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.<br />Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:</p><p style="text-align: justify;">SRUTI</p><p style="text-align: justify;">Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:</p><p style="text-align: justify;">Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.<br />Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.</p><p style="text-align: justify;">Sama Weda Samhita.<br />Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.</p><p style="text-align: justify;">Yajur Weda Samhita.<br />Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.</p><p style="text-align: justify;">Atharwa Weda Samhita<br />Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.</p><p style="text-align: justify;">Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.<br />Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.<br />Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.</p><p style="text-align: justify;">SMERTI</p><p style="text-align: justify;">Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.</p><p style="text-align: justify;">Kelompok Wedangga:<br />Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:</p><p style="text-align: justify;">(1). Siksa (Phonetika)<br />Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.<br /><br />(2). Wyakarana (Tata Bahasa)<br />Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.<br /><br />(3). Chanda (Lagu)<br />Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.<br /><br />(4). Nirukta<br />Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.<br /><br />(5). Jyotisa (Astronomi)<br />Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.<br /><br />(6). Kalpa<br />Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.<br /></p><p style="text-align: justify;">Kelompok Upaweda:<br />Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:</p><p style="text-align: justify;">(1). Itihasa<br />Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.<br /><br />Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.<br /><br />Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.<br /><br />(2). Purana<br />Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.<br /><br />(3) Arthasastra<br />Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.<br /><br />(4) Ayur Weda<br />Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.<br /><br />Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.<br /><br />(5) Gandharwaweda<br />Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.<br /></p><p style="text-align: justify;">Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.</p><div style="text-align: justify;">Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)<br />Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra</div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-71983682568994637522010-05-06T01:27:00.000-07:002011-02-20T05:16:05.112-08:00ARTI SEBUAH UACAPAN HB<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-size:180%;">T</span>erkadang kita merasakan suatu kehampaan di dalam hidup ini. Ingin melakukan sesuatu tapi </span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrbc_AGXT3vV64bvYUdYJ4x7Xe7mciZz7GHw5pjYAoesRzrS8w7TSD6fwyIU__AEGs3JLGnd5jrhcWesat1MjeP38x8-yStYjV16aNOoGbkYEVePkL9MNW38ZpefQ47cavoRK9m50WZVI/s1600/enbun.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 257px; height: 243px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrbc_AGXT3vV64bvYUdYJ4x7Xe7mciZz7GHw5pjYAoesRzrS8w7TSD6fwyIU__AEGs3JLGnd5jrhcWesat1MjeP38x8-yStYjV16aNOoGbkYEVePkL9MNW38ZpefQ47cavoRK9m50WZVI/s400/enbun.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575754174081345106" border="0" /></a><span style="color: rgb(102, 0, 0);">kita sudah tahu hasilnya seperti apa dan kita pun batal melakukan sesuatu tersebut. Ingin pergi kesuatu tempat tapi kita sudah bisa membayangkan tempat itu dan kondisi tempat itu. Akhirnya kita nggak jadi pergi ketempat itu. Dan diam dirumah menjadi pilihan yang harus dipilih. Maka pastinya kebosanan dan kesuntukan akan bergejolak didada kita. Betulkah?. Pernahkah anda merasakan hal seperti itu. Kalo pernah apa yang salah?. Jawabnya tidak ada kesalahan apapun karena itu adalah suatu titik kehidupan yang mana setiap orang bisa <a name='more'></a>mengalaminya.</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 153);">Pertanyaan yang kemudian muncul gimana kita bisa keluar dari kenyataan itu?. Ada suatu ilustrasi yang mungkin cocok. "Selembar daun pisang akan selalu kelihatan segar jika terkena air secara terus menerus, kemudian dia akan menutup dua belah daunnya sehingga kelihatan tipis dan tidak mengembang, dan dia akan terbuka kembali saat ada embun dipagi hari yang menyiraminya". Nah jikalau kita mengambil paduan ilustrasi seperti ini tentu sangat mudah untuk menjawab pertanyaan tadi. Apa itu?. Yach.... Benar. Sebuah ucapan Happy Birthday (HB). Saat seseorang dekat dengan hari kelahirannya dia akan merasa bosan, mau ngapainpun akan terasa membosankan. Hal itu merupakan titik point yang harus dilewati oleh setiap orang karena orang pasti lahir ada tanggal dan bulan kelahirannya. Satu ucapan HB akan merupakan siraman yang menyejukan seperti embun di pagi hari. Tatkala kita menerima ucapan dari teman-teman itu merupakan satu kebahagian yang tiada tara yang merupakan siraman surgawi bak tetesan mutiara dalam ribuan krikil tajam.</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Jadi jika begitu penting ucapan HB itu gimana kalo mulai sekarang kita biasakan mengucapkan HB pada setiap teman yang melewati hari kelahirannya sehingga kita semua bisa hidup dalam persaudaraan yang seirama dan seiring dalam menjalani kehidupan kedepan yang mungkin saja penuh liku dan debu.<br /></div><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);font-size:85%;" >Andie Arjawa</span>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-67405193548500067952009-10-01T00:21:00.000-07:002011-03-19T17:10:09.944-07:00SIAPAKAH I WAYAN ARJAWA S.T. ?<div style="text-align: justify;">Saya lahir dari sebuah desa yang bernama Desa Ungasan. Terletak di Kecamatan Kuta Selatan <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRaogICI5cjwUu6JU0mqmg6ku4thHrB8saZRrfCA3lGf7_J0WzZVlqyyDFTlkmLbFLEK0Je4ElUK4LqXgrYQklbpPHajQdUUAzHOO-03_t9fNaJHWxfu-z_u-InkcUpfO1dj9THPj0758/s1600-h/frem+andie.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 265px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRaogICI5cjwUu6JU0mqmg6ku4thHrB8saZRrfCA3lGf7_J0WzZVlqyyDFTlkmLbFLEK0Je4ElUK4LqXgrYQklbpPHajQdUUAzHOO-03_t9fNaJHWxfu-z_u-InkcUpfO1dj9THPj0758/s400/frem+andie.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5387529121072434386" border="0" /></a>Kabupaten Badung Propinsi Bali. Dikala aku kecil aku seorang pelajar yang giat, waktu itu listrik belum ada di tempatku. Setiap kali aku bangun jam 04.00 pagi untuk belajar dengan harapan di sekolah aku tidak pernah ketinggalan pelajaran. Walau hanya diterangi lampu petromak aku bisa belajar dengan kusuk. Juara I dari SD sampai SMP menjadi langgananku, lomba seperti cerdas cermat matematika, LCT P4, Silat Bakti Negara, Lomba Kidung, Kliping, Siswa teladan, dan lain-lain pernah mampir di pelukanku. SMA aku melanjutkan kesekolah sangat favorit aku hanya bisa menduduki 3 besar karena teman-temanku mempunyai fasilitas belajar yang lebih baik dari ku. Setelah lulus SMA, melalui UMPTN aku melanjutkan ke Perguran Tinggi di Surabaya (ITS). Dalam 3.5 tahun aku telah merampungkan pendidikan S1 ku. Saat aku kuliah disanalah aku merasa kekurangan waktu karena aku ikut banyak organisasi baik kampus maupun non kampus di tambah mata kuliah yang full kuambil pada setiap semesternya. Serta aku juga nyambi bekerja pada perusahaan-perusahaan yang cukup besar maupun perusahan kecil untuk menambah uang sakuku. Aku hanya dapat tidur dalam 2 jam sehari. Dari kebiasaan ku itu aku pernah kena sakit insomenia (penyakit kurang tak bisa tidur).<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(153, 0, 0);">Dunia Kerja.</span><br />Dari sejak aku kuliah sampai lulus kuliah yang namanya dunia kerja sudah sangat akrab ditelingaku dan aku sudah terlibat dalam pekerjaan <a name='more'></a>yang menghasilkan uang itu. Aku sering mengasah atau menguji kemampuanku dalam beragam profesi yang berbeda. Profesi pernah ku duduki diantaranya:<br />1. Jurnalistik (Wartawan) sepuluh tahun lebih.<br />2. Pimred (Pemimpin redaksi sebuah majalah)<br />3. P&R (Publik Relation Sebuah Bank)<br />4. Manager Operasional Hotel di Bali<br />5. Web Master di perusahaan Tourist<br />6. Developer sebuah perusahaan di Gianyar Bali<br />7. Guru komputer di beberapa perusahaan<br />8. Graphic Designer di dua percetakan<br />9. Animator di sebuah perusahan HP<br />10. Web designer di perusahan IT<br />11. Accounting programmer di perusahaan IT<br />12. Interactive CD program di perusahaan IT<br />13. Teknisi Komputer di sebuah perusahaan<br />14. Programmer WEB di perusahan IT<br />15. Biro Humas pada kumpulan Guide Di Bali<br />16. Penulis lepas berbahasa Inggris maupun Indonesia sampai saat ini<br />17. Penulis buku bahasa Inggris (Yang dipakai sebagai buku panduan kursus di DLC)<br />18. Penulis buku komputer (Yang dipakai sebagai buku panduan di Dre@ming Media)<br />19. Pengajar Bahasa Inggris sampai saat ini<br />20. Pengajar Komputer sampai saat ini<br />21. Consultant Perusahaan<br />21. Penggagas, Pendiri dan pengembang Perusahaan<br /><br />Program Computer yang kukuasai dan aktive kuajarkan pada orang yang membutuhkan:<br />Paket Program:<br /><span style="color: rgb(255, 153, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 153);">1. DESIGN GRAFIS ATAU SETTING COMPUTER</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">2. LAYOUT</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">3. KOMPUTER OFFICE</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">4. CD INTERAKTIF</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">5. DESIGN WEB</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">6. PROGRAM AKUNTANSI (MYOB)</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">7. PEMOGRAMAN PASCAL</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">8. ANIMASI 3D (3DMAX)</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">9. AUTOCAD</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">10. ARCHICAD</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">11. EDITING VIDEO</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">12. TEKNISI KOMPUTER / TROUBLESHOOTING</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">13. MS. WORD & MS. EXCEL</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">14. MS. ACCESS</span><br /><span style="color: rgb(51, 0, 153);">15. INTERNET , DLL</span><br /><br />PROGRAM MANDIRI:<br /></span><span style="color: rgb(102, 0, 0);">1. ADOBE PHOTOSHOP<br />2. ADOBE ILUSTRATOR<br />3. ADOBE IN DESIGN</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">4. MS. WORD<br />5. MS. EXCEL<br />6. MS. POWER POINT<br />7. MACROMEDIA DIRECTOR<br />8. MACROMEDIA FLASH<br />9. MACROMEDIA FIREWORK</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">10. MACROMEDIA FREEHAND<br />11. ADOBE PAGEMAKER<br />12. SPSS<br /></span><span style="color: rgb(255, 153, 0);"><span style="color: rgb(102, 0, 0);">13. MYOB</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">14. PASCAL</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">15. 3DMAX</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">16. AUTOCAD</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">17. ARCHICAD</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">18. ADOBE PREMIERE</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">19. ADOBE AFTER EFFECT</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">20. ULEAD VIDEO STUDIO</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">21. ULEAD COOL 3D</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">22. PENEACLE</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">23. SONIC VEGAS VIDEO</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">24. TROUBLESHOOTING</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">25. MS. ACCESS</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">26. INTERNET</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">27. PAINT</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">28. MAYA</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">29. CORELDRAW</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">30. COREL PHOTO POINT</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">31. COREL RAVE</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">32. MICROSOFT OFFICE PUBLISHER</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">33. MICROSOFT INFO PATH</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">34. SAP</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">35. ULEAD MEDIA STUDIO PRO</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">36. DLL</span><br /><br /></span><span style="color: rgb(255, 153, 0);">Bersambung......................................................................<br /></span><br /><br /></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-84708591525092330952009-09-09T17:51:00.000-07:002011-03-20T05:46:01.987-07:00KU PETIK BUNGA DI TAMAN LAWANG<span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Ku lihat lintasan cahya</span><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZ-GMkDKcrkWgAaM6dyCKsHcG8Jr2x2ljsFTmhwgoQVi0qPcATeuBYJe2gCgyHK-Y15JAB9m7kwT6Hxx7tOyXq6klMYFs7MYgsQzSLH3lHV-rpXspZKk5wLGiOkNaew59VQJKxw51tTEY/s1600/gadis.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 180px; height: 199px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZ-GMkDKcrkWgAaM6dyCKsHcG8Jr2x2ljsFTmhwgoQVi0qPcATeuBYJe2gCgyHK-Y15JAB9m7kwT6Hxx7tOyXq6klMYFs7MYgsQzSLH3lHV-rpXspZKk5wLGiOkNaew59VQJKxw51tTEY/s400/gadis.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5586142431376948962" border="0" /></a><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Melintas, gemerlap</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Terang...semakin... terang</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Ingin ku gapai</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Kudekati perlahan</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Selangkah demi selangkah</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Semakin dekat aku melangkah</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Semakin redup cahyanya</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Semakin redup</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Mati...................</span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Dalam kegelapan <a name='more'></a>itu</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Bulu kuduk berdiri</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Melambai rebah menyentuh kulit</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Gemerecit darah perlahan mengalir</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Membilah dalam rongga kulit</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Dingin....dingin...dingin....</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Entah apa kurasa..</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Kuraba sosok dalam gelap</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Merintih...menangis....</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Sedu sedan dengan suara parau</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Meratap tanpa bahu</span><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0); font-weight: bold;">Tuk bersandar</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Perlahan kupeluk</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Kudekap kencang</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Erat kubelai rambut yang terurai rapi</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Jatuh lepas</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">Membelah udara</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Detak jantung dadaku</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Berdenyut dan bertanya</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Dalam kelam apa yang membawa langkahmu</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Basah kain baju didadaku</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Terurai bintik-bintik air mata</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Yang mengalir setetes demi setetes</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">Terasa jawab atas tanyaku</span><br /><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Cibiran orang</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Tepisan suara yang mengingkari</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Adalah hal tersakit</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Yang membuat dia terlempar</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Dalam kegelapan tanpa tepi</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Beradu dengan hembusan angin malam</span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0); font-weight: bold;">Bahkan dalam setiap kedipan matanya</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Wahai orang dalam imam</span><br /><span style="font-weight: bold;">Yang berbalut suara emas</span><br /><span style="font-weight: bold;">Mengatasnamakan suara tuhan</span><br /><span style="font-weight: bold;">Begitu kejam kau mengingkari</span><br /><span style="font-weight: bold;">Karya yang juga ciptaannya</span><br /><span style="font-weight: bold;">Adakah tanya dihatimu</span><br /><span style="font-weight: bold;">Apakah ada pilihan</span><br /><span style="font-weight: bold;">Yang harus dijalani</span><br /><span style="font-weight: bold;">Selain bergumam di taman Lawang</span><br /><span style="font-weight: bold;">Sementara cibirmu terus bergema</span><br /><span style="font-weight: bold;">Didukung sesamamu</span><br /><span style="font-weight: bold;">Tak kah kau rasa deritannya</span><br /><span style="font-weight: bold;">Tak kah pilu hatimu</span><br /><span style="font-weight: bold;">Jika engkau dicipta sama dengannya?</span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Entah...lah.....</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Mungkin tanya ini akan tak terjawab</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Perlahan ku dorong dan kutatap wajahnya</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Yang layu berlumur air mata</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Kuusap dan kuajak pulang</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Dari lumuran kegelapan</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Dan tusukan angin malam</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Kupetik Bunga di taman lawang dari pohon nestapa</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;">Yang terayun tanpa arah<br /><br />Oleh: I Wayan Arjawa, ST<br /></span>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-64908533780677365752009-08-17T18:45:00.000-07:002011-03-20T05:53:04.138-07:00DALAM KEGELAPAN AKU BERSANDAR<strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Jauh mataku menatap arah<br /></span></strong><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj9Gr2LccQ_cv6gXZZAtZ1P2udBirMOwspa1Yq2QJmJSvaLP7-M8Oct1StNYUbb96aEiqdpYoltv73oTjREJyJvue_2MWTsqP-yCBAXSBN0xI4STnvLR0L123nhgMlS_j-msswE6VmHPY/s1600/andie.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 177px; height: 199px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj9Gr2LccQ_cv6gXZZAtZ1P2udBirMOwspa1Yq2QJmJSvaLP7-M8Oct1StNYUbb96aEiqdpYoltv73oTjREJyJvue_2MWTsqP-yCBAXSBN0xI4STnvLR0L123nhgMlS_j-msswE6VmHPY/s400/andie.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5586144255239797410" border="0" /></a><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Hitam legam berselimut malam</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Tak ada yang bisa kulihat</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Kecuali hamparan hitam tanpa batas</span></strong><br /><strong></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 102, 0);">Sejenak telingaku mendengar</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 102, 0);">Suara parau tangisan jangkrik</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 102, 0);">Meraung menyayat hati</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 102, 0);">Teiris pilu bak sayatan pisau belati</span></strong><br /><strong></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Sungguh pun aku ingin berjalan</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Tapi kemana arah <a name='more'></a>kaki kulangkahkan</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kekiri gelap....kekanan hitam....</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kedepan kelam....kebelakang gamang...</span></strong><br /><strong></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Dalam sayatan pisau kegelapan</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Mulutku beku tanpa kata</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Ingin berucap.....lidahku gelu terbelenggu</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Kuucapkan hanya dalam hati</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Jikapun aku mampu melangkah</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Tapi kemana....</span></strong><br /><strong></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Dalam paraunya hati</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Kucoba bertanya...pada pekatnya kegelapan.</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Apa yang harus kulakukan?</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Tak...ada....tak ada yang bisa kulakukan....</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Hanya Dalam kegelapan Aku Bersandar</span></strong><br /><strong></strong><br /><strong><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Oleh: I Wayan Arjawa, S.T.</span></strong>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-4766468026055094642009-08-16T21:31:00.000-07:002011-02-20T05:48:06.845-08:00Hidup Adalah Pengabdian<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><strong>Ketika semua orang bertanya apa itu hidup?, Untuk apa itu hidup?, Mau </strong></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPAEHVUi1LXTtKf6N-kLfi_CviDKDQhWjEZFhF31vOMDuqRhfMhfwkSIYvRniAWfT7MtyTVdcKv9SJkuKURagspBDA3f-UXo4O4OC3MvekfV0zYAq8Pvd_bHz6P66k9zUsBp4QSnYLui8/s1600-h/Andie+2.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371103103394394850" style="float: left; margin: 0px 10px 10px 0px; width: 152px; height: 216px;" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPAEHVUi1LXTtKf6N-kLfi_CviDKDQhWjEZFhF31vOMDuqRhfMhfwkSIYvRniAWfT7MtyTVdcKv9SJkuKURagspBDA3f-UXo4O4OC3MvekfV0zYAq8Pvd_bHz6P66k9zUsBp4QSnYLui8/s320/Andie+2.jpg" border="0" /></a><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><strong>dikemanaiin itu hidup?. Ada sebuah judul lagu yang mengatakan hidup adalah perjuangan, disi lain ada yang mengatakan hidup adalah perbuatan. Namun apapun itu semua orang punya pendapat tersendiri. Apakah itu salah?. Tidak. Siapa yang berani menjudgement pendapat seseorang atau beberapa orang.</strong></span><br /></div><br /><div align="justify"><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Sungguh pun itu hanyalah pendapat, apakah pada kesempatan ini saya boleh juga mengatakan bahwa <strong><span style="font-size:130%;">HIDUP ADALAH PENGABDIAN.</span></strong> Tentunya anda yang membaca tulisan mengatakan boleh. Kalo begitu gimana kalau saya jabarkan pengertian hidup adalah <a name='more'></a>pengabdian.</span></div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><strong>Dijaman skarang berbuat baik adalah sulit, apakah anda pernah merasakan itu?. Saat anda memberikan sesuatu pada seseorang misal memberikan sebuah buku pada seorang gadis. Yang maksud anda adalah menolong agar anak gadis itu bisa belajar lebih tekun, apakah kemudian sang gadis akan menangkap pikiran anda yang seperti itu, saya pastikan tidak. Saya bisa mengira-ngira pikiran gadis itu seperti ini: "Oh orang itu memberikan saya buku pasti ada maunya, mungkin dia ingin mendekati saya, saya harus hati-hati nih". begitu mungkin perkiraan saya tengtang pikiran sang gadis. Begitu juga kalau kalian melakikan perbuatan baik lainnya tentu akan dipikirkan negative oleh sang penerima perbuatan baik itu. Jadi kalo begitu apakah kalian sepakat kalau berbuat baik di jaman sekarang adalah sulit?.</strong></span></div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify"><strong><span style="color: rgb(153, 51, 0);">Jadi dari kenyataan itu walaupun sjuta bunga kita petik dari langit kemudian kita taburkan dalam sinaran bintang, berharap harum mewangi yang tercium, tapi ternyata cuma gerombolan lalat yang datang. Apakah kalian harus menghentikan melakukan perbuatan baik itu. Saya harus bilang JANGAN. knapa?. Karena yang kalian lakukan bukanlah hak orang lain untuk menghakimi tapi kepuasan perasaan yang bergelora didada yang mengakan apakah kalian sedih atau bergembira saat melakukan suatu perbuatan. Jika perbuatan dilakukukan atas dasar pengabdian kepada sesama tentu itu akan menjadi tameng akan serangan jarum-jarum hitam neraka. Maka jadikan Hidup adalah pengabdian.</span></strong></div>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6414514678210487735.post-33712130584085992752009-08-16T18:37:00.000-07:002011-02-20T05:56:46.789-08:00BERPULANGNYA SANG BURUNG MERAK<span style="color: rgb(51, 51, 255);">Lihat…lihat…dan lihatlah….<br />Di angkasa warna merah menyala<br />Di lewati mendung hitam<br />Yang berlahan menumpahkan<br />Isi bawaan setitik demi setitik<br />Dan lihatlah air yang menetes itu berwarna merah<br /></span><br /><span style="color: rgb(204, 102, 0);">Seekor burung merak terbang tertatih<br />Sayapnya yang tua telah lelah mengepak<br />Perlahan demi perlahan mengepak<br />Dengan hitungan 1..2…3….<br />Sayap itupun tak berhasil mengepak..<br />Burung merak itu pun jatuh ketanah<br />Tanpa bisa bangun lagi…<br /></span><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">Lihatlah rerumputan itu ikut rebah<br />Lihatlah daun-daun sejenak berhenti melambai<br />Yang terdengar adalah kicauan burung dengan suara pilu<br />Yang terdengar adalah deruan suara angin<br />Yang berhembus bak sengatan tawon<br />Menancap pada hati yang gundah gulana<br />Air mata pun tercecer setetes demi setetes<br />Tanpa bisa dibendung lagi<br />Kesedihan tanpa batas terukir jelas dihati<br />Entah kapan lagi ada burung merak lahir<br />Seperkasa engkau…..<br />Sekuat <a name='more'></a>engkau…….<br />Seberwibawa engkau….<br /></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">Hati ini berdoa dan berharap….<br />Dalam alamu yang baru engkau tenang<br />Laksana alam yang telah engkau tinggalkan<br />Selamat jalan sang burung merak<br />Doaku bersamamu…….<br /></span><br />oleh: Arjawa, I Wayan<br /><br /><span style="color: rgb(255, 153, 255);"> NB: puisi ini didedikasikan pada berpulangnya WS. Rendra (Sang burung merak) yang memberi bayak ilham pada hidup banyak orang termasuk saya</span>Andie Arjawahttp://www.blogger.com/profile/02488679243744921528noreply@blogger.com0